Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Para Influencer Kehilangan Hati dan Kendali

22 Juni 2020   16:59 Diperbarui: 22 Juni 2020   17:13 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ernest Prakasa, sumber : https://asset.kompas.com/

"Bukannya saya enggak mau ngucapin, tapi saya bingung mau ngomong apa pak ngucapinnya, karena saya mix feeling, ingin 100 persen berbunga-bunga, tapi sejujurnya saya agak kecewa juga sama bapak selama jadi presiden,"
Ernest  | #HBD59Jokowi

Ucapan selamat ulang tahun di negeri ini pun ternyata sudah berubah makna menjadi seperti ucapan selamat natal bagi kaum Nasrani.

Sejak era reformasi, beberapa warga/kelompok warga tertentu telah mengharamkan ucapan selamat natal untuk kaum Nasrani karena dianggap bisa mengganggu akidah.

Dalam pandangan penulis yang juga seorang Nasrani, hal ini bisa dimaklumi. Akidah jauh lebih penting daripada sekedar ucapan selamat natal. Apalagi perayaan natal pun tetap dan pasti akan berlangsung juga walaupun tak ada orang yang mengucapkannya.

Ibarat pesta kawin, apakah ijab Kabul akan batal seandainya tetangga satu RT pengantin wanita mengancam tidak akan mengucapkan selamat kepada penganten tersebut?

Teranyar, seorang komika yang juga aktor dan sutradara ternama Indonesia, Ernest Prakasa mengalami halu juga terkait ucapan selamat ulangtahun ini.

Sisi kemanusiaan dan perubahan pandangan politik yang bercampur aduk, ternyata bisa mengganggu "akidah" seorang Ernest untuk mengucapkan selamat ulangtahun kepada "mantan sahabat"yang juga Presiden Indonesia, Joko Widodo.

Apakah Pakde tidak jadi tiup lilin gara-gara seorang Ernest halu dengan akidahnya?

Mengapa dibuat rumit? Mengucapkan atau tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepada seseorang adalah urusan kemanusiaan, terlepas apakah yang bersangkutan itu seorang teman atau lawan.

 Dengan "berat hati" Ernest kemudian membuat ucapan selamat ulang tahun kepada Pakde melalui video berdurasi 2 menit 15 detik yang diunggah di akun Instagram @ernestprakasa. "Selamat ulang tahun ke-59 Pak @ jokowi. Ini ada sedikit ucapan plus uneg-uneg dari saya. Peace,"

Kenapa video tersebut diunggah di akun Instagram @ernestprakasa, bukan langsung disampaikan secara pribadi kepada yang bersangkutan?

Nah, disinilah terletak koentji djawabannya. Ernest mungkin tidak perduli lagi kepada Pakde, seperti juga Pakde yang "tidak perduli lagi."kepada Ernest. Artinya tidak ada lagi "hubungan pribadi" dengan Pakde. Itulah sebabnya Ernest tidak mengirim ucapan selamat ulangtahunnya itu secara pribadi.

Akan tetapi, Ernest ingin orang kebanyakan (termasuk followersnya) paham akan "perubahan akidahnya" tersebut, yakni Ernest sekarang kecewa dengan Pakde.

Kalau kecewa, kenapa tidak dikatakan langsung kepada Pakde? Siapa tahu lagi mujur dan bisa mendapat penjelasan langsung dari Pakde dan Bude...

***

Perubahan pandangan politik (termasuk juga hubungan bisnis) adalah hal yang lumrah terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada penulis.

Pada periode pertama kepemimpinan Pakde, penulis memberi nilai 8,5 untuk performa keseluruhan rapor beliau. Namun pada periode kedua ini, penulis hanya memberi nilai 6 saja kepada Pakde.

Selain Wapres dan kabinetnya "kurang nendang" kebijakannya pun terkesan "maju-mundur" yang kemudian membuat banyak pengusaha menjadi halu.  

Tapi harap diingat, pemerintahan di seluruh dunia pun rapornya memang "manurung" ke bawah. Semuanya babak belur dihajar pandemi Covid-19.

Dan ingat juga, tak ada seorang pun boleh memaksa kita untuk suka atau tidak suka kepada Pakde, termasuk juga jika kita bersikap pura-pura tidak suka padahal suka, ataupun sebaliknya!

Dunia memang berubah mengikuti paham hedonisme dan egoisme. Menjadi populer adalah jalan praktis menuju paham tersebut. Kepopuleran selalunya akan diikuti followers. Dan followers selalunya mendatangkan iklan, endorse yang berujung kepada fulus. Dimana fulus pada akhirnya akan mengundang hedonisme dan egoisme secara otomatis.

Om Lukas dan Matius dalam bukunya berkata, "karena dimana popularitasmu berada maka di situ jugalah hatimu berada." 

Popularitas itu selalunya ada dalam pikiran/otak yang berada dalam kepala seseorang. Otak bekerja dengan nalar, dan perhitungan untung-rugi. Ketika orang beristirahat/tidur, maka otaknya pun beristirahat juga.

Sementara itu hati bekerja dengan belas kasih dan ketulusan. Terselip di rongga dada, hati terus menerus bekerja sekalipun pemiliknya sedang beristirahat.

Tentu ada makna filosofis terkait kondisi ini oleh sang Khalik. "Seburuk-buruknya sifat jahat seseorang, setidaknya ketika ia beristirahat/tertidur, maka ia akan menjadi seorang yang baik pula"

Artinya ketika tertidur, tidak akan pernah kelihatan sifat jahat dari seseorang itu.

Nah, Ketika hati terlalu dekat dengan otak seseorang, maka itu sangatlah berbahaya. Hilanglah belas kasih dan ketulusan tadi, tergantikan oleh nalar dan perhitungan untung-rugi.

Mari kita lihat beberapa kemungkinannya di bawah ini,

Pertama, Kalau Ernest mengirim video ucapan selamat ulang tahun tersebut langsung secara pribadi kepada Pakde, maka ia akan rugi sebab followersnya dan orang banyak tidak akan mengetahui "perubahan akidah" Ernest tersebut. Artinya ia kehilangan momentum untuk menjadi semakin popular.

Kedua, Ernest ternyata mengirim video ucapan selamat ulang tahun tersebut melalui akun IG-nya. Kini Namanya disebut-sebut, termasuk juga lewat komen-komen dari haters Ernest sendiri. Artinya momen ulang tahun Pakde itu memang pas diganduli untuk membuat semakin popular.

Ketiga, kalau memang tak suka, mengapa harus mengucapkan selamat ulang tahun kepada Pakde?

Kan tidak ada kewajiban juga bagi warga harus mengucapkan selamat ulang tahun?

Ini memang era demokrasi dan kebebasan berpendapat. Tapi tetaplah dibutuhkan sikap arif bijaksana dari semua pihak. Saat ini kita sedang menghadapi pandemi Covid-19 di tengah kelesuan perekonomian global. Selain itu kita juga selalu dihantui ancaman disintegrasi dan aksi terorisme untuk memecah belah keutuhan bangsa.

Kita sepakat untuk menjunjung tinggi hak kebebasan berpendapat, akan tetapi tetap dibutuhkan kedewasaan berpikir, karena tidak semua warga beruntung dapat mempergunakan "pikirannya" dengan cara yang baik dan benar pula.

Kaum "lemah jiwa fakir pikir" kemudian menjadi sasaran empuk dari para influencer ini. Capek kan ribut-ribut terus? Jadi mari kita jaga hati kita agar tidak lari ke kepala, apalagi ke dengkul...

Referensi: Kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun