Selain itu, koalisi Nasdem-PKS ini rawan digembosi dari dalam. Kader-kader Nasdem itu umumnya adalah kaum Nasionalis.
Lazimnya di dalam sebuah partai politik, selalu saja ada kaum sakit hati dan oportunis yang bisa sewaktu-waktu melakukan kudeta terhadap pimpinan. "Condong ke kanan" bisa saja dipakai sebagai alasan untuk melakukan kudeta.
Ingat kasus tumbangnya Soekarno dengan alasan dekat dengan Komunis. Juga dengan kasus impeachment Gus Dur lewat skenario Bulogate. Atau juga dengan "percobaan gagal" terhadap Jokowi dengan isu anak PKI.
Jadi SP harus berhati-hati mengelola konflik internal, sebab bukan tak mungkin badai datangnya dari dalam partai sendiri.
Ketiga, Siapa menabur angin akan menuai badai.
Menohok teman dari belakang bukan sekali ini saja dilakukan SP.
Akhir 2011 lalu, HT bergabung ke Nasdem untuk kemudian menduduki jabatan Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem. Ketum Nasdem ketika itu dijabat oleh Patrice Rio Capella, sedangkan Sekjen dijabat oleh Ahmad Rofiq.
Patrice Rio Capella, Ahmad Rofiq dan seluruh kader Nasdem dibantu dukungan finansial HT pun bahu-membahu untuk meloloskan Nasdem untuk Pemilu 2014. 8 Januari 2013 pun menjadi hari bersejarah bagi Nasdem karena menjadi satu-satunya parpol baru yang lolos ke Pemilu 2014. Nasdem kemudian malah mendapat nomor hoki, yaitu nomor urut 1 pada Pemilu 2014!
Namun sejak itu internal Nasdem bergejolak. Isu SP akan mengambil alih Partai Nasdem mengemuka. Tak lama kemudian, Waketum Nasdem, Sugeng Suparwoto mengungkapkan pada Kongres Partai Nasdem 25-26 Januari 2013 mendatang, Surya Paloh akan dikukuhkan menjadi Ketum Partai Nasdem. HT pun kemudian ditendang keluar.
Kini SP melakukan hal yang sama. Ibarat penganten, janur penanda pesta pun belum kering. Eh, malah penganten wanita sudah plarak-plirik ke pos satpam di depan rumah! Aya-aya wae.
Apakah kali ini SP akan sukses? Rasanya tidak. Kali ini dia akan tjelaka kalau memaksakan kehendak. Bukan dari eksternal, tapi dari internal.