Tiga minggu lalu, tepatnya pada Senin 5-2-2018 sekitar pukul 17.00 WIB, tembok underpass Jalan Perimeter Selatan, Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, tiba-tiba rubuh menimpa sebuah mobil berpenumpang dua orang. Tembok beton dengan berat puluhan ton seketika menutupi mobil, membuat kedua penumpang didalamnya terperangkap selama beberapa jam di dalam mobil. Satu korban luka berat, dan satu korban lainnya meninggal.
Tiga minggu sudah berlalu, dan tidak ada satupun yang tahu apa yang terjadi karena semuanya kemudian melupakannya. Tidak ada penjelasan, karena tidak ada yang merasa "in charge" bertanggung jawab atas musibah ini. Demikianlah "kisah bencana" di negeri ini, masyarakat harus segera melupakan isak tangis dari suatu bencana, karena bencana berikutnya sudah "mengantri di depan mata..."
Menurut "Kamus Teknik Sipil," fungsi utama dari konstruksi penahan tanah adalah untuk menahan tanah yang berada di belakangnya dari bahaya longsor akibat dari berat tanah itu sendiri maupun benda-benda yang ada diatas tanah tersebut (konstruksi jalan, jembatan, kenderaan dan sebagainya)
Namun yang terjadi justru sebaliknya, persis seperti kisah yang terdapat dalam sinetron tanah air, yaitu "Pagar makan tanaman!" Tembok yang seharusnya bertugas menahan tanah itu justru tak mampu "menahan hasratnya untuk rebah di pelukan wanita..."
"Wow, what's going on..." kata mbah Surip yang tak bisa lagi menggendong kekesalan hatinya itu kemana-mana...
Sederhananya ada tiga pihak yang perlu ditanya. Yang pertama tentu saja adalah Konsultan Perencana underpass ini. Apakah desain bangunan ini sudah memenuhi persyaratan teknis yang berlaku? Tapi rasanya pastilah Perencana sudah menghitung semuanya dengan benar. Termasuk Analisis kestabilan tembok yang meliputi daya dukung tanah dasar, analisa terhadap guling, Â analisa terhadap geser dan analisa terhadap gaya yang bekerja pada permukaan tembok, untuk menghindarkan kemungkinan tembok patah.
Yang Kedua adalah Kontraktor. Apakah kontraktor telah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan dokumen kontrak, dan gambar rencana? Yang ketiga adalah Konsultan Pengawas. Apakah konsultan pengawas sudah mengawasi pekerjaan kontraktor agar hasil pekerjaan sesuai dengan dokumen kontrak dan persyaratan teknis yang berlaku?
Karena situasi lapangan atau juga untuk kebaikan, terkadang diperlukan revisi atas rencana pekerjaan semula. Untuk itu Kontraktor dan Konsultan Pengawas bersama-sama melakukan revisi yang akan kemudian dibuatkan dalam sebuah berita acara revisi (Pekerjaan Tambah Kurang dan As built drawing)
***
Dalam opini penulis, penyebab rubuhnya tembok penahan tersebut adalah akibat gaya guling yang disebabkan oleh dua hal, yaitu tekanan tanah aktif yang menekan dinding tembok dan dimensi dari pondasi tembok ini sendiri. Keduanya mempunyai korelasi yang kuat. Semakin besar tekanan tanah, maka semakin besar pula dimensi pondasi yang dibutuhkan.
Sepertinya ada yang missed disini. Tapi yang jelas "dimensi pondasi tidak mampu menyokong tembok agar tetap berdiri kokoh ditempatnya!" Lalu dimana letak masalahnya? Bisa saja pada "desain yang kurang mumpuni" atau bisa juga pada pelaksanaan di lapangan
Melakukan pengecoran pada medan yang berada 5-6 m dibawah permukaan tanah (Cengkareng) sangatlah tidak enak. Air tanah pasti akan memenuhi site, apalagi kalau hujan tiba. Pompa air harus bekerja keras untuk mengeluarkan air agar pekerjaan pengecoran beton bisa dilaksanakan. Dalam situasi seperti ini, pekerjaan pengecoran pondasi menjadi sangat krusial karena akan menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi.
Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi jika pada tahapan ini gagal, maka akan gagal pula pondasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton. Misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah, tanah longsor dan terjadi segregasi agregat.
Segregasi agregat adalah pemisahan butiran agregat akibat kurangnya kelecekan campuran beton atau pemisahan campuran mortar dengan agregat kasar. Akibatnya mutu beton menjadi berkurang. Jadi penulis sangat yakin bahwa permasalahan utama terletak pada pondasi dari tembok penahan tanah ini!
Saat ini musibah longsor menimpa Indonesia, dan penyebabnya hanya satu yaitu tanah labil! Air jenuh yang terperangkap di dalam tanah sangat berbahaya karena akan membuat tanah menjadi labil dan cenderung bergerak. Sama seperti tanah labil yang merobohkan banyak bangunan di sepanjang pulau Jawa itu, demikian pula halnya yang menimpa tembok underpass ini. Karena pondasinya kurang kokoh, desakan tanah labil kemudian menggulingkan tembok!
***
Penulis sendiri memegang prinsip, bahwa pada setiap bangunan retaning wall (tembok penahan tanah) seharusnya dibuatkan weep hole. Weep hole adalah sebuah lubang kecil berdiameter 1,5-2 inchi yang terbuat dari pipa (biasanya diberi ijuk didalamnya) menembus tembok, yang berfungsi untuk mengalirkan air tanah dari sisi dalam tembok ke sisi luar tembok. Dengan demikian beban hidrostatis yang diterima tembok menjadi berkurang. Biasanya pada setiap luasan dinding 4 m2 dibuatkan satu buah weep hole.
Ketika hujan turun ,air akan mengalir ke sisi tembok, lalu kemudian masuk lagi kebawah, untuk kemudian terperangkap disitu. Ketika volume air semakin bertambah, maka air yang terperangkap tersebut akan berusaha mencari jalan keluar, dan kini juga telah membuat tanah dibelakang tembok yang tadinya solid menjadi labil. Tanah labil ini selalunya akan mengikuti arah pergerakan air tersebut!
Karena disepanjang tembok tidak ada weep hole untuk jalan keluar air, maka terjadilah "adu kuat" antara tembok dengan tanah labil jenuh air. Fakta menunjukkan temboklah yang akhirnya jatuh tersungkur. Tugas tembok seharusnya adalah untuk melindungi dan memberi rasa aman, tetapi ternyata kemudian berubah menjadi pemangsa...
***
Ada satu hal lagi yang mengganggu pikiran penulis ketika "menatap" konstruksi underpass di tanah air. Underpass itu fungsinya sama dengan jalan raya yaitu untuk melayani lalu lintas dengan baik. Lalu bagaimana kalau underpass itu kemudian berubah fungsi menjadi "swimming pool?" Ketika terjadi hujan lebat, maka underpass tidak akan berfungsi lagi karena banjir kemudian akan membawa genangan dan kenangan... Hal ini disebabkan oleh desain underpass itu sendiri! Adakah underpass di Jakarta ini yang "tetap kering" ketika terjadi hujan lebat..?
Ketika terjadi hujan, ramp (jalan menurun menuju underpass, dan jalan menanjak setelah melewati underpass) justru mengalirkan air hujan kedalam underpass itu sendiri! Itulah sebabnya underpass ini akan menjadi "kolam renang" ketika terjadi hujan lebat! Miris sekali! Entah bagaimana konsultan perencana "tega" melihat pemandangan "memilukan" ini...
Lalu bagaimana mengatasi hal ini?
Seharusnya tembok penahan tanah underpass itu diberi weep hole, lalu kemudian disepanjang tembok kiri-kanan tersebut dibuatkan drainase. Pada setiap jarak 10 m' disepanjang ramp, dibuatkan juga drainase melintang dengan grating, yang terhubung dengan drainase tembok tadi. Hal ini untuk mengurangi laju air hujan yang mengikuti kemiringan ramp menuju underpass.
Lalu pada sisi inletdan ouletunderpass dibuatkan drainase dengan grating, yang pada ujungnya dibuatkan boks kontrol yang dilengkapi dengan pompa air untuk mengeluarkan air keluar. Dengan demikian, sekalipun terjadi hujan lebat, underpass tersebut tetap dapat berfungsi dengan baik.
Semoga insiden tergulingnya tembok underpass tidak terjadi lagi, dan semoga ada solusi dari  yang berwenang agar underpass tidak berubah menjadi "kolam renang" lagi ketika terjadi hujan lebat...
Salam hangat
 Reinhard Freddy Hutabarat  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H