Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Santri Online Gus Baha

9 Desember 2024   07:00 Diperbarui: 9 Desember 2024   10:37 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Santri Online | alfattah.or.id

Bagi saya, Gus Baha adalah oase di tengah hiruk-pikuk dunia maya. Setiap