Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diary Dokter Cinta (Bagian 9)

8 Desember 2017   08:56 Diperbarui: 8 Desember 2017   09:31 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku baru saja masuk ke dalam mobil dan meletakkan barang belanjaan ketika terdengar notifikasi SMS masuk. Ternyata dari papa. Beliau ini kemarin datang ke Bangka karena ada urusan bisnis. Segala urusannya telah selesai, lalu papa mengajakku untuk bertemu di hotel. Apakah ini sidak? Sebuah ultimatum? Atau apa ya...? Aku lalu menuju hotel yang hanya berjarak 10 menit saja dari tempatku berada.

Ternyata papa memang ada urusan bisnis. Papa ini seorang militer dengan pangkat terakhir ketika pensiun adalah Kolonel. Dulu itu aku tidak tahu apa masalahnya, tetapi sejak delapan tahun lalu papa itu "dikandangkan" di Mabes dengan status tanpa jabatan. 

Tapi banyak juga teman-temannya yang begitu, bahkan ada juga yang bintang satu! Sejak itu papa berubah menjadi pendiam, dan kurang dekat dengan anak-anak, termasuk padaku, "bungsu semata wayang..."

Tetapi setahun lalu terjadi perubahan. Atasan papa dulu kini menjadi petinggi di Departemen Pertambangan, lalu mengajak teman-temannya untuk bergabung dengannya, termasuk papa juga. Kini papa sering bepergian ke luar kota untuk urusan bisnis pertambangan. Sejak itu senyumnya sudah mulai sumringah sama seperti dahulu lagi...

Aku tidak tahu apakah ini kabar baik atau kabar buruk. Sebagai anak, tentu saja ini kabar baik. Papa ini terkenal suka akan tanah. Kalau ada uang kelebihan beliau ini pasti akan beli tanah. 

Di Papua, Kalimantan dan Sulawesi tempatnya dulu bertugas, papa ini juga punya tanah, dari yang hanya sepetak hingga yang luas. kalau rezeki papa semakin bertambah tentu saja itu good news. Pasti dia akan beli tanah lagi... yang nantinya akan diwariskannya juga kepada kami anak-anaknya... Sepuluh tahun lagi harga tanah itu pasti akan melonjak!

Kabar buruknya, orang bilang semakin kaya seseorang akan semakin keras pula perangainya! Ini menyangkut Lenny! Mama jelas tak suka kepada Lenny, aku takut mama akan mempengaruhi papa. Papa itu memang kolonel, tapi di rumah mama adalah jenderalnya! Kalau ternyata papa itu tidak suka juga kepada Lenny, maka tamatlah riwayatku. Kini papa sudah jadi bos, jadi direktur, "titah baginda tidak bisa dibantah apalagi oleh anak bungsunya...yang tak lagi semata wayang..."

Wah, aku jadi stres mikirinnya. Tapi aku tidak punya banyak waktu, aku harus membicarakannya. Beliau ini adalah orangtuaku. Sebagai anak aku wajib menjelaskan semuanya apalagi menyangkut jalan hidupku. 

Tapi jalan hidupku berada ditanganku sendiri. Sekiranya mereka tidak berkenaan, aku pun tidak bisa memaksanya. Kalau sudah begitu, aku terpaksa harus berjuang sendiri. Tidak apa-apa yang penting mereka masih mau mengakuiku sebagai anak....

Aku lalu menceritakan semua rencanaku kepada papa. Lega rasanya bisa menceritakannya karena aku belum pernah bercerita soal ini kepada siapapun. Aku juga merindukan suasana seperti ini. Terakhir kali aku ngobrol serius dengan papa adalah ketika aku hendak berangkat PTT ke Bangka dulu. Papa hanya diam saja, malah meminta maaf baru sekarang ini bisa menjengukku. Papa kemudian mengajakku ke rumah dinas.

"Wah enak banget rumah dinas kamu ini... rumah dinas papa dulu luasnya hanya setengah dari sini, dindingnya papan lagi... Eh ada ayam, kamu memelihara ayam?" seru papaku sambil tertawa.

Tanpa diduga tiba-tiba Lenny datang ke rumah. Aduh mati aku! "Hai Lenn...kenalin ini papa. Pah, ini Lenny..." kataku dengan grogi...

Aku melihat muka Lenny yang putih itu seketika memucat... Tapi papa pintar membuat suasana menjadi nyaman bagi semua orang...

