Misalnya, bayangkan AI yang membantu petani menentukan pola tanam terbaik, mengurangi risiko gagal panen. Atau AI yang mempromosikan budaya lokal melalui platform digital. Di sinilah peran dalang modern diuji: bagaimana mengawinkan tradisi dengan inovasi tanpa kehilangan esensi.
Jangan Takut Menjadi Dalang
Banyak yang merasa AI terlalu rumit, terlalu “di luar jangkauan.” Padahal, menjadi dalang AI tidak selalu berarti menjadi seorang ahli komputer. Anda bisa menjadi dalang melalui cara lain, seperti menciptakan narasi positif di media sosial, menggunakan AI untuk memperluas bisnis, atau mengajarkan literasi digital kepada generasi muda.
Intinya, semua orang bisa berkontribusi dalam mengarahkan AI ke jalan yang benar. Teknologi hanyalah alat, dan dalang sejatinya tetap manusia. Maka, kuncinya adalah kemauan untuk belajar dan rasa tanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan.
Dalang Era Baru: Lebih dari Sekadar Teknologi
Pada akhirnya, menjadi dalang di era AI adalah soal visi dan misi. Dalang tradisional selalu punya tujuan: menyampaikan nilai-nilai kehidupan melalui cerita. Begitu juga dengan dalang digital. Teknologi harus tetap punya tujuan yang jelas: mempermudah hidup manusia, bukan sebaliknya.
Di tengah hiruk-pikuk revolusi AI, kita perlu mengingat kembali peran manusia sebagai pengendali utama. Sehebat apa pun boneka digital, ia hanyalah alat yang menunggu digerakkan. Dan sebagai dalang, kita memegang kendali penuh untuk menentukan ke mana cerita ini akan berjalan.
Jadi, siapkah Anda menjadi dalang di era kecerdasan buatan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H