Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Mau Jadi Jomlo Aja!

22 Desember 2020   16:40 Diperbarui: 22 Desember 2020   16:47 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sayaaaang...sayang, udah siap belom PR ku?"

"Iya, dikit lagi nih"

"Abis itu kita makan baso ya, aku laper nih. kamu sayang kan sama aku..." kata Mita sambil melingkarkan tangannya di bahuku.

"Duh kalo tanganmu di bahuku, aku gak bisa nulis nih. PR-nya gak kelar-kelar"

"Iya deh aku tunggu di parkiran aja ya say" kata Mita sambil berlalu.

"Duh Gusti, kalo tau gini aku tidak akan mau pacaran!" teriakku dalam hati. Ya Tuhan, ternyata punya pacar itu bukannya enak, aku malah jadi romusha merangkap "jugun ianfu" sekaligus.

Pacaran model begini malah lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Lah, PR-ku saja belum dikerjai malah aku harus mengerjakan PR pacar lebih dahulu. Dasar anak pemalas!

Pacaran belum sebulan, aku sudah langsung bangkrut! Mita ini makannya banyak, suka nonton dan paling doyan main ke mall. Paling sebelnya lagi, Mita ini sangat suka makan petai dan jengkol!

Jangan-jangan aku terjebak dalam toxic relationship! Ini harus segera diakhiri, karena sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala jomlo dan oleh sebab itu toxic relationship harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan peri-kejomloan.

Yah memang salahku juga. Waktu itu Mita merayakan ulang tahun sweet seventeen. Aku kemudian didapuk menjadi pendampingnya. Kebetulan kami berdua memang sama-sama jomlo dan ulang tahunnya samaan pula.

Ketika aku dan Mita berdansa, Mita kemudian berbisik ke telingaku, "kita jadian yuk.." Aku terperangah, dan kurasa aku kebanyakan minum limun, "yuk" kataku. Alu lalu dicipoknya. "sah, sah sah" seru orang-orang di sekelilingku. "Sialan!" aku baru nyadar kalau ada begundal di sekelilingku.

"Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna." Tapi aku kemudian menemukan solusi untuk penyelesaian kasus ini. Bang Sarmili, tukang ojek pengkolan kemudian memberi petunjuk kalau ada orang pinter yang bisa membantu masalahku.

Hari Minggu pagi itu, aku bersama bang Sarmili kemudian goncengan naik motor ke Parung, tempat orang pinter tersebut. 

Sebelum ketemu dengan simbah, aku disuruh melepaskan seluruh pakaian. Jadi aku hanya mengenakan sarung saja, dan tubeless ketika masuk ke ruang praktik. Awalnya aku merasa heran, mosok mau konsultasi saja harus ribet begini. Keheranan itu kemudian terjawab ketika aku berada di dalam ruang praktik.

Tanpa tedeng aling-aling simbah kemudian menyuruhku untuk rebahan dan ia kemudian memegangi kedua pahaku. Aku kemudian menjerit dan lari ketakutan.

Singkat cerita, simbah itu rupanya masih sepupu langsung dari Mak Erot pakar ketimun dari Pelabuhan Ratu, yang tersohor ke seantero jagad itu.

Aku kemudian murka kepada bang Sarmili. Eh dianya malah ngotot, "yang paling oke itu mah memang cuma ini bro." katanya belagak pilon.

"Dari sononya juga jempol gue sudah segede ini bang, kagak perlu diurut-urut lagi!" kataku gemes. "Dasar jaka sembung bawa golok." Akhirnya kamipun pulang dengan tangan hampa.

***

Akhirnya aku menemukan solusi jitu juga terhadap masalahku. Untung ada Donny yang memberitahuku untuk berkonsultasi dengan ibu Yanti, guru BP/BK yang memang memberi bimbingan dan konseling bagi murid-murid di sekolahku.

Awalnya aku ragu dan merasa malu, tapi akhirnya semua berjalan lancar. Bukan hanya masalah dengan Mita saja yang kami bahas, tetapi juga semua tentang diriku.

Aku tidak menyangka kalau ibu Yanti ini begitu baik dan penuh perhatian kepada murid-muridnya. Dan hasilnya kemudian terbukti. Aku dan Mita kemudian putus secara baik-baik.

Kami memang tidak saling menyukai, apalagi jatuh cinta. Hanya karena tidak nyaman dengan status jomlo, kami kemudian memaksakan diri untuk berpacaran. Yah ini memang happy ending yang baik. Aku benar-benar berutang banyak kepada bu Yanti.

Sabtu sore itu aku sudah berkemas-kemas. Hari ini bu Yanti berulang tahun. Mungkin yang ke-35 atau 37 aku tidak tahu pasti. Aku tinggal menunggu jemputan Donny. Rencananya kami berdua akan pergi ke rumah bu Yanti untuk merayakan hari ulang tahunnya. Kado yang kami beli kemarin juga sudah kubungkus dengan rapi.

Nah Donny ini juga mirip kasusnya denganku. Dulu Donny pacaran dengan Maya. Hubungan mereka ini sedikit lebih brutal lagi karena sering berantem di sekolah. Akhirnya bu Yanti turun tangan untuk menyelesaikan persoalan mereka. Ajaibnya Donny dan Maya kini bisa berteman baik seperti tidak pernah ada masalah di antara mereka.

Tiba-tiba hapeku berbunyi, rupanya dari Donny. Ternyata Donny tidak bisa datang karena harus menemani ibunya ke rumah sakit. Yah, terpaksa aku sendiri yang pergi ke rumah bu Yanti.

Waktu menunjukkan pukul 7 malam ketika aku tiba di rumah bu Yanti. Aku kemudian memencet bel. Tiba-tiba hapeku berdering, dari bu Yanti. "Masuk saja sayang, langsung duduk ya, pintu depan juga tidak dikunci" Aku tertegun, "iya bu" jawabku ragu.

Setelah melepas sepatu, aku kemudian duduk di sofa. Rumah bu Yanti terlihat asri dan sepi.

"Hay sayang, makasih ya sudah dateng.."

Aku terperangah melihat penampilan bu Yanti yang mengenakan strapless short dress, menunjukkan lekuk tubuhnya. "Selamat ulang tahun bu Yanti." kataku terbata sambil menyerahkan kado.

"Aduh, makasih ya sayang" kata bu Yanti sambil memeluk, lalu mencium pipiku. Seketika aku merinding.

Aku lalu teringat akan sebuah rumor. Setelah putus dari Maya, Donny kemudian dekat dengan bu Yanti. Konon Togar, senior kami, yang merekomendasikan bu Yanti kepada Donny. Minggu lalu Donny kemudian jadian dengan Shelvy, anak sekolah sebelah. Apakah ada benang merahnya di sini?

Aku kemudian teringat kepada Yanto yang berantem seru dengan Lydia, pacarnya itu di kantin. Mungkin aku akan segera merekomendasikan bu Yanti kepadanya. Tapi aku tak sempat berpikir lagi sebab wangi parfum kemudian menyergapku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun