MU (Manchester United) akhirnya berhasil mengkudeta tampuk pimpinan klasemen EPL dari tangan Liverpool setelah berhasil mempecundangi Burnley 1-0 lewat tendangan manis Paul Pogba.
Seketika fans MU Â "menggigil" karena MU sendirian di puncak klasemen pada musim dingin ini.
Maklum sudah lama MU tidak berada di puncak klasemen. Setelah di atas, apakah MU bisa mempertahankannya hingga akhir musim nanti?
Yang teriak "Ole out," mana suaranya?
Yang teriak "Pogba out," mana suaranya?
Yang teriak "Luke Shaw out," mana suaranya?
Sebagian dari fans MU (termasuk Roy Keane, Rio Ferdinan dan Gary Neville) itu memang aneh.
Ketika MU berada di papan tengah klasemen, maka mereka ini akan menghujat para pemain bintang termasuk pelatih MU itu sendiri. Itu karena patokan yang mereka pakai adalah Liverpool yang kebetulan berada di puncak klasemen.
Ketika MU berada di puncak klasemen, maka mereka berpikir kalau MU sudah pasti akan juara.
Lagi-lagi karena patokannya adalah Liverpool! Padahal masih ada Manchester City (kebetulan MU juga baru kalah 0-2 dari City di Carabao Cup. Apakah fans menganggap Ole sengaja mengalah di laga ini?)
Lalu masih ada kuda hitam Leicester City, Aston Villa, Everton dan Hotspur yang bisa saja menjegal langkah MU, City dan Liverpool untuk meraih gelar.
Prestasi MU kini memang moncer. Di saat tim lain "oleng," MU justru bisa bangkit secara perlahan. Rahasianya terletak pada kedalaman skuat MU yang mumpuni plus "sihir" Bruno Fernandes tentunya.
Padahal Bruno Fernandes bukanlah pemain yang selalu terlihat aktif di lapangan. Akan tetapi Fernandes selalu hadir pada momen-momen penting, termasuk dengan mencetak gol krusial bagi kemenangan MU. Itulah sebabnya disebut "sihir Fernandes."
Ibarat pesulap yang ingin menghadirkan ayam panggang, Fernandes tidak perlu harus menguber ayam, memotong, mengulitinya lalu memanggangnya. Fernandes cukup membuka topi sulapnya, memberi mantera sim salabim, lalu taraaa... hadirlah ayam panggang.
Fans kemudian bertepuk tangan dengan senang, sementara Donny van de Beek diam membisu.
Akan tetapi (dalam pandangan penulis) Fernandes memang memiliki "sihir" yang tidak dimiliki oleh pemain-pemain MU lainnya, yakni sifat ngotot. Terutama ketika lawan berhasil merebut bola dari kakinya.
Fernandes pastinya akan berusaha merebut bola kembali, atau setidaknya menempel ketat pemain lawan tersebut agar bola di kakinya itu tidak akan membahayakan gawang MU.
Terkadang penulis takut kalau sifat agresif Fernandes ini akan diganjar wasit dengan kartu kuning. Namun Fernandes ternyata sering beruntung karena wasit mengabaikan agresivitasnya itu.
Coba lihat pemain-pemain MU lainnya, terutama Pogba dan Martial ketika mereka ini dalam posisi menyerang, tapi lawan kemudian berhasil merebut bola dari kaki mereka. Biasanya mereka langsung mematung di tengah lapangan, menutup wajah dengan telapak tangan sambil berseru, "Ya ampyunnn."
Ketika mereka kemudian berbalik, ternyata de Gea baru saja melakukan penyelamatan gemilang lewat sapuan dengkulnya. Kali ini striker lawan yang menutup wajah dengan telapak tangan sambil berseru, "Ya ampyunnn." de Gea sudah mati langkah bergerak ke kiri, bola dicocor ke kanan. Eh bola mengenai dengkul de Gea!
Nah, sihir Fernandes itu terletak pada kecepatan beliau ini bertranformasi dari mode menyerang ke bertahan dan sebaliknya. Kejelian dan kecerdikan membuat ia selalu hadir pada momen-momen krusial bagi MU. Ini yang tidak dimiliki pemain-pemain MU.
Kalau Pogba-Matic dan Mc Tominay-Fred juga punya visi yang sama seperti Fernandes, maka lini tengah akan sepenuhnya menjadi milik MU. Apalagi lini depan MU yang dihuni Martial/Cavani, Rashford dan Mason Greenwood/Daniel James pun termasuk tajam.
Lini belakang MU juga termasuk solid bin komplit, bahkan kelebihan stok pemain. Masalahnya cuma satu, bek tengah sering tidak mendapat perlindungan memadai dari gelandang bertahan.
Ketika serangan MU patah, maka ada jarak yang cukup jauh antara gelandang dengan bek tengah. Kalau yang dihadapi klub seperti Wolves yang punya serangan balik cepat dan memiliki penyerang kekar dan cerdik seperti Adama Traore, maka Maguire dan Bailly/Lindelof jelas akan kesulitan.
Apalagi trio Neto, Moutinho dan Ferreira adalah pelari cepat yang sudah pasti sudah bersiap-siap untuk menerima umpan manis dari Traore.
Jadi kalau MU mau jadi juara EPL lagi, maka kuncinya terletak pada visi pemain tengah.
Pertahanan yang baik butuh pemain belakang dengan skill hebat. MU sudah punya, bahkan berlebih. Di sektor penyerangan, MU juga memiliki penyerang dengan skill tinggi.
Di lini tengah, memiliki pemain dengan skill tingkat dewa saja tidak cukup karena visi pemain lebih dibutuhkan, sebab gaya dan irama permainan diatur oleh pemain tengah.
Sebagai perbandingan, bisa kita ambil dari musuh bebuyutan, Liverpool.
Lini belakang/depan MU dan Liverpool itu boleh dikatakan seimbang. Akan tetapi di lini tengah, nilai dan skill pemain MU itu jauh lebih unggul! Tidak percaya?
Sekarang mari kita hitung, berapa kira-kira nilai pasar trio Milner, Henderson dan Naby Keyta/Xherdan shaqiri. Apalagi skill mereka ini tergolong pas-pasan. Akan tetapi jangan tanya visi mereka ketika bermain. Trio ini sanggup melindungi lini belakang dan mensupport lini serang dengan amat baiknya!
Sekarang kita bandingkan dengan skill/nilai pasar Fernandes, Pogba dan Fred/Scott Mc Tominay. Jelas lini tengah MU jauh lebih unggul dari lini tengah Liverpool.
Akan tetapi fans, terutama Roy Keane sering memaki Pogba, Matic, Fred dan Scott Mc Tominay karena dianggap bermain buruk, sebab bermain tanpa visi.
Tanggal 17 dan 23 Januari ini, MU akan dua kali berhadapan dengan Liverpool. Sekalipun lini belakang Liverpool sedang limbung ditinggal oleh seluruh bek tengah seniornya, akan tetapi kunci permainan akan terletak di lini tengah.
Kalau Fernandes bisa menyatukan visi dengan dua gelandang pivot, maka lini tengah akan dikuasai oleh MU, otomatis MU akan mengendalikan permainan.
Siapa yang lebih dahulu mencetak gol, berpeluang besar untuk memenangkan pertandingan ini, atau setidaknya mengamankan satu poin. Sebab dengan punya tabungan gol, tentunya para pemain akan lebih nyaman mengontrol tempo permainan.
Strategi permainan Liverpool tidak usah dipertanyakan lagi sebab Liverpool hanya punya satu gaya saja, yakni gegenpressing.
Kini tinggal strategi Ole dalam menghadapi Liverpool. Bermain terbuka rasanya kurang tepat karena MU akan segera "dirajam" Liverpool seperti Crystal Palace kemarin itu.
Penulis teringat akan hasil fenomenal ketika MU mengalahkan Liverpool 2-1 pada Maret 2018 lalu. Ketiga gol itu dicetak pemain MU. Dua gol Rashford ke gawang Liverpool dan sebuah gol bunuh diri Bailly ke gawang de Gea.
Seperti biasa, Mourinho sengaja membiarkan Liverpool menguasai lini tengah, tetapi mereka sulit masuk ke kotak penalti MU. Dua buah gol cepat Rashford di menit ke-14 dan 24 lewat skema fast break, membuat MU semakin nyaman mengontrol permainan lewat skema parkir bus.
Strategi parkir bus memang membuat Lukaku terisolasi sendirian di depan. Sekalipun demikian, Lukaku termasuk sukses karena berhasil membuat van Dijk dan Lovren tidak berani naik membantu penyerangan. Tugas mencetak gol menjadi tanggung jawab Rashford yang sukses dua kali mempecundangi Arnold yang ketika itu memang masih bau kencur.
Menarik ditunggu siapa yang akan dipasang Ole untuk menemani Maguire di posisi bek tengah. Bailly atau Lindelof. Kalau tidak cedera sepertinya Bailly lebih baik.
Double pivot juga ada dua opsi. Pasangan sehati Pogba-Matic atau pasangan sejoli Mc Tominay-Fred.
Mc Tominay-Fred lebih kuat bertahan sedangkan Pogba-Matic lebih punya variasi serangan.
Sayap kiri pastinya milik Rashford, tengah menjadi milik Fernandes. Kanan, antara Greenwood dan James. Greenwood skillnya lebih oke, sedangkan James punya kecepatan.
Martial mainnya kadang angin-anginan. Kalau anginnya lagi baik, maka mainnya akan oke pakai banget. Sedangkan Cavani jelas lebih tajam, tetapi tidak siap bermain 90 menit di Liga Inggris yang keras.
Setelah semua persiapan dan strategi selesai dimatangkan, kini tinggal menunggu satu poin penting lagi, yakni hoki yang juga melibatkan VAR (Video Assistant Referee) yang konon menurut Klopp sering menguntungkan MU, hehehe. Entahlah ini sebuah psywar saja menjelang laga North-West Derby, atau memang Klopp sedang depresi menghadapi situasi Liverpool terkini.
Kalau MU bisa memenangkan pertandingan ini, maka bolehlah nama Liverpool dicoret dari kandidat juara, dan MU fokus kepada si tetangga berisik, Manchester City.
Referensi : Seni Mengontrol Laga tanpa Bola ala Mourinho
Salam sepak bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H