Dari anak kecil hingga profesor ataupun mantan Menteri sekelas RR kemudian membully Ahok terkait kerugian Pertamina ini. Sebagian lagi meminta Ahok dipecat karena tak becus mengurus Pertamina, anjay!
Eng ing eng...gayung pun bersambut. Lampu sudah dipadamkan dan pertunjukan akan segera dimulai. Terkait pandemi, sebenarnya tak ada dampak langsung dari kinerja Komut dengan kerugian pertamina. Namun Ahok sudah terpancing, apalagi selama ini ia sudah mengamati isi jeroan Pertamina. Tanpa disangka tanpa diduga, Ahok kemudian "menyemburkan lumpur Lapindo" justru ke dalam Pertamina, dan ke induk semang Pertamina itu sendiri! Anjay!
Wajah Kementerian BUMN kemudian memerah seperti kepiting tercyduk air mateng. Ini seperti memeluk pipa minyak simalakama. Dipeluk mati selir tak dipeluk mati selingkuhan. Bacotan Ahok ini membuat Erick Thohir jengah dan serba salah. Ingin rasanya memecat Ahok. Namun, apa yang dikatakannya memang benar, tapi ia sudah bertindak melebihi kapasitasnya sebagai seorang Komut!
Namun kalau Ahok dipecat, akan timbul kesan kalau ada sesuatu di Kementerian BUMN. Tak dipecat, maka ia akan semakin bertingkah pula.
Lalu Kementerian BUMN memberikan klarifikasi.
Dari satu sudut pandang, alasan Kementerian BUMN inipun bisa diterima akal. Perusahaan BUMN, termasuk anak dan cucu perusahaan, pastinya memiliki ribuan jabatan untuk pos Direksi dan Komisaris. Lah kalau anda yang menjadi Menteri, siapakah yang akan anda tempatkan pada pos-pos tersebut? Kalau bini saja kadang susah dipercaya dalam hal uang, apalagi orang yang tak dikenal!
Nah jalan paling lempeng itu tentu saja mengajak "teman-teman yang bisa dipercaya" untuk menempati pos-pos tersebut.
Ahok tentunya juga adalah salah satu dari teman yang bisa dipercaya untuk menduduki jabatan Komut Pertamina. Apakah menempatkan teman pada pos Direksi dan Komisaris itu melanggar aturan?
Tentu saja tidak! Dalam AD (Anggaran Dasar) sebuah PT (perusahaan) RUPS menjadi pemegang supremasi tertinggi. Dalam hal ini pemegang saham mayoritas adalah Menteri BUMN, yang tentu saja dalam kapasitas yang melekat padanya berhak menentukan susunan Direksi dan Komisaris perusahaan BUMN. Lantas dimana salahnya?
Ketika Erick Thohir baru dilantik sebagai menteri, ia meminta Direksi BUMN tidak perlu lobi-lobi ke Menteri BUMN. Kalau memang baik, pasti akan dipertahankan, tegas Erick kala itu.
Dari sudut pandang para Direksi sendiri, lobi-lobi ke Menteri BUMN itu adalah langkah yang logis dan tepat. Sebab tidak semua direksi itu adalah orang yang kompeten atau menjabat di perusahaan yang sehat pula. Lobi-lobi adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan karir. Manusiawi kan?