Melakukan pengecoran pada medan yang berada 5-6 m dibawah permukaan tanah (Cengkareng) sangatlah tidak enak. Air tanah pasti akan memenuhi site, apalagi kalau hujan tiba. Pompa air harus bekerja keras untuk mengeluarkan air agar pekerjaan pengecoran beton bisa dilaksanakan. Dalam situasi seperti ini, pekerjaan pengecoran pondasi menjadi sangat krusial karena akan menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi.
Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi jika pada tahapan ini gagal, maka akan gagal pula pondasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton. Misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah, tanah longsor dan terjadi segregasi agregat.
Segregasi agregat adalah pemisahan butiran agregat akibat kurangnya kelecekan campuran beton atau pemisahan campuran mortar dengan agregat kasar. Akibatnya mutu beton menjadi berkurang. Jadi penulis sangat yakin bahwa permasalahan utama terletak pada pondasi dari tembok penahan tanah ini!
Saat ini musibah longsor menimpa Indonesia, dan penyebabnya hanya satu yaitu tanah labil! Air jenuh yang terperangkap di dalam tanah sangat berbahaya karena akan membuat tanah menjadi labil dan cenderung bergerak. Sama seperti tanah labil yang merobohkan banyak bangunan di sepanjang pulau Jawa itu, demikian pula halnya yang menimpa tembok underpass ini. Karena pondasinya kurang kokoh, desakan tanah labil kemudian menggulingkan tembok!
***
Penulis sendiri memegang prinsip, bahwa pada setiap bangunan retaning wall (tembok penahan tanah) seharusnya dibuatkan weep hole. Weep hole adalah sebuah lubang kecil berdiameter 1,5-2 inchi yang terbuat dari pipa (biasanya diberi ijuk didalamnya) menembus tembok, yang berfungsi untuk mengalirkan air tanah dari sisi dalam tembok ke sisi luar tembok. Dengan demikian beban hidrostatis yang diterima tembok menjadi berkurang. Biasanya pada setiap luasan dinding 4 m2 dibuatkan satu buah weep hole.
Ketika hujan turun ,air akan mengalir ke sisi tembok, lalu kemudian masuk lagi kebawah, untuk kemudian terperangkap disitu. Ketika volume air semakin bertambah, maka air yang terperangkap tersebut akan berusaha mencari jalan keluar, dan kini juga telah membuat tanah dibelakang tembok yang tadinya solid menjadi labil. Tanah labil ini selalunya akan mengikuti arah pergerakan air tersebut!
Karena disepanjang tembok tidak ada weep hole untuk jalan keluar air, maka terjadilah "adu kuat" antara tembok dengan tanah labil jenuh air. Fakta menunjukkan temboklah yang akhirnya jatuh tersungkur. Tugas tembok seharusnya adalah untuk melindungi dan memberi rasa aman, tetapi ternyata kemudian berubah menjadi pemangsa...
***
Ada satu hal lagi yang mengganggu pikiran penulis ketika "menatap" konstruksi underpass di tanah air. Underpass itu fungsinya sama dengan jalan raya yaitu untuk melayani lalu lintas dengan baik. Lalu bagaimana kalau underpass itu kemudian berubah fungsi menjadi "swimming pool?" Ketika terjadi hujan lebat, maka underpass tidak akan berfungsi lagi karena banjir kemudian akan membawa genangan dan kenangan... Hal ini disebabkan oleh desain underpass itu sendiri! Adakah underpass di Jakarta ini yang "tetap kering" ketika terjadi hujan lebat..?
Ketika terjadi hujan, ramp (jalan menurun menuju underpass, dan jalan menanjak setelah melewati underpass) justru mengalirkan air hujan kedalam underpass itu sendiri! Itulah sebabnya underpass ini akan menjadi "kolam renang" ketika terjadi hujan lebat! Miris sekali! Entah bagaimana konsultan perencana "tega" melihat pemandangan "memilukan" ini...