Lama sudah wajah khas Surya Paloh tidak muncul di media, termasuk juga di televisi miliknya, Metrotv. Ada apa gerangan? Padahal biasanya wajah SP (Surya Paloh) ini justru terlalu sering muncul di Metrotv, sehingga membuat pemirsa bosen melihat brewoknya itu.
Ternyata si "Abang Jampang, pendekar media" ini lagi merajuk terhadap pakde.
Merajuk ini dimulai sejak "insiden" Pakde bertemu dengan Om Wowo di stasiun MRT Lebak Bulus, yang kemudian dilanjutkan dengan acara makan siang di Senayan itu.
Inti ceritanya, Om Wowo kemudian melamar pekerjaan menjadi "Hansip Negara" yang kemudian disetujui oleh Pakde selaku "Juragan Negara"
Terpisah keponakan Om Wowo juga mendapat kepercayaan Juragan untuk mengurusi samodera dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan)
Sontak Abang Jampang marah dan tidak terima, karena merasa terabaikan. Mosok musuh dikasih jabatan, sedangkan teman sendiri, yang sudah berdarah-darah mendukung selama ini justru diabaikan.
Emangnya Pakde tidak memberikan jabatan kepada partai Abang Jampang?
Ada sih, tiga malah. Tapi tetap kurang banyak! Seandainya partai Om Wowo tidak ikut gerbong, bisa saja partai Abang Jampang mendapat lima kursi, hehehehe.
Jangan-jangan pos strategis di Gedung Bundar itu masih bisa dipegang lagi, hehehehe...
Hus... kata Pakde mulai sekarang Gedung Bundar itu milik "Orang Karir" bukan milik Parpol lagi. Soalnya kalau dipegang Parpol bisa bahaya, karena bakalan bisa dipakai seperti golok buat ngancem-ngancem penguasa dan pengusaha!
Jadi jelas sudah penyebab Abang Jampang gegana (gelisah, galau, merana)
Yang pertama karena Om Wowo merapat ke Istana. Kedua, karena kehilangan Gedung Bundar. Ketiga, karena tidak pernah bisa menjadi orang kepercayaan juragan.
Poin ketiga ini yang paling berat. "A friend in need is a friend indeed"
Dalam politik memang tidak ada musuh abadi ataupun teman abadi, sebab yang abadi itu hanyalah kepentingan!"
Surya Paloh bersama Nasdem-nya adalah sekutu yang baik dalam koalisi Jokowi selama ini. Berjuang bersama dalam suka dan duka, telah menunjukkan betapa "berkeringatnya" mereka selama ini.
Namun, ketika ada usaha rekonsiliasi diantara dua kubu yang sebelumnya berseteru, disinilah diuji kadar "pertemanan" dari kedua koalisi tim pendukung.
Secara politik, tentu saja kadar pertemanan itu akan dinamis mengikuti dinamika hukum politik dimana berlaku adagium, tidak ada musuh abadi ataupun teman abadi, sebab yang abadi itu hanyalah kepentingan.
Namun sebagai teman seperjuangan, hanya ada satu hukum yang berlaku, "A friend ini need is a friend indeed."
Seorang sahabat tetaplah seorang teman walaupun berseberangan dalam pandangan politik. Disinilah sosok seorang Surya Paloh diuji kadar pertemanannya.
Manuver politiknya beberapa waktu belakangan ini, dan jejak digital yang ditinggalkannya bersama sejarah perjalanan Nasdem selama ini, telah menunjukkan kepribadian dirinya.
Saya ingin mengatakan, He's not a good friend...
***
Rasa kecewa yang tak tertahankan membuat SP tidak dapat menahan diri. Tak lama setelah pertemuan Jokowi-Prabowo di stasiun MRT, SP kemudian berusaha membentuk "poros tengah" untuk mengantisipasi masuknya Gerindra ke dalam kabinet Jokowi Jilid II nantinya. SP kemudian melakukan pertemuan terbatas dengan petinggi Golkar, PKB dan PPP di kantor DPP Nasdem Gondangdia, Jakarta. Namun gerakan SP ini tidak mendapat respon.
Bersamaan dengan reuni Megawati-Prabowo dalam edisi menikmati nasi goreng di Teuku Umar beberapa waktu kemudian, Surya Paloh yang tak bisa lagi menahan kegalauan hatinya langsung mengadakan pertemuan empat mata dengan "gubernur idaman," dalam edisi "Menikmati nasi kebuli sambil menerawang sunrise pada 2024"
Tentu saja sangat menarik untuk mencermati gebrakan SP ini. Apalagi langkah SP ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh Pakde dan PDIP tentunya.
Terkini SP juga mendekati "mantan" seterunya, PKS untuk menjajal "Islah politik" tentunya.
Lalu bagaimana kira-kira peluang SP untuk membentuk suatu "Poros Tengah" ala Amin Rais itu? Mari kita simak ulasannya.
Pertama, Â Poros Tengah ini kepagian.
Saat ini hampir semua partai politik itu Istot (Istirahat Total) untuk kemudian melakukan konsolidasi. Setahun terkhir ini energi terkuras habis untuk urusan kampanye Pileg dan Pilpres. Tentu saja Parpol yang mendapat tambahan suara/kursi akan lebih lama istirahatnya.
Jadi usaha SP untuk membuat Poros Tengah saat ini akan tampak sia-sia belaka, apalagi pragmatisme setiap parpol itu pasti hanya akan tertuju pada Pilpres/Pileg 2024 nanti.
Kedua, Perbedaan platform.
Rasanya sangat sulit diterima akal kalau Nasdem akan bersanding dengan PKS pada 2024 nanti. Partai Kanan bergabung dengan Nasionalis Pragmatis itu ibarat koalisi Gerindra-PKS pada Pilpres kemarin, dimana isu "Jenderal kardus" akan mencuat.
Besar kemungkinan salah satu pihak akan berselingkuh karena tujuan politik mereka itu sangat bertolak belakang.
Selain itu, koalisi Nasdem-PKS ini rawan digembosi dari dalam. Kader-kader Nasdem itu umumnya adalah kaum Nasionalis.
Lazimnya di dalam sebuah partai politik, selalu saja ada kaum sakit hati dan oportunis yang bisa sewaktu-waktu melakukan kudeta terhadap pimpinan. "Condong ke kanan" bisa saja dipakai sebagai alasan untuk melakukan kudeta.
Ingat kasus tumbangnya Soekarno dengan alasan dekat dengan Komunis. Juga dengan kasus impeachment Gus Dur lewat skenario Bulogate. Atau juga dengan "percobaan gagal" terhadap Jokowi dengan isu anak PKI.
Jadi SP harus berhati-hati mengelola konflik internal, sebab bukan tak mungkin badai datangnya dari dalam partai sendiri.
Ketiga, Siapa menabur angin akan menuai badai.
Menohok teman dari belakang bukan sekali ini saja dilakukan SP.
Akhir 2011 lalu, HT bergabung ke Nasdem untuk kemudian menduduki jabatan Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Ketum Nasdem ketika itu dijabat oleh Patrice Rio Capella, sedangkan Sekjen dijabat oleh Ahmad Rofiq.
Patrice Rio Capella, Ahmad Rofiq dan seluruh kader Nasdem dibantu dukungan finansial HT pun bahu-membahu untuk meloloskan Nasdem untuk Pemilu 2014. 8 Januari 2013 pun menjadi hari bersejarah bagi Nasdem karena menjadi satu-satunya parpol baru yang lolos ke Pemilu 2014. Nasdem kemudian malah mendapat nomor hoki, yaitu nomor urut 1 pada Pemilu 2014!
Namun sejak itu internal Nasdem bergejolak. Isu SP akan mengambil alih Partai Nasdem mengemuka. Tak lama kemudian, Waketum Nasdem, Sugeng Suparwoto mengungkapkan pada Kongres Partai Nasdem 25-26 Januari 2013 mendatang, Surya Paloh akan dikukuhkan menjadi Ketum Partai Nasdem. HT pun kemudian ditendang keluar.
Kini SP melakukan hal yang sama. Ibarat penganten, janur penanda pesta pun belum kering. Eh, malah penganten wanita sudah plarak-plirik ke pos satpam di depan rumah! Aya-aya wae.
Apakah kali ini SP akan sukses? Rasanya tidak. Kali ini dia akan tjelaka kalau memaksakan kehendak. Bukan dari eksternal, tapi dari internal.
Tokoh-tokoh Nasdem yang kecipratan rezeki dari Pakde tentu saja tidak akan sudi di"HaTe-kan" oleh SP. Mereka ini nantinya akan menggulingkan SP pula.
Tapi bukan Abang Jampang namanya kalau tidak pandai berkelit dan pintar "menitih buih."
Seketika dia akan tersadar dari mimpi-mimpinya. Tak lama lagi dia akan berteriak-teriak lewat tivinya itu. Belum sekarang memang, tapi nanti, "Hidup Pakde, hidup Pakde, hidup Pakde!"
Salam waras,
Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-2148152/mengenang-perjalanan-hary-tanoe-di-nasdem
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H