Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Azab dan Konspirasi di Balik Pencopotan Ari Askhara

13 Desember 2019   01:24 Diperbarui: 13 Desember 2019   02:10 3415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ari Askhara, sumber : https://media-origin.kompas.tv/library/image/thumbnail/1575619424/DIRUT_GARUDA1575619424.png

Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. 

Garuda memang sering menuai kontroversi. Baik Garuda merah yang merumput di lapangan hijau, maupun Garuda putih yang mengangkasa ke langit biru.

Awal tahun ini Garuda putih menyentak publik dengan Laporan Tahunannya, buntung dikatakan untung! Publik yang tadinya melayang karena bangga, seketika langsung grounded!

Setelah Depkeu memeriksanya kembali, ternyata Garuda memang masih buntung!

Laporan keuangan Garuda itu memang menggelikan. "Rencana pendapatan (Insya Allah)" lewat penyewaan WIFI kepada penumpang dalam penerbangan untuk beberapa tahun ke depan itu, ternyata sudah dimasukkan ke dalam pos Pendapatan tahun 2018!

Rupanya prinsip akutansi ala Garuda tersebut berbeda dengan prisip akutansi yang ada di dunia ini...

Namun rupanya Garuda ini piawai juga bermain ilmu ngeles. Laporan Keuangan 2018 itu dikatakan merupakan hasil pemeriksaan dari auditor independen, dan tidak ada campur tangan direksi atau komisaris. Ini sebenarnya pelanggaran amat berat bagi sebuah perusahaan terbuka yang sudah go publik.

Namun sang juragan tak menggubrisnya. Sultan pun tetap aman di singgasananya.

Kontroversi lainnya adalah kasus tersebarnya foto tulisan tangan menu bagi para penumpang kelas bisnis pada rute Sydney-Denpasar yang dibagikan dalam instastory akun @rius.vernandes pada Sabtu 13 Juli 2019 lalu.

Keluhan utama penumpang kelas bisnis sebenarnya bukan pada menu tulisan tangan itu, melainkan pada habisnya wine, yang merupakan layanan standar untuk kelas bisnis.

Anehnya, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia membantah jika kartu menu tulisan tangan yang diunggah @rius.vernandes itu merupakan kartu menu milik Garuda Indonesia, yang sengaja dibagikan untuk penumpang kelas bisnis.

Tak lama kemudian Garuda Indonesia melarang penumpang untuk mengambil foto/video di dalam kabin pesawat!

Garuda Indonesia lewat tangan Sekarga (Serikat Karyawan Garuda Indonesia) kemudian mempolisikan pemilik akun @rius.vernandes dengan dugaan melanggar UU ITE pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Masyarakat kemudian terhenyak. Masalah sebenarnya kan karena wine menghilang, kenapa Rius diadukan ke polisi gegara menu tulisan tangan?

Kontroversi teranyar kemudian adalah kasus "mutilasi" sebuah motor benama Harley Davidson ke dalam 15 kardus di dalam perut pesawat Airbus A330-900 neo yang terbang dari Toulouse, Perancis ke Jakarta, pada 17 Nopember 2019 lalu.

Semula VP Corporate Secretary Garuda Indonesia mengatakan kalau kargo tersebut adalah milik seorang pegawai Garuda. Ternyata Mr Davidson itu adalah kekasih sang Sultan!

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. "Juragan baru datang menghampiri, juragan lama sudah pergi bertolak!" Tahta sang Sultan pun tak terselamatkan lagi.

Sang Sultan dipecat dan dipaksa turun dari singgasananya. Beberapa Adipatih yang "seiman" dengannya pun turut lengser keprabon.

Setelah baginda pergi meninggalkan istana, maka para selir pun mengungkap cerita misteri dibalik kelambu tanpa rasa malu. Astaganaga! 

"Misteri Kamasutra dan Tantra di ketinggian 36.000 kaki, yang puluhan tahun tersembunyi itu pun akhirnya tersingkap juga..."

Apakah kisah "asmara di udara" ini hanya terjadi sejak sang Sultan bertahta saja?

Jawabannya tentu saja tidak, dan bukan hanya terjadi di kerajaan Garuda saja, karena terdapat juga di kerajaan lainnya.

Akan tetapi kisah yang terjadi pada era Sultan berkuasa ini sangatlah brutal dan memalukan, karena sudah mencederai etika dan profesionalisme pekerjaan.

Kisah asmara diantara pekerja dengan atau tanpa "oplas" sekalipun, ada di area privat. Penulis juga tidak tertarik membahasnya. Akan tetapi ketika hal itu kemudian menimbulkan kegaduhan dan mengganggu kinerja perusahaan, maka hal ini menjadi masalah serius.

Garuda adalah perusahaan terbuka dan milik publik, dan penulis juga lebih tertarik untuk membahas kinerja perusahaan ini daripada membahas kehidupan pribadi pengurusnya.

***

Tahun ini performa Garuda memang mengkilap karena praktek oligopoli bersama Lion Air grup. Sejak akhir tahun lalu harga tiket pesawat melambung tinggi hampir dua kali lipat, membuat keuntungan perusahaan juga melonjak tajam.

Pasar LCC (Low Cost Carrier) yang dulunya "berdarah-darah" karena terlalu banyak pemainnya, kini praktis dikuasai oleh Garuda dan Lion Grup saja.

Strategi Garuda memang sangat jitu. Kala itu, Sriwijaya dan Nam Air sedang semaput, lalu dipeluk sang Sultan, dan dijadikan "selir" di kelas LCC untuk menopang Citilink.

Disaat yang bersamaan, Lion Air kemudian menerapkan bagasi berbayar untuk penerbangannya.

Rakyat jelata seperti penulis kemudian gundah gulana bak Romusa dijadikan Jugun Ianfu di barak tentara Jepang. Sudahlah harga tiket naik dua kali lipat, bagasinya pun  kini pun harus berbayar pula. Tetapi konsumen tidak punya pilihan lain.

Konsumen kemudian ter-segmentasi. Kelas sendal jepit ala back packer (beneran, tanpa bagasi) kemudian naik Lion Air karena harganya lebih murah.

Tapi kalau punya bagasi seberat 20 kg, nanti dulu! Kalau selisih harga tiket Lion Air dengan Garuda cuma Rp 400 ribu, mending naik Garuda saja! Selain lebih bergengsi, tempat duduknya pun lebih lega, dan dapat makanan gratis pula.

Dan memang betul. Disaat harga tiket pesawat melambung tinggi, kursi Garuda justru selalu terisi penuh! Garuda pun kemudian memanen rezeki.

Peruntungan Garuda pun tidak berhenti sampai disitu saja. Gegap gempita harga tiket kemudian memaksa Jokowi turun tangan. Harga Avtur Pertamina kemudian dipangkas, sementara utang BBM kepada Pertamina di rescheduling kembali.

PT Angkasapura sebagai pemilik bandara juga turut mengurut dada. Ongkos pelayanan bandara dianggap juga sebagai biang keladi kenaikan harga tiket.

Rezeki tak terduga lainnya kemudian datang lagi. Menko Maritim merangkap "Menko beres-beres" kemudian turun tangan untuk menegosiasikan penjadwalan utang Garuda kepada ICBC (industrial and Commercial Bank of China) terkait pembelian 5 pesawat Boeing 777-300 ER dan 6 pesawat Airbus A320 yang dibeli pada zaman Dirut Emir Satar pada 2013 lalu.

Sultan pun tertawa girang. Kas Garuda surplus melebihi keajaiban mesin uang Sultan boongan, Kanjeng Taat Pribadi, yang bisa mengeluarkan uang lewat bokongnya itu...

Sang Juragan tentu saja senang. Juragan ini memang tak ada bedanya dengan juragan angkot. Baginya yang penting setoran lancar. Soal bagaimana cara sang sopir mengendarai angkotnya, atau apakah sang sopir genit itu suka meraba paha penumpang di sampingnya, tak jadi soal. Yang penting setoran lancar dan tidak nombok!

Akibatnya sang sopir juga semakin belagu dan ugal-ugalan mengendarai angkotnya!

Sultan yang jemawa itu  pun semakin menjadi-jadi, dan berlaku seenaknya. Titahnya adalah sabda yang harus dipatuhi. Apalagi sang selir pun ikut juga mencampuri urusan pekerjaan sang baginda. Akhirnya para "abdi dalem" itu pun hanya bisa mengurut dada karena takut ancaman PHK ataupun di "Makasarkan"

Tapi Gusti ora sare, dan sang sultan pun kemudian terkena azab dari orang-orang yang teraniaya.  Selain itu beberapa "demang" yang tidak suka dengan kepemimpinan sang sultan, juga mengatur siasat untuk menjebaknya.

Apalagi Juragan baru adalah sosok kredibel, kaya raya, memiliki integritas yang tinggi dan tidak suka dengan gaya dinasti ala sang sultan.

April 2019 lalu, Sultan membeli sebuah Harley Davidson klasik jenis Shovelhead buatan tahun 1972. Pembeliannya diatur lewat rekening pribadi finance manager Garuda Indonesia cabang Amsterdam.

16 November 2019, dalam keadaan terurai, motor tersebut kemudian dibawa oleh pesawat Airbus A330-900 neo ke Jakarta, dan kasus ini pun kemudian meledak!

Sebenarnya dalam pandangan (rabun) penulis, terungkapnya kasus ini cukup aneh juga.

Ketika pesawat mendarat pada 17/11/2019, Bea dan Cukai sudah memeriksa keseluruhan kargo, yang berisi 1 unit motor, 2 unit sepeda lipat dan berbagai tas mewah lainnya.

Dalam kasus biasa, Bea dan Cukai akan menahan barang tersebut jika sang pemilik tidak mau membayar bea masuk/cukai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam kasus ini Dirjen Bea dan Cukai sama sekali tidak ada menyebut-nyebut soal tas-tas mahal tadi. Mungkin sipemilik kemudian membayar bea masuk. Atau bisa saja Bea dan Cukai membiarkannya, karena tas-tas tersebut bukan "sasaran tembak!" Apalagi AA ini bukanlah penggemar tas wanita!

Lalu mengapa hal tersebut tidak terjadi pada motor dan sepeda lipat?

Nah, disinilah "jeratan" itu bekerja. Tadinya Kemenkeu dan BUMN mengira kalau sepeda lipat itu adalah milik Sultan. Mereka kemudian meraba-raba dan memeluknya untuk mempermalukan Sultan. Ternyata sepeda lipat tersebut adalah milik teman Sultan yang ikut menumpang di pesawat tersebut. Cerita sepeda pun kemudian menghilang dari peredaran.

Sultan sendiri sebenarnya bingung. Kenapa motor dan tas mendapat perlakuan yang berbeda? Dia sendiri pun sebenarnya mau membayar bea masuk (walaupun pada akhirnya jatuhnya akan lebih mahal daripada membeli di Jakarta)

Dan sebenarnya pun, banyak juga Harley Davidson yang berkeliaran di jalanan tapi lolos dari pengamatan Dirjen Bea dan Cukai...

Apa pun itu, "nasi sudah jadi bubur," dan mungkin harus begitulah caranya untuk melengserkan Sultan nakal yang arogan ini. Sebab kalau memakai cara biasa, pasti akan sulit. Bisa saja nanti Serikat Pekerja melakukan demo berjilid-jilid ke Monas sana.

Atau bisa saja Serikat cabin crew melakukan demo dengan cara bertelanjang dada ketika melayani penumpang.

Nah, kalau yang ini pastilah para penumpang akan senang. Mereka akan mendukung sambil berteriak, "Hidup Sultan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun