Sebagai seorang Wagub, tentunya langkah Ariza menapak ke atas kini sudah lebih mudah.
Ariza bukanlah "Wagub kacangan" atau sekedar ban serep saja, seperti wagub-wagub lainnya.
Ariza adalah politisi jempolan yang sudah kenyang makan asam garam. Duet Abas-Ariza ini pun setara bak duet Jokowi-Ahok zaman DKI tahun 2012-2014 kemarin.
Sebagai catatan, penulis hanya membandingkan popularitas semata, bukan kinerja dari kedua pasangan : )
Sebagai seorang politisi, Ariza bahkan lebih unggul dari Abas dalam hal "positioning."
Dalam beberapa wawancara dengan wartawan atau acara debat, Ariza terlihat memahami konteks yang ditanyakan atau diperdebatkan, walaupun ia memberi jawaban yang agak berbeda atau sulit untuk diimplementasikan. Hal ini bisa dimengerti, mengingat posisinya yang memang berseberangan dengan pemerintah.
Sebaliknya dengan Abas yang "terbeban sebagai orang pintar," sehingga merasa bahwa ia harus menjelaskan untuk setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Apakah setiap pertanyaan harus dijawab? Tentu saja tidak, karena sebagiannya merupakan jebakan batmen!
Alih-alih mengelak dengan jawaban diplomatis, Abas sebaliknya berusaha menjawabnya dengan berbagai retorika yang justru membuat sipenanya tadi tersipu malu.
Pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 lalu, pasangan  Hendardji-Ariza mencoba peruntungan lewat jalur independen. Untung tak dapat dipeluk malang tak dapat ditendang. Pasangan ini pun tersungkur dengan perolehan suara hanya dua persen saja.
Tampaknya kalau Ariza ngotot berduel head to head melawan petahana pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2022 nanti, kans untuk menang sepertinya akan tipis juga.