“Nenek moyangku berasal dari laut dan hidup di laut, di darat kami tidak bahagia...
seperti ikan yang harus tinggal di darat, kami akan mati merana....”
Namaku Kabei, dari suku Bajau Sampela. Aku tinggal diatas perahu di areal Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Aku lahir dan bertumbuh diatas “Leppa” (Rumah perahu), tinggal berkelompok dengan beberapa leppa lainnya. Kebanyakan orang Bajau sekarang tinggal didarat mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan kami adalah bahagian kecil dari orang Bajau yang masih tinggal “Nomaden” diatas leppa seperti nenek moyang kami dahulu, yang datang dari kepulaun Sulu , Filipina ratusan tahun yang lalu.
Orang Bajau yang tinggal didarat, pekerjaan mereka tetap sebagai nelayan. Mereka menangkap ikan dengan jaring atau pukat diatas perahu motor, lalu menjualnya ke TPI, dan sebagian dari ikan tangkapan tersebut dibuat menjadi ikan asin.
Kami orang Bajau laut, menangkap ikan dengan tombak, menyelam hingga kedalaman lima belas meter. Tidak pernah kami menangkap ikan dengan pancing atau jaring, kami mengejar ikan didalam laut, lalu menombaknya. Setiap hari kami menangkap ikan dengan cara begitu, hanya untuk keperluan hari itu juga. Kadang kami mengejar ikan paus dan ikan hiu untuk diambil siripnya. Hasil penjualan sirip hiu dipakai untuk membeli beras dan keperluan lainnya.
***
Dahulu kakek buyutku pernah memukul anak cacat, dan keluarga anak itu mengutuk kakek buyutku itu dengan kutukan, bahwa dari keturunannya sampai tujuh keturunan akan lahir anak cacat. Aku adalah keturunan ketujuh kakek buyutku yang kena kutuk itu, dan aku terlahir cacat, kakiku pincang.
Ketika aku menginjak remaja, aku tidak bisa berlari, hanya bisa berjalan tertatih-tatih, dan tidak bisa berenang dan menyelam dengan cepat. Keluargaku malu melihat kondisiku, karena aku ditakdirkan tidak bisa menjadi anak laut lagi. Akhirnya aku diasingkan kedaratan, Aku tinggal dirumah tiang bersama bibiku, tak jauh dari bibir pantai.
Suatu kali datang seorang peneliti Australia bernama Jack Miller. Jack tinggal di Wakatobi selama setahun untuk tugas penelitian. Jack sangat baik, dan ia menjadi sahabatku.
Jack mengajariku membaca dan menulis dan selalu memberiku semangat hidup. Jack tinggal bersamaku di rumah tiang atau di leppa bersama keluargaku.
Aku sangat menyukai Jack karena ia selalu mengajariku menyelam dan memburu ikan dengan tombak, sehingga membuat aku merasa menjadi orang Bajau laut sejati!
Suatu kali Jack berbicara kepada ayah perihalku. Jack meminta kepada ayah agar aku dibiarkan saja bersekolah, dan kelak bekerja dibidang lain saja.
Tetapi ayah hanya menggeleng saja. Katanya aku sudah kena kutuk, dan biarlah dewa laut saja yang menentukan nasibku kelak. Jack sangat sedih mendengar hal itu tetapi tidak berani memaksa ayah.
Kepergian Jack setelah penelitiannya selesai, sangat meyedihkan hatiku dan keluargaku. Kami semua menangis melepas kepergiannya. Hidupku menjadi hampa seketika.
Setahun setelah kepergian Jack, secara diam-diam aku mengikuti rombongan pencari hiu kearah laut Timor. Perjalanan ini mungkin memakan waktu tiga bulan lamanya.
Setelah lebih dari sebulan melaut, tiba-tiba pada suatu malam datanglah badai yang sangat hebat disertai petir dan hujan lebat. Kapal kami terombang-ambing seperti kapas ditengah laut yang ganas itu sampai pagi hari, dan kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.
Sudah dua hari aku terapung-apung ditengah laut seorang diri. Kakiku tidak bisa bergerak, mungkin kakiku patah terkena hantaman dinding kapal kami. Sayup-sayup aku mendengar suara mesin kapal, yang ternyata kapal patroli Australia.
Setelah dirawat selama dua bulan di rumah sakit, aku kemudian dimasukkan kedalam Penjara Imigrasi Australia di Darwin. Ternyata disitu aku menemukan banyak nelayan dari Timor, Bugis bahkan orang Vietnam dan Burma. Syukurnya setelah patah dan dioperasi, kakiku telah sembuh dan aku kini bisa berjalan dengan normal.
Sudah lebih dari setahun aku tinggal di Penjara itu dan semakin hari, semakin banyak saja yang datang, sehingga sering menimbulkan keributan diantara sesama tahanan.
Pada suatu malam terjadilah kerusuhan dan pembakaran oleh tahanan asal Vietnam. Hal itu mengakibatkan semua tahanan berlari keluar karena takut akan amukan api tersebut.
Aku juga ikut melarikan diri, tetapi tidak tahu kemana. Aku hanya berlari dan berlari dan tertawa senang karena bisa berlari...
Tanpa terasa sudah lima tahun aku di Australia, lalu kemudian tertangkap petugas imigrasi. Aku kemudian dideportasi ke Jakarta. Lalu aku pulang ke Wakatobi. Aku orang Bajau laut dan selamanya akan tetap begitu. Biarpun aku telah merantau jauh ke negeri orang, hidup dan berbicara seperti Jack Miller, aku tetaplah orang Bajau laut dan ingin menghabiskan hidupku dilaut.
Aku akan menjumpai dewa laut dikedalaman sana dan mengatakan kepadanya, Aku Kabei anak Bajau Sampela! Tidak akan ada lagi yang boleh mengutuki aku! Tidak akan ada lagi yang boleh mengatur hidupku! Aku akan mengatur sendiri hidupku dan aku akan berjuang untuk itu seperti nenek moyangku dari Sulu yang berani merantau dengan leppa hingga sampai ke Tanjung Pengharapan di Afrika.
Beberapa tahun terahir, kehidupan orang Bajau laut sangat meyedihkan. Kapal-kapal penangkap ikan besar telah menghabiskan ikan-ikan di Taman Nasional Wakatobi, mereka menangkap ikan jauh ke dalam zona tangkap ikan yang dilindungi. Orang laut itu sekarang kelaparan, dewa laut tidak lagi memberikan ikan. Mereka hanya orang lugu, sederhana, tulus, dan tidak tahu baca tulis. Mereka hanya menangkap ikan untuk dimakan hari itu saja, tidak ada yang disimpan untuk besok.
Kini akulah yang menjaga wilayah itu. Aku mengusir setiap kapal-kapal penangkap ikan yang masuk wilayah Bajau, termasuk kapal dari Vietnam, China dan Malaysia.
Disini semua menghormatiku, karena aku penguasa laut dan aku tahu apa yang kulakukan. Dewa laut terlalu sibuk bermain dengan putri duyung di kedalaman sana. Sekarang ikan-ikan sudah mulai kembali lagi seperti semula. Orang Bajau Sampela sudah mulai berdendang dengan riang.
Aku Kabei anak Bajau Sampela!
“Kini aku mengerti... Memang perlu waktu yang panjang untuk menjadi Seseorang yang aku inginkan...”
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H