Namun terkadang maskapai ini terkendala "masalah teknis" yang membuat jadwal penerbangannya menjadi molor. Penumpang menggebrak-gebrak meja customer service Lion Air akhirnya menjadi pemandangan biasa.
"Gajah berselingkuh dengan gajah, pelanduk (konsumen) mati di tengah-tengah" Sinergi Garuda Grup dengan Lion Grup ini akhirnya membuat konsumen modar, tidak punya pilihan. Take it or leave it! "Merdeka atau mati, naik pesawat atau jalan kaki!"
Konsumen menjerit tak berdaya menghadapi arogansi gajah yang berselingkuh ini. Tak kurang dari presiden Jokowi sendiri gemes dengan kondisi ini. Media menyebut naiknya kurs dollar, harga avtur dan handling cost di bandara menjadi penyebab naiknya harga tiket pesawat. Pertamina lalu menurunkan harga Avtur. Namun harga tiket pesawat tidak turun juga! Tak kurang dari Menhub dan Menko Perekonomian pun turun tangan, tapi hasilnya nihil! Karena gemes, Jokowi sendiri berencana mengundang maskapai asing masuk ke domestik.
Konsumen yang tertindas oleh kartel harga tiket mahal ini berupaya mencari solusi. Sebagian beralih ke moda kapal laut dan bis. Sebagian penumpang dari Sumatera Utara dan Aceh, mengakalinya dengan naik maskapai MAS, Malaysia. MAS adalah maskapai full service dengan free bagasi 20 kg pula. Selain itu harga tiketnya sekitar 40% lebih murah dari LCC domestik termurah! MAS kemudian berhasil mengisi rute domestik Jakarta-Medan lewat jalur internasional Jakarta-Kuala Lumpur-Medan dan sebaliknya.
Pertanyaannya, mengapa MAS yang full service bisa menjual tiket lebih murah daripada LCC domestik? Sebentar lagi maskapai-maskapai asing lain akan meniru cara MAS untuk mengisi jalur domestik Indonesia. Misalnya nanti KLM rute Amsterdam-Denpasar mengubah rutenya menjadi Amsterdam-Denpasar-Medan, untuk menjaring penumpang dari Denpasar ke Medan dan sebaliknya.Â
Lalu SQ akan menjajal rute Surabaya-Singapore-Medan untuk merebut penumpang dari Surabaya ke Medan dan sebaliknya. Thai Airways nantinya akan membuka rute Manado-Bangkok-Jakarta...
Masuknya maskapai asing ke pasar domestik kelak akan mengkoreksi harga tiket. Ketika pemain sudah terlalu banyak, maka perang tarif pun akan terulang lagi seperti dulu. Kalau sudah begini, maka Teori Evolusi Chales Darwin menjadi rujukan.Â
"Menang jadi arang, kalah jadi abu" Tidak akan ada yang diuntungkan dari kondisi ini. Konsumen ingin kondisi yang rasional bagi semua pihak. Untuk apa juga harga tiket murah, tetapi penumpang terlantar dan jantungan! Apakah Garuda dan Lion tidak menyadari hal ini?
***
Saat ini kondisi Garuda (dan juga Lion) sangat berat. Garuda (dan juga Lion) adalah penyintas yang (untuk sementara ini) lolos dari sergapan grounded. Catat, mereka selamat bukan karena kuat, tetapi karena mereka tidak lagi punya pesaing!Â
Aksi menaikkan harga tiket ini pun membuat pendapatan Garuda melonjak tajam. Apalagi utang Garuda sangat banyak. Per Desember 2018, utang ke Pertamina saja sudah lebih dari Rp 2 triliun. Belum lagi cicilan utang pokok plus bunga kepada pabrikan pesawat.