Kenyataanya di lapangan terjadi tumpang tindih data penerima bansos. Orang yang tidak berhak malah mendapat bansos, sedangkan KPM (Keluarga Penerima Manfaat) justru tidak mendapat bansos.
Yang lebih gila lagi, ada warga penerima bansos Kemensos orangnya sama dengan warga penerima bansos DKI! Akibatnya bisa ditebak. Terjadilah kekacauan!
Analoginya begini. Misalnya di Kelurahan Mampang Pela, warga terdampak penerima bansos DKI itu ada seribu keluarga. Sedangkan warga penerima bansos Kemensos ada empat ribu keluarga.
Ternyata ada 400 nama dan alamat yang sama sebagai penerima bansos DKI maupun sebagai penerima bansos Kemensos.
Artinya anak buah "Bang Jali" cukup membagi bansos kepada 600 keluarga saja, tetapi kemudian mencatat seribu keluarga telah menerima bansos "Bang Jali."
Pertanyaannya adalah, berapakah data valid jumlah warga yang terdampak di Kelurahan Mampang Pela tersebut?
Apakah 5.000 keluarga (1.000 + 4.000) Â atau 4.600 keluarga saja (600 + 4.000) Â
"Kecurangan" ini awalnya tidak terdeteksi sampai akhirnya data warga penerima bansos Kemensos dan warga penerima bansos DKI disinkronisasi.
Jadi masalah penyaluran bansos di DKI Jakarta itu ada dua. Pertama, ada yang tidak tepat sasaran. Kedua, ada data ganda dari penerima bansos.
Sebelumnya, lewat telekonferensi dengan Ma'ruf Amin, Anies kemudian melaporkan bahwa Pemprov DKI sudah menyiapkan dana bansos sebesar Rp 4,57 triliun bagi warga terdampak dengan perincian, setiap keluarga nantinya akan mendapatkan dana sebesar Rp 880 ribu.
Data-data warga DKI Jakarta penerima bansos tersebut, sebelumnya juga sudah diserahkan kepada kemensos agar tidak tumpang tindih dengan data warga DKI Jakarta penerima bansos dari Pusat.