Langkah Liverpool untuk mempertahankan gelar juara EPL pada musim ini dipastikan tersendat, bahkan Liverpool mungkin saja akan terlempar dari posisi empat besar.
Banyak pengamat mengatakan kalau hal tersebut disebabkan oleh badai cedera (terutama pemain belakang) yang menghantam skuat Liverpool. Mungkin ada benarnya. Akan tetapi krisis cedera pemain juga menimpa hampir semua klub EPL, termasuk klub semenjana yang skuatnya terbatas.
Klopp memang sangat terpukul ketika Salah dan Mane terkena Covid-19. Jota kemudian ikut cedera. Sebenarnya masih ada Firmino, Minamino dan Origi untuk lini depan. Namun Klopp tidak sepenuhnya percaya kepada Minamino dan Origi.
Awalnya Klopp sempat ketar-ketir ketika van Dijk dan Gomez cedera. Ketika Fabinho, Henderson, Rhys Williams dan Milner bisa mengisi posisi bek tengah, maka Klopp kemudian melupakan niat untuk membeli bek baru.
Klopp terlihat lebih fokus ke sisi penyerangan daripada mengorganisasi permainan tim secara menyeluruh.Â
Klopp tidak butuh fullback, melainkan wingback yang bisa membantu penyerangan. Apalagi Klopp memakai garis pertahanan yang tinggi. Itulah sebabnya Klopp butuh duet van Dijk dan Gomez bukan karena mereka ini hebat mengorganisasi pertahanan, melainkan karena kedua pemain ini sigap mengatasi serangan balik cepat lawan.
Liverpool kini sedang dilanda krisis besar di sisi pertahanan. van Dijk dan Gomez cedera berat dan dipastikan tidak bisa bermain dalam waktu yang lama. Matip sendiri termasuk "ringkih" dan rawan cedera, sehingga tidak bisa bermain setiap minggu. Praktis Liverpool tidak punya stok bek senior lagi.
Untuk ukuran klub besar dunia, stok pemain senior Liverpool ini termasuk aneh, yakni hanya dua pemain yang siap bermain! Ini adalah representatif dari cara Klopp memandang sisi pertahanan.
Betul Liverpool saat ini sedang mengalami krisis bek tengah, akan tetapi Liverpool sebenarnya tidak mengalami krisis lini pertahanan.Â
Pemain senior seperti Jordan Henderson, Fabinho, James Milner dan Keyta bisa menggantikan posisi van Dijk dan Gomez di jantung pertahanan Liverpool dengan baik. Belum lagi kehadiran pemain muda seperti Rhys Williams dan Nathaniel Philips yang posisi sejatinya adalah bek tengah.
Hal ini membuktikan bahwa bukan van Dijk dan Gomez saja yang menjadi kunci keberhasilan Liverpool selama ini. Sebab tanpa kehadiran merekapun, Liverpool bisa menjadi pemuncak klasemen Liga Inggris hingga akhir Desember kemarin.
Ingat ketika Liverpool dibantai Aston Villa 7-2 kemarin itu, van Dijk dan Gomez justru bertugas menjadi palang pintu Liverpool. Itulah sebabnya Klopp ragu untuk membeli bek baru, terutama pada masa krisis keuangan ini. Sepertinya Klopp lebih suka menunggu pemain gratisan seperti David Alaba (Bayern Munchen) pada jendela transfer musim panas nanti.
Beruntunglah Klopp karena memiliki banyak pemain tengah versatile yang bisa bermain pada banyak posisi. Inilah menjadi kunci keberhasilan Liverpool selama ini. Jadi ketika Liverpool dilanda krisis bek tengah, tidak otomatis terjadi krisis di lini pertahanan mereka.
Masalah utama Liverpool saat ini justru ada di depan. Sekalipun memiliki penyerang top dunia seperti trio Firmansah plus bomber baru Diogo Jota (masih ada lagi Takumi Minamino dan Divock Origi) tapi lini serang Liverpool tampak seperti macan ompong yang kehilangan kuku.
Dalam tiga pertandingan terakhir sejak akhir tahun lalu, Liverpool belum lagi mencetak gol, dan merekapun belum menang dalam empat perandingan terakhir. Mane dan Firminho bahkan sudah lama mengalami paceklik gol.
Liverpool memang sedang krisis penyerang. Gegenpressing ala Klopp memaksa trio Firmansah terus berlari sepanjang laga. Jadwal kompetisi yang padat juga membuat keadaan semakin memburuk. Mereka akhirnya mengalami kejenuhan dan fatigue karena terlalu sering dimainkan.
Tiga musim bermain terus dengan pola yang sama akhirnya membuat pemain belakang klub-klub EPL "khatam" akan pergerakan trio ini. Itu jugalah yang dilakukan kwartet pertahanan MU ketika berhadapan dengan Liverpool dalam laga bigmatch kemarin.
Kunci keberhasilan MU menahan serangan Liverpool memang terletak di "kaki" kwartet Bissaka, Maguire, Lindeloff dan Luke Shaw. Terutama Shaw yang berhasil membuat Salah mati gaya.
Ketika berada di area kotak penalti, Shaw benar-benar mengunci pergerakan Salah. Bola memang dikuasai Salah, tapi Shaw tidak mau memaksakan diri untuk merebutnya. Sebab kalau usaha merebut bola itu gagal, maka Salah akan bisa melewatinya dan langsung berhadapan dengan de Gea.
Akhirnya Salah hanya bisa berputar-putar saja atau dipaksa untuk mengirim bola kembali ke belakang. Kalaupun salah memaksa menembak langsung, maka usahanya percuma karena bola dibloking Shaw.
Ketika Salah mencoba mundur untuk memancing Shaw agar tetap mengikutinya, Shaw justru tetap bertahan di posnya sendiri, sebab tugas itu kemudian diambil alih Fred atau bahkan Fernandes.
Merasa buntu, Salah dan Mane kemudian bertukar tempat. Kini Salah sedikit mundur menjadi flank kiri untuk melayani Firmino. Akan tetapi buruknya penyelesaian akhir Firmino membuat usaha Salah menjadi sia-sia.
Sementara itu Mane yang berada di posisi favoritnya sebagai penyerang sayap kanan, mengalami frustasi juga karena Luke Shaw tetap bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Bahkan beberapa kali Shaw ikut naik membantu penyerangan dari sisi kanan Liverpool.
Buruknya penampilan Arnold juga semakin mempermudah tugas Shaw menjaga pertahanan MU dan sesekali membantu penyerangan. Luke Shaw kemudian menjadi bintang dalam laga ini.
Selain lini penyerangan, duet wingback yang selama ini menjadi andalan justru tidak terlalu memberikan kontribusi bagi Liverpool. Padahal biasanya mereka ini rajin memberikan umpan kunci, asis bahkan gol lewat tendangan keras dari luar kotak penalti.
Ole juga cerdik sekali dengan menempatkan Poga sebagai winger kanan dengan tugas ganda, berduel dengan Gini Wijnaldum plus menahan Robertson agar tidak leluasa naik membantu penyerangan. Pogba sukses menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan membuat sebuah tendangan on target.
Kalau Mourinho menonton pertandingan ini, ia pasti akan berteriak, "Ini MU rasa Mourinho bukan MU rasa Ole!"
***
Saat ini Liverpool berada di posisi empat padahal dua pekan lalu masih memimpin klasemen. Dalam lima laga terakhir Liverpool hanya bisa meraih 6 poin saja (kehilangan 9 poin) Padahal Manchester City bisa meraih 15 poin bersih. Sementara itu MU dan Leicester City berhasil meraup 11 poin. Jadi wajar kalau Liverpool kemudian tergusur ke posisi empat.
Liverpool sebenarnya sudah lama mengalami kemunduran. Puncaknya adalah ketika melawan Atlanta dalam fase grup D Liga Champion pada 26 November 2020 lalu. Bermain di kandang sendiri, Liverpool justru dipencudangi Atalanta dengan skor 0-2. Bukan itu saja, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Liverpool mencatatkan nol tembakan tepat sasaran! Liverpool bahkan cuma bisa melepaskan empat tendangan melenceng sepanjang laga tersebut! Padahal ketika bermain di kandang Atalanta Liverpool bisa menang telak 5-0.
Kesalahan mutlak ada di tangan Klopp yang salah memasang pemain. Awalnya Klopp memasang Neco Williams pada posisi bek kanan, Tsimikas di bek kiri, sedangkan Matip dan Rhys Williams di tengah.
Sebagai catatan Tsimikas baru saja bergabung dan ini menjadi starting pertamanya Di Liga Champion. Neco dan Rhys adalah pemain belia yang "harus" naik kelas karena Liverpool krisis pemain belakang.
Jadi praktis hanya Matip sendiri pemain senior, dan ia harus membimbing tiga pemain baru, yang untuk pertama kalinya pula bermain bersamanya. Tentunya ini adalah perjudian yang sangat fatal, karena kalau sampai terjadi salah-pengertian maka gol ke gawang Liverpool menjadi taruhannya.
Di tengah Klopp memainkan trio Wijnaldum, Milner dan Curtis Jones. Lini tengah tidak ada problem karena Milner bisa dan biasa berbagi peran dengan Henderson.
Di depan Klopp memainkan trio gimansah (Origi, Mane dan Salah) yang sama sekali tidak padu! Mengapa Klopp memainkan Origi padahal ada Firmino dan Jota?
Tsimikas kemudian menjadi titik terlemah Liverpool dan dieksploitasi habis-habisan oleh Atalanta. Setelah Liverpool tertinggal dan Tsimikas mendapat kartu kuning, Klopp kemudian melakukan empat pergantian pemain. Tsimikas digantikan Robertson. Origi digantikan Diogo Jota. Â Gini digantikan Fabinho dan Salah digantikan Firmino.
Namun Atalanta sudah siap sedia dan bertahan dengan rapat. Sebuah serangan balik cepat kemudian membuat Atalanta unggul dua kosong.
Tersisa enam menit Klopp kemudian menarik Matip untuk digantikan Minamino. Namun serangan Liverpool tetap tumpul, tertahan oleh catenaccio Atalanta.
Gasperini sungguh tidak percaya akan apa yang dilihatnya, karena Klopp begitu gampangnya diperdayai. Gasperini kemudian mengajari Klopp cara bertahan dan menyerang ala Italiano.
Sulit memang untuk memahami jalan pikiran Klopp. Kebanyakan pelatih "normal" akan memainkan susunan pemain terbaiknya di awal pertandingan. Setelah unggul, apalagi dengan jumlah besar, maka pelatih akan memberikan kesempatan kepada pemain muda atau pemain inti yang baru sembuh dari cedera untuk mendapatkan jam bermain yang lebih banyak.
Tujuannya adalah agar semua pemain bisa mendapat jam bermain yang cukup, bisa beradaptasi dengan rekan lainnya dan memahami strategi dari pelatih.
Idealnya Klopp sejak awal memasang Milner sebagai bek kanan dan Robertson sebagai bek kiri. Matip dan Rhys Williams di tengah. Ini juga formula baku dan beberapa kali diterapkan Klopp dengan baik. Tiga orang senior mendampini seorang junior, bukan seorang senior mendampingi tiga orang junior!
Lalu trio Fabinho, Wijnaldum dan Curtis Jones di tengah. Di depan Klop tetap mengandalkan trio Firmansah atau trio Mane, Jota dan Salah yang sudah teruji kualitasnya.
Penulis tidak mengatakan Liverpool pasti akan menang, tapi setidaknya kalaupun Liverpool kalah, tentunya tidak mungkin mencatatkan nol tembakan tepat sasaran!
***
Kunci keberhasilan Liverpool itu memang di tengah. Stok pemain banyak, kualitasnya setara dan versatile pula. Sembilan pemain inti yakni Henderson, Milner, Wijnaldum, Fabinho, Thiago, Chamberlain, Keyta, Xerdan shaqiri dan Curtis Jones bisa bermain di banyak posisi, termasuk di belakang dan di depan. Selain itu masih ada stok pemain muda seperti Ben Woodburn, Harry Wilson dan Harvey Elliot yang sudah beberapa kali juga bermain dengan tim inti.
Itulah sebabnya sekalipun setengah dari pemain tengah ini cedera, maka Klopp tidak akan terlalu pusing, sebab ia hanya butuh tiga orang untuk dimainkan plus dua orang sebagai cadangan.
Lini depan sebenarnya sudah mulai membaik dengan datangnya Diogo Jota dan Minamino. Sayangnya Jota cedera sedangkan Minamino dan Origi kurang jam bermain. Ketika trio Firmansah mandul, Klopp akhirnya tidak punya solusi.
Sayang Klopp membiarkan bakat Minamino mubazir. Padahal ketika bermain di Salzburg, Minamino dan Haaland adalah pemain bintang. Kasihan Minamino kurang mendapatkan jam bermain karena Klopp terlalu menganak-emaskan trio Firmansah. Padahal Haaland kian bersinar di Dortmund.
Cederanya van Dijk, Gomez, Arnold dan kemudian Robertson akhirnya membuat mata terbuka. Klopp sebenarnya tidak siap karena ia tidak punya pemain belakang yang setara dan siap bermain.
Tsimikas dibeli memang untuk melapis Robertson. Akan tetapi ia tidak pernah dimainkan. Ketika Robertson cedera, Klopp kemudian memainkan Tsimikas dan ia bermain buruk. "Alah bisa karena biasa." Kalau Tsimikas tidak diberi kesempatan dan tidak mendapat jam bermain yang cukup maka ia akan selamanya bermain buruk!
Akhirnya kita bisa mengetahui benang merah persoalan Liverpool ini. Kalau Klopp mau Liverpool bisa bersaing kembali maka syaratnya adalah Klopp harus memperlakukan lini belakang dan lini depan sama seperti lini tengah. Stok pemain harus cukup dengan kemampuan merata. Lakukan rotasi agar semua pemain mendapatkan jam bermain yang cukup, dan terbebas dari cedera parah.
Klopp adalah pelatih hebat walaupun penulis yakin kalau Klopp bukanlah ahli strategi jempolan. Klopp hebat karena ia mampu membuat lini tengah Liverpool begitu digdaya walaupun diisi oleh pemain-pemain biasa dan berusia uzur pula.
Namun sebaliknya Klopp butuh pemain bintang untuk mengisi posisi lini depan dan belakang, sebab ia tak mampu memotivasi pemain biasa-biasa saja agar bisa bermain baik pada posisi tersebut.
Salam sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H