Jadi penelitiannya masih dilakukan dalam tabung reaksi dan piring kultur sel, dan belum diujicobakan dalam tubuh mahluk hidup seperti cebong, kodok, kampret atau kadal gurun misalnya.
Nah, bermodalkan uji molecular dan uji in vitro di laboratorium Balitbangtan saja, Kepala Badan Litbang Pertanian Kementan, Fadjry Djufry dan bos-nya itu “berani” meng-klaim kehandalan minyak kayu putih ini untuk membunuh Covid-19. Bukan itu saja, mereka juga berencana untuk memproduksi secara massal dan memperjual-belikan minyak kayu putih ini sebagai obat untuk pengobatan Covid-19!
Pihak Kementan ini jelas “berbicara” di luar tupoksinya. Ironisnya lagi Kementan ini tidak memahami prosedur dan tahapan-tahapan yang harus dilalui dari sebuah penemuan obat baru hingga ke tahap pemasaran obat itu nantinya.
Bukan hanya gegabah, tetapi tindakan ini juga melawan undang-undang kesehatan dan peredaran obat.
Tapi tampaknya menteri ini sadar betul kalau orang Indonesia itu sangat percaya kepada takdir.
Orang lahir, jatuh cinta, kawin, berselingkuh, sakit dan mati pun karena takdir. Memang ada juga sebagian warga yang berani melawan takdir, misalnya ketika diputus pacar pas lagi sayang-sayangnya.
Mereka ini lalu memanggil dukun untuk bertindak. Tapi jumlah orang seperti ini sangatlah kecil.
Jadi kalau nantinya kalung ini pun tidak sesuai dengan ekspektasi, maka ini pun bisa diterima sebagai sebuah takdir juga…
***
Lantas, apa kira-kira tanggapan Soekarno dan Hatta terhadap isu ini?
Sang proklamator pastinya akan sedih dan kecewa melihat kenyataan ini. “Kemerdekaan itu ternyata adalah sebuah kesalahan besar!”