Akan tetapi masih ada jalan lain yang justru lebih praktis dan berbiaya murah.
Kalau seandainya gubernur berhalangan tetap atau lengser keprabon, maka otomatis sang Wagub yang akan naik menjadi gubernur pengganti.
Tentunya Ariza tidak akan ujug-ujug melakukan kudeta di Balai kota, bahkan sebelum dirinya dilantik secara resmi menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta...
Nah di sinilah dituntut kejelian Ariza untuk memainkan perannya bagi kepentingan pribadi dan sekaligus kepentingan partai tadi. Sebab seperti adagium kedua politik tadi, selama Abas itu tidak berseberangan dengan kepentingan partai, maka ia tetaplah seorang teman yang tidak boleh diganggu.
Sebagai seorang politisi kawakan, Ariza tentu paham akan ketentuan ini. Ia akan bersabar saja sambil mengamati keadaan di sekelilingnya, sampai sebuah momen keberuntungan datang menghampirinya.
Ini memang seperti main layangan, harus pintar membaca arah angin. Kapan harus mengulur, menarik dan menyentak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H