Namun, apakah salah AI-nya? Tentu tidak. Sebagai boneka digital, AI hanya secerdas data yang diberi dan perintah yang diatur.
Masalahnya ada di sang dalang. Ketika dalang kehilangan kendali atau, lebih parah lagi, kehilangan hati nurani, AI pun berubah menjadi monster.
Di sinilah kita harus jujur bertanya: apakah kita masih mengendalikan teknologi, atau teknologi yang mulai mengendalikan kita?
Kearifan Lokal dalam Teknologi Global
Indonesia punya modal besar untuk menjadi dalang AI yang bijak. Kearifan lokal kita, seperti filosofi gotong royong dan harmoni, bisa menjadi fondasi etika dalam mengembangkan teknologi.
AI tak harus selalu mengikuti narasi Barat yang cenderung individualistik dan kapitalistik. Kita bisa menciptakan AI yang lebih inklusif, berpihak pada masyarakat kecil, dan menghormati budaya lokal.
Misalnya, bayangkan AI yang membantu petani menentukan pola tanam terbaik, mengurangi risiko gagal panen. Atau AI yang mempromosikan budaya lokal melalui platform digital.
Di sinilah peran dalang modern diuji: bagaimana mengawinkan tradisi dengan inovasi tanpa kehilangan esensi.
Jangan Takut Menjadi Dalang
Banyak yang merasa AI terlalu rumit, terlalu “di luar jangkauan.” Padahal, menjadi dalang AI tidak selalu berarti menjadi seorang ahli komputer.