Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies Menyerah, Bansos DKI Diambil Alih Mensos!

30 Juni 2020   18:30 Diperbarui: 30 Juni 2020   18:32 5202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan, sumber : https://awsimages.detik.net.id/

Ternyata ada yang lebih Basw-edan dari seorang Novel...

 Teka-teki polemik antara Anies Baswedan dengan tiga menteri (Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Sosial Juliari Batubara dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy) terkait data bansos untuk warga DKI Jakarta yang terdampak pandemi covid-19 pada bulan Mei 2020 lalu akhirnya terjawab sudah.

Pekan lalu Menteri Sosial Juliari Batubara akhirnya bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta untuk membahas soal bansos bagi warga Jakarta ini.

Dengan menahan rasa malu, Anies akhirnya angkat tangan pertanda menyerah. Anies memastikan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak akan melanjutkan program bansos berupa bantuan sembako bagi warga yang terdampak karena kas Pemprov DKI Jakarta sedang cekak!

Dengan pernyataan Anies ini, maka mau-tak mau, suka-tak suka, Menteri Sosial Juliari terpaksa kemudian harus memikul tanggung jawab dari pundak Anies, agar program  bantuan sembako bagi seluruh warga DKI Jakarta yang terdampak pandemi Covid-19 ini bisa berlangsung .

Dengan kata lain seluruh bansos bagi warga DKI Jakarta kini ditangani oleh Pemerintah Pusat!

Kepada Mensos Juliari, Anies mengatakan bahwa ia berencana untuk mengganti program bansos tersebut dengan program lain yang memiliki skema berbeda.

Terpisah, Mensos Juliari sendiri tidak menjelaskan kepada publik perihal program baru Anies tersebut. Penulis sebenarnya ingin tertawa, tapi takut dosa. Soalnya ini menyangkut urusan perut jutaan warga Jakarta yang terdampak pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, sebelumnya tiga orang menteri dalam kabinet Jokowi "tega" mengeroyok seorang gubernur terkait bansos bagi warga DKI Jakarta yang terdampak pandemi Covid-19.

Awalnya Menteri Keuangan menyerang Anies dengan menyebut Pemprov DKI Jakarta sengaja melepas tanggung jawab bansos bagi 1,1 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat) kepada Pemerintah Pusat karena ketiadaan dana.

Konflik kemudian berlanjut ketika Menteri Sosial, Jualiari Batubara juga mengeluhkan sikap Anies yang cidero janji. Dalam Ratas (Rapat Terbatas) antara  Pemerintah Pusat dengan Gubernur DKI Jakarta tanggal 30 Maret 2020 sebelumnya, telah disepakati bahwa Pemprov DKI Jakarta akan menanggung bansos bagi 1,1 juta jiwa bagi warga yang terdampak. Sedangkan sisanya yang 3,6 juta jiwa lagi akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Kenyataanya di lapangan terjadi tumpang tindih data penerima bansos. Orang yang tidak berhak malah mendapat bansos, sedangkan KPM (Keluarga Penerima Manfaat) justru tidak mendapat bansos.

Yang lebih gila lagi, ada warga penerima bansos Kemensos orangnya sama dengan warga penerima bansos DKI! Akibatnya bisa ditebak. Terjadilah kekacauan!

Analoginya begini. Misalnya di Kelurahan Mampang Pela, warga terdampak penerima bansos DKI itu ada seribu keluarga. Sedangkan warga penerima bansos Kemensos ada empat ribu keluarga.

Ternyata ada 400 nama dan alamat yang sama sebagai penerima bansos DKI maupun sebagai penerima bansos Kemensos.

Artinya anak buah "Bang Jali" cukup membagi bansos kepada 600 keluarga saja, tetapi kemudian mencatat seribu keluarga telah menerima bansos "Bang Jali."

Pertanyaannya adalah, berapakah data valid jumlah warga yang terdampak di Kelurahan Mampang Pela tersebut?

Apakah 5.000 keluarga (1.000 + 4.000)  atau 4.600 keluarga saja (600 + 4.000)  

"Kecurangan" ini awalnya tidak terdeteksi sampai akhirnya data warga penerima bansos Kemensos dan warga penerima bansos DKI disinkronisasi.

Jadi masalah penyaluran bansos di DKI Jakarta itu ada dua. Pertama, ada yang tidak tepat sasaran. Kedua, ada data ganda dari penerima bansos.

Sebelumnya, lewat telekonferensi dengan Ma'ruf Amin, Anies kemudian melaporkan bahwa Pemprov DKI sudah menyiapkan dana bansos sebesar Rp 4,57 triliun bagi warga terdampak dengan perincian, setiap keluarga nantinya akan mendapatkan dana sebesar Rp 880 ribu.

Data-data warga DKI Jakarta penerima bansos tersebut, sebelumnya juga sudah diserahkan kepada kemensos agar tidak tumpang tindih dengan data warga DKI Jakarta penerima bansos dari Pusat.

Pemprov DKI Jakarta kemudian mulai membagikan bansos tahap pertama pada periode 9-25 April 2020 lalu. Targetnya adalah 1.194.633 keluarga.

Menurut Anies sendiri, tingkat keberhasilan penyaluran bansos ini mencapai 98,4 %. Jadi hanya 1,6 % saja yang tidak tepat sasaran.

Akan tetapi lain padang lain belalangnya, lain burung lain pula corak dan warna bulunya! Lain pendapat gubernur lain pula pendapat laman resmi pemantauan corona Pemprov DKI Jakarta, yang mengatakan bahwa tingkat keberhasilan penyaluran bansos ini hanya 87,8%, yakni menjangkau 1.049.317 keluarga saja.

Artinya ada 12,2 % yang tidak tepat sasaran. Laman ini sendiri tidak mencatat data ganda penerima bansos yang sama.

Kisruh penyaluran bansos ini kemudian menyeret Menteri Koordinator PMK (Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) Muhadjir Effendy untuk berkomentar bahkan menegur pak gubernur.

Kekesalan Muhadjir, sosok yang menggantikan Anies sebagai Mendikbud pada 2016 lalu itu terutama terkait sinkronisasi dan koordinasi data warga penerima bansos, sehingga mengakibatkan kekacauan yang kemudian dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menyerang pemerintah.

***

Terkait serangan dari Menteri Keuangan yang menyebut kas DKI cekak, Anies berkilah bahwa kas DKI itu bukan cekak, tetapi mereka hanya kesulitan "cash-flow"saja.  Apalagi Pemerintah Pusat pun belum membayar utang DBH (Dana Bagi Hasil) sebesar Rp 5,1 triliun kepada DKI.

"Pisau cukur bukanlah golok, kalau nuduh jangan sembarangan ya mpok!" Demikianlah kira-kira tangkisan Sang Juragan.

Ternyata pada 23 April 2020 lalu, Pemerintah Pusat sudah membayar DBH sebesar Rp 2,6 triliun kepada DKI. Sisa Rp 2,5 triliun lagi baru akan dibayarkan setelah laporan audit BPK terhadap Pemprov DKI Jakarta itu selesai. Artinya kalau rapornya jelek, apalagi sampai "kebakaran" maka dana tersebut tidak akan turun. Demikianlah ketentuannya.

"Bukan silet tapi sembilu, bukan samurai tapi golok. Kalo ngomong itu mikir dulu supaya tidak kelihatan goblok!" balasan dari mpok kasir.

Apapun itu, sembilu atau golok, yang jelas kas DKI memang cekak, dan gak tau dimana bocornya.

Kalau dana cekak pastinya tidak akan ada bansos bagi warga.

Emangnya bisa beli sembako pake daun, apalagi pohon-pohonnya pun sudah habis ditebang Bang Jali?

Tapi untunglah ada solusinya. Pemerintah pusat akhirnya bersedia mengambil alih tanggung jawab penyaluran bansos tersebut kepada warga yang terdampak.

Pada akhirnya, memang itulah tugas pokok dan fungsi dari Pemerintah, baik Daerah maupun Pusat, yaitu membuat rakyatnya hepi, hepi dan hepi...


Referensi:

tribunnews.com

nasional.kompas.com

medcom.id

cnbcindonesia.com

cnbcindonesia.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun