"Orang miskin mah enak." Dapat BLT, Raskin, Telur, Susu, Dana Bansos, Dana BOS gratis. Anak-anaknya pun diberikan tas dan sepatu plus buku-buku secara gratis. Beli gas 3 kg juga dapat subsidi.
Bagi yang tinggal di Jakarta, justru lebih enak lagi, bisa beli rumah dengan DP 0%.
Selain itu orang miskin juga tidak perlu membayar asuransi kesehatan seperti BPJS, karena preminya seluruhnya ditanggung oleh Pemerintah Pusat.
Nah lucunya, katanya orang miskin di Indonesia itu berkisar 10% saja, atau 24,79 juta jiwa per Desember 2019. Akan tetapi dari data BPJS sendiri, pada saat ini jumlah PBI (Penerima Bantuan Iuran) mencapai 133,5 juta penduduk, dimana 96,5 juta ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan 37 juta ditanggung oleh Pemerintah Daerah!
Kemudian, untuk peserta dari sektor formal ada sebanyak 17,7 juta PPU (Pekerja Penerima Upah) dari pegawai negeri dan sebanyak 36,4 juta dari Badan Usaha. Besar preminya adalah sebesar 5% dari gaji, dimana porsi pemberi kerja 4 persen dan pekerjanya 1 persen.
Adapun PBPU (pekerja Bukan Penerima Upah) mandiri yang didaftarkan ada sebanyak 30,4 juta dan BP (Bukan Pekerja) ada sebanyak 5 juta.
Dari data di atas, ternyata yang membayar penuh iuran BPJS itu selama ini adalah PBPU dan BP, dengan jumlah 30,4 juta plus 5 juta setara 35,4 juta jiwa.
Artinya, seharusnya "orang miskin" sama sekali tidak boleh dilibatkan (termasuk mengatasnamakan mereka ini) dalam urusan kenaikan iuran BPJS!
Lah yang iurannya disubsidi saja berjumlah 133,5 juta penduduk, yang artinya adalah 60% dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Itu gak bayar blas sama sekali loh!
Artinya ternyata bukan cuma warga miskin saja yang disubsidi. WSM, dan jangan-jangan WK (Warga Kaya) iurannya juga disubsidi oleh negara!
Ketika kemudian ada yang berteriak-teriak mengenai kenaikan iuran BPJS ini, maka kemungkinannya ada empat.