Lenny lalu menghidangkan kopi andalannya bagi kami. Papa meminum kopi dari mug bertuliskan "papa" sedangkan aku terpaksa mengalah, meminum kopi dari mug bertuliskan "mama." Sekalipun begitu, cita rasa kopi itu tetap tidak berubah. Lezatnya terasa di lidah, sensasinya singgah di hati...

Tanpa terasa dua jam lebih kami bertiga ngobrol, lalu aku berpamitan kepada Lenny untuk mengantar papa ke bandara. Aku belum tahu sikap papa mengenai hubunganku dengan Lenny. Akan tetapi aku sangat menaruh hormat kepada papa. Apa pun itu papa telah membuatku bangga di depan Lenny...

Sebelum masuk ke ruang tunggu bandara, aku memanggil papa. "Pah, gimana dong..."

"Apanya... ehm Lenny itu baik, cakep dan sopan lagi.."

"Iya.. tapi gimana pah, papa setuju gak dengan rencanaku tadi"

"Gini deh, ntar kita bahas lebih detail lagi. Gak usah buru-buru. Yang jelas papa sudah lihat Lenny dan papa suka padanya. Papa juga sudah liat chemistry diantara kalian...very good! Jadi papa dukung hubungan kalian. Itu dulu, sisanya nanti ya kita bahas lagi, oke?"

"Siappp komandan, laksanakan!" jawabku sambil memeluk papa dengan rasa senang. Wah aku senang sekali. Dukungan moral dari papa ini sudah lebih dari cukup bagiku. Rasanya aku tidak tega untuk memintah lebih lagi.. 

Setelah mengantar papa aku lalu membeli coklat dan es krim. Hari ini langit cerah sekali. Nanti malam aku mau merayakan suka cita ini sambil menatap bintang-bintang dilangit bersama Lenny....

Sudah tiga hari ini aku di Jakarta. Kemarin ada sepupu yang menikah jadi aku menghadiri resepsi pernikahannya bersama seluruh keluargaku. Pagi ini aku bersama Ben, temanku hendak mencari obat ke Pasar Pramuka. 

Masih di jalan Rawamangun ketika Ben berhenti sebentar hendak membeli rokok dan minuman. Aku duduk saja di dalam mobil sambil mendengar lagu. Hanya sepersekian detik saja waktu ketika aku melihat ke depan, dan tiba-tiba saja sebuah benturan keras terjadi, dan semuanya menjadi gelap...

Ternyata aku ditabrak sebuah mobil dari arah yang berlawanan. Yang jelas anak itu mengemudikan mobil jipnya dengan kecepatan tinggi sambil bertelefon dengan pacarnya. Jip itu kemudian menghajar mobil Ben. Benturan itu membuatku gegar otak dan luka disekujur tubuh terkena pecahan kaca mobil. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi...

Ini hari ketiga aku di rumah sakit. Keluargaku semuanya hadir lengkap. Ada Papa dan mama. Ada kakakku tertua, Rudy dan Susan istrinya. Lalu kakakku si kembar Richard dan Ricky. Ricard datang bersama Nancy isterinya, sedangkan Ricky masih jomblo. Sangat jarang kami bisa berkumpul bersama begini.

Aku menatap Ricky dengan wajah serius. Richard dan Ricky ini memang susah dibedakan. Pembedanya adalah Ricky memiliki tahi lalat kecil dibawah bibirnya. Dulu sewaktu aku masih kelas dua SMA, sikembar ini pernah berantem hebat. 

Ceritanya Richard punya pacar baru bernama Anita. Ketika itu pas ulang tahun sikembar, Anita datang kerumah membawa coklat untuk Richard. Saat Anita datang, Richard sedang pergi ke warung untuk membeli rokok, sedangkan Ricky membaca majalah di teras samping rumah.

Lalu Anita datang mengucapkan selamat ulang tahun, memberikan coklat dan mencium Ricky. Ricky kemudian membalas ciuman itu, dan mereka pun berciuman dengan hotnya. Setelah mempersilahkan Anita duduk, Ricky lalu mengambil coklat tadi dan segera pergi kekamarnya, mengunci pintu untuk kemudian ngumpet disitu. Tak lama kemudian Richard datang dari warung. Lalu terdengarlah suara jeritan Anita.... rupanya dia tidak tahu kalau pacarnya itu kembar dan kembar pula bandotnya...

Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun