Pertanyaannya adalah, "Bagaimana hitung-hitungan politis antara Pemerintah-KPK-Setnov?" Pemerintah jelas membutuhkan peran sentral Setnov sebagai "katalisator" politik di Senayan. Akan tetapi kini KPK juga membutuhkan peran Setnov sebagai "palu" untuk mendobrak pintu e-KTP, dan sekaligus juga menjadi "perisai" untuk berlindung dari gempuran "teroris" Pansus hak angket KPK! Ini memang seperti buah simalakama. KPK adalah institusi hukum. Pemerintah dan DPR adalah produk politik! Ketika politik dan hukum tidak bisa berjalan seiring, maka harus ada yang dikorbankan agar semuanya bisa harmonis...
SN adalah tokoh sentral dalam diplomasi dan lobi-lobi politik tanah air. Ketika terjadi deadlock, peran SN menjadi vital dalam mencairkan dan mencarikan solusi bagi banyak pihak. SN selalu menyediakan "pintu belakang untuk negosiasi" ketika berhadapan dengan lawan politiknya, agar "hal-hal buruk" bisa dihindarkan. Peran sentral SN ini tentu saja tidak akan bisa dimainkan oleh para wakilnya yang cuma sekelas Fadli zon atau Fahri Hamzah itu! Selain itu, ketiadaan SN nantinya jelas akan mengubah lobi-lobi politik di Senayan akan menjadi lebih liar.
Sangat menarik untuk mencermati perkembangan kasus SN ini nantinya. Tarik menarik antara kepentingan SN, Golkar, DPR, KPK dan Pemerintah sendiri akan melebihi serunya serial "Drakor" (Drama Korea) yang sering membius ibu-ibu rumah tangga Indonesia itu...
Salam hangat
Reinhard Freddy Hutabarat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H