Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita di Balik Kelambu

11 April 2020   17:29 Diperbarui: 11 April 2020   22:18 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yanti adalah sohib Andi sejak SMP. Walaupun sudah lama tak bersua, mereka selalu terhubung lewat medsos.

Pada suatu kali, Yanti yang tinggal di desa itu meminta tolong lewat telfon kepada Andi untuk dibelikan sebuah kelambu.

Andi yang penasaran lalu mengajak bertemu untuk mencari tahu kisah tentang kelambu itu.

Dari sinilah cerita ini berawal...

"Andi, sini...!"

Sebuah teriakan manja memaksaku untuk berpaling ke arah suara tersebut. Terlihat sesosok bidadari dengan senyum mempesona, membuatku terpana dalam bisu.

Tanpa kusadari, tiba-tiba saja bidadari itu sudah berada di depanku, meraih tanganku dan mengguncang-guncangnya dengan penuh sukacita.

"Apa kabarmu mas bro..."

Tanpa menunggu jawaban dari mulutku yang masih terkunci, ia sudah menarikku ke sudut kafetaria itu.

Memang susah untuk dipercaya. Dulu Yanti ini tubuhnya kurus kerempeng dengan kulit rada gelap. Eh, ternyata sesudah menikah, memiliki sepasang anak dan tinggal di kampung, penampilannya justru terlihat bak seorang artis papan atas Hollywood, atau setidaknya Bollywood gitulah.

Aku sungguh terpesona dibuatnya. Padahal dulu itu aku sengaja menghindar darinya agar bisa pacaran dengan Rini yang penampilannya bohay itu.

Pacaranku dengan Rini pun hanya berjalan setahun. Kami bubar karena berjauhan. Aku kuliah di Surabaya, sedangkan Rini kuliah di Medan. Padahal kami berdua itu tak kuat menanggung rindu. Aku juga orangnya susah tidur nyenyak kalau terlalu lama tak dipeluk...

Sejak perpisahan itu aku tidak pernah lagi bertemu dengan Rini, hingga dua bulan lalu.

Setelah menikah dan punya anak kembar empat, penampilan Rini pun berubah total! Ia kini tampak seperti kembaran Nunung Srimulat dengan kulit yang jauh lebih gelap.

Rupanya, sejak tiga tahun lalu Rini sudah berpisah dengan suaminya. Kini hampir setiap saat aku berusaha menghindar darinya...

"Eh, mana kelambuku mas bro" bisik Yanti sampil meneguk jus jeruknya.

"ini, aku belikan dua set" kataku sambil menyerahkan sebuah bungkusan plastik.

"Thankyou ya bro, soalnya di kampungku sekarang rada susah nyari kelambu yang bagus, gampang sobek!"

"Eh, ngemeng-ngemeng untuk apa sih hare gene kamu pakai kelambu, rasanya zaman ibuku pun sudah gak pakai kelambu lagi. Di kampungmu banyak nyamuk ya" tanyaku dengan rasa heran.

"Hmmm...ada deh. Nyamuk sih gak ada, tapi aku dan mas Tony suka aja sih kalau tidur pakai kelambu. Apalagi kadang-kadang kami itu suka buka jendela..."

Glek, aku terpaksa menelan ludah ketika mendengar jendela terbuka.

Setelah celingukan ke kiri dan kekanan, Yanti kemudian berbisik ke telingaku, "sebentar lagi akan berlaku PSBB, lockdown, dan semua warga terkurung di rumahnya sendiri..."

"Trus, apa hubungannya dengan kelambu?" tanyaku dengan nafas tertahan. Apalagi nafas Yanti yang mengenai telingaku itu membuatku gagal fokus.

"Nah, tuh dia. Kalau pasutri itu di-lockdown terus di rumah, trus mau ngapain? katanya sambil cekikikan.

"Lha ngapain? kataku kebingungan," maklum aku itu jomblo ngenes yang bibirnya sudah puasa lebih dari dua tahun.

"Hahahaha... mas bro, mas bro.." Yanti kini tak dapat menahan tawanya.

Mukaku kemudian memerah setelah menyadari arti dari omongan Yanti tadi. Tapi sudah kepalang basah, "ceritain dong" kataku dengan nafas memburu.

"Hmmm, gini deh, rencananya kelambu itu akan berfungsi seperti masker raksasa bagi ranjang dan penghuni yang berada di dalamnya, hehehehe... Nah, setelah mandi dan bersih-bersih, kita tinggal buka baju di luar kelambu trus nyemplung ke atas ranjang..."

"Ih.. aku berteriak kaget tanpa bisa menahan suara! Kini tenggorokanku tercekat membayangkan kelambu yang kubeli juga tadinya bersamaan dengan milik Yanti. Aku itu bobonya sorangan wae, mau sarungan atau polos, ya sami mawon...

Samar-samar suara Lord Didi Kempot melantunkan lagu Pamer Bojo terdengar dari saluran tivi, berbarengan dengan suara adikku yang berteriak memanggil sembari menggoyang-goyangkan lenganku, "mas, mas bangun mas"

Rupanya aku tertidur di kursi sembari memegang brosur diskon gila-gilaan dari sebuah toserba yang akan tutup. Dibrosur itu tertulis, "Dalam rangka menyambut kedatangan Covit-19, kelambu magic seharga Rp 200K kini hanya Rp 50K saja, buruan segera sebelum stock habis"

Ondeh mandeh rupanya aku bermimpi...

"Mas, mas itu dicariin mbak Rini, soalnya simbaknya sudah nungguin dua jam dari tadi" kata adikku lagi.

"Modhyar aku!" Soalnya ini beneran bukan mimpi. Ambyar tenan!


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun