Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tunggu Tanggal Mainnya, Cluster New Cinema!

2 September 2020   16:45 Diperbarui: 2 September 2020   17:04 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kita mengalami lonjakan pandemi Covid-19. Bahkan Pemerintah Malaysia baru saja mengumumkan penutupan pintu masuk bagi seluruh warga negara Indonesia, termasuk juga bagi para pemegang PR (Permanent Residence) Student Pass, Professional Visit Pass dan juga Spouse Visa, yakni pasangan keluarga WNI-WN Malaysia!

Entah apa yang mau kita cari dengan ide pembukaan bioskop ini. Oke, mari kita hitung-hitungan secara bisnis. Berapa pajak/retribusi yang masuk ke kas Pemda? Berapa ribu tenaga kerja yang bisa diserap oleh bisnis bioskop ini?

Sekarang kita hitung mudaratnya. Tanggal 6 April 2020 lalu, Kementerian Keuangan mengeluarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-275/MK.02/2020 sebagai pedoman bagi Rumah Sakit mengajukan klaim ke Kementerian Kesehatan untuk mengganti biaya perawatan pasien Covid-19.

Surat ini kemudian menjadi rujukan untuk menghitung tarif klaim pasien rawat inap Covid-19. Untuk pasien Covid-19 tanpa komplikasi, biaya perawatan di ruang ICU dengan ventilator Rp 15,5 juta per hari dan tanpa ventilator Rp 12 juta per hari.

Berdasarkan ketentuan tarif diatas, setidaknya biaya perawatan pasien Covid-19 itu bisa mencapai Rp 100 juta -- Rp 200 juta/orang. Lalu kalau nantinya ditemukan seribu orang saja pasien rawat inap Covid-19 dari cluster bioskop, coba hitung berapa biaya yang harus dikeluarkan. Apakah biaya pengeluaran itu sebanding dengan pemasukan dari pajak/retribusi tadi? Tentu saja tidak!

Saat ini dunia sedang terdampak pandemi dan kita menjadi jajahan Covid-19. Dalam situasi begini, sudah seharusnya kita tetap sadar dan eling akan posisi kita. Setiap tindakan ceroboh dan gegabah pastinya akan mengundang kekejaman dari sang penjajah.

Ide pembukaan bioskop ini adalah sebuah tindakan tidak profesional, dan menunjukkan betapa rendahnya kapasitas bernalar secara komprehensif dari sipengusung ide itu sendiri.Bahasa halusnya, orang ini sama sekali tidak tahu dan tidak mengerti apa yang sedang dibicarakannya.

***

Kita memang tidak pernah kekurang ide, termasuk ide yang nyeleneh. Tetapi kita selalu kesulitan untuk mengimplementasikan dan mengawasi agar ide itu bisa berjalan dengan baik dan benar.

Kalau sekiranya bioskop dibuka kembali dengan protokol Kesehatan termasuk pembatasan jarak penonton. Lalu siapa yang incharge untuk memastikan hal tersebut bisa berjalan dengan baik dan benar? Apakah orang tersebut punya kapasitas/kecakapan untuk melakukan hal tersebut?

Coba bayangin sekiranya ada pasangan kekasih nonton berduaan dengan duduk terpisah satu kursi. Pasti rasanya seperti makan rujak tanpa bumbu, ambyar. Lima belas menit berlalu, mereka duduk tetap terpisah, tetapi kini tangan mereka sudah bertaut melewati kursi kosong tadi. Apakah ini termasuk legal? atau haram dalam hukum social distancing?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun