Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aku (Bukan) Penyiram Air Keras Novel Baswedan

29 Desember 2019   16:55 Diperbarui: 29 Desember 2019   16:59 6997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polri akhirnya berhasil mengungkap tersangka pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, setelah menangkap dua pelaku berinisial RM dan RB. Keduanya ternyata adalah anggota Polisi (Brimob) aktif berpangkat Brigadir.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Mabes Polri yang selama ini sudah bersusah payah untuk mengungkap kasus ini, kita berharap agar kasus ini tidak berhenti sampai kepada dua tersangka ini saja, sebab keduanya jelas bukanlah aktor intelektual dibalik kasus ini.

"Siapa yang mendalilkan harus membuktikan!"

Itulah panduan utama untuk bisa "menikmati" kasus ini, sebab "ilmu cocok-logi" hanya akan berujung kepada debat kusir yang sia-sia belaka.

Ini adalah artikel keenam yang saya tulis di Kompasiana mengenai Novel Baswedan sejak Juni 2017 lalu, dan jujur saja penyelesaian kasus Novel selama dua setengah tahun ini seperti berjalan ditempat saja.

Seharusnya kasus penyiraman air keras terhadap Novel ini adalah murni kasus kriminal (yang bisa saja berlatar dendam pribadi maupun politis) namun dalam perjalanannya kemudian dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu menjadi masalah politik.

Suka tidak suka, "penderitaan Novel" ini kemudian dijadikan komoditas dagangan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik, mulai dari Kuningan (markas KPK) hingga ke Monas sana.

Komisioner KPK 2015-2019, Saut Sitomorang sendiri bahkan memberikan gratifikasi, sebuah sepeda kepada orang yang berhasil menangkap pelaku penyiraman Novel.

"Seniman" ini mungkin pengen numpang tenar lewat "air keras" tapi malah menabrak pondasi dari pemberantasan korupsi itu sendiri. Sebab, "Aparat negara itu dilarang memberikan atau menerima gratifikasi ke/dari orang lain!"

Masih ingat dengan gitar pemberian band Heavy metal Metalica kepada presiden Jokowi, yang kemudian "disimpan" di KPK?

Akhirnya "Air keras" itu kemudian tak ada bedanya dengan jasa peminjaman bayi yang bisa dipakai untuk mengemis di pinggiran jalan.

Kasus Novel ini sebenarnya kasus kriminal biasa yang cukup ditangani Polsek saja. Namun banyak pihak yang memang sengaja menginginkan kasus ini tetap mengambang tanpa bisa diselesaikan.

Tak percaya?

Kita buka-bukaan saja. Polri seharusnya memberitahukan kepada masyarakat, Kapan (dan berapa lama) BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Novel Baswedan itu selesainya. Setahun atau berapa lama?

Padahal kalau maling ayam, BAP-nya bisa selesai dalam satu jam saja!

Dalam kasus ini Novel Baswedan memang diistimewakan. Kapolri sengaja mengutus penyidik Polri ke Singapura untuk menemui Novel yang ketika itu sedang berobat disana.

Namun penyidik Polri itu kemudian pulang ke tanah air dengan hampa tangan. Padahal ketika itu Novel mengatakan ada sosok jenderal di belakang kasus penyiraman ini. Lalu masyarakat dengan "ilmu cocok-logi" menghubungkan isu jenderal ini dengan BG, e-KTP, cicak buaya dan macam-macam lainnya.

Seandainya Novel dari sejak awal mau bekerjasama dengan polisi, tentu saja kasus ini akan lebih cepat terungkap.

Pemakaian air keras untuk penyerangan adalah sangat khas, karena dipakai bukan untuk membunuh melainkan untuk menyakiti korban!

Korban dalam hal ini tentu saja sangat dekat (secara emosional) dengan pelaku, ataupun dalang dari penyerangan ini. Artinya keterangan dari Novel sendiri sangat berperan besar untuk mengungkap kasus ini.

Penulis mengambil contoh dari beberapa kasus penyerangan dengan menggunakan air keras beberapa waktu terakhir ini.

Pertama, Kasus penyerangan di Jakarta Barat.

Polisi akhirnya berhasil menangkap FY (29 tahun) pelaku tunggal penyiraman air keras terhadap beberapa orang wanita di tiga TKP berbeda.

Kasus pertama menimpa dua orang siswi SMPN 229 Jakarta Barat. Kasus kedua menimpa seorang ibu tua, pedagang sayur di Meruya, Kembangan. Kasus ketiga menimpa tiga orang siswi di Kelurahan Srengseng, Jakarta Barat.

Dalam ketiga kasus ini, pelaku sama sekali tidak mengenal (tidak punya keterikatan emosional) dengan para korban. Artinya pelaku melakukan serangan secara acak kepada wanita saja, tua maupun muda tanpa memilih usia, dan waktu (siang hari)  Tidak menyerang lelaki, mungkin karena faktor keamanan saja.

Korban yang tampaknya terinspirasi dengan sosok "Joker" ini berusaha menyakiti orang lain agar orang lain itu dapat "merasakan sakitnya hati ini..."

Kedua, Kasus Istri dan kekasih gelap siram suami pakai air keras.

Polisi akhirnya meringkus TW bersama PIL (Pria Idaman Lain) di jalan raya di wilayah Seputih Mataram, Lampung Tengah pada dini hari akhir November lalu. Sebelumnya TW menjadi buron polisi selama sepekan terakhir.

TW mengaku menyiram suaminya dengan air keras karena kesal, sehingga sang suami mengalami luka bakar cukup parah pada wajah dan sekujur tubuhnya.

Dalam kasus ini pelaku memang punya keterikatan emosional yang kuat dengan korban.

Apalagi TW ini sudah memiliki "PIL yang lebih mujarab," dan TW ini memang sengaja ingin "menikmati penampilan baru" dari sang suami. Atau bisa juga TW melakukan ini demi sang PIL sendiri!

Ketiga, Kasus pria cemburu lempar air keras ke teman pacar.

Akhir November lalu, Polrestabes Palembang mengamankan SP (35 tahun) warga Ilir Timur, Palembang, pelaku penyiraman air keras terhadap seorang pemuda yang diduganya adalah "PIL" dari kekasihnya sendiri.

Peristiwanya sendiri berawal ketika di depan mata, tersangka melihat sang kekasih pergi berdua dengan lelaki lain.

Api cemburu kemudian berkecamuk di dalam dada. Tersangka kemudian menyiramkan air keras yang sudah disediakannya kepada pria malang tersebut.

Dalam kasus ini pelaku memang punya keterikatan emosional yang kuat dengan korban yang diduganya adalah "PIL" dari kekasihnya itu.

Keempat, Istri siram air keras kepada suami.

Ini kejadian lama yang menimpa seorang tetangga saya dulu. Ceritanya sang suami ini suka berjudi, mabok dan main perempuan.

Celakanya kalau sudah kalah berjudi dan mabok, sang suami suka marah-marah dan memukul istrinya.

Istrinya sendiri sudah tiga kali meninggalkannya. Namun sang suami sambil menangis dan mencium kaki istrinya berjanji tak akan mengulanginya lagi.

Pada suatu kali, sang suami pulang ke rumah dalam keadaan mabok dan marah-marah, lalu memukul istrinya karena terlambat membuka pintu.

Ketika sang suami tertidur di sofa, istrinya kemudian menyiramkan air keras ke "anu" suaminya. Akhirnya "anu suaminya itu pun jadi anu..."

Dalam kasus ini pelaku memang punya keterikatan emosional yang sangat kuat dengan korban yang jelas-jelas sering menyakitinya itu.

Dari kasus kedua, ketiga dan keempat, ada juga faktor orang ketiga yang mempengaruhi pelaku untuk menyakiti korban dengan penyiraman air keras.

***

Dari keempat kasus penyiraman dengan air keras tersebut, tentu bisa kita jadikan referensi untuk melihat kasus terhadap Novel Baswedan. Tentu saja dalam koridor kriminal murni, tidak dikait-kaitkan dengan politik. Sebab kalau sudah menyangkut politik, nantinya malah bisa menjadi "salawi" (salah Jokowi!)

Nah, kalau menurut pembaca budiman, dari empat contoh diatas, termasuk di bagian manakah, kedua pelaku berinisial RM dan RB yang diduga adalah penyerang Novel Baswedan itu?

Jangan tanyakan pada rumput yang bergoyang, karena sekarang ini tidak ada lagi lapangan rumput yang kini sudah tertukar dengan apartemen dan trotoar beton.

Kini bukan rumput lagi yang bergoyang melainkan orang-orang di Colosseum...

Referensi,

Liputan 6: 1, 2, 3

Kompasiana: 1, 2, 3, 4, 5

Kumparan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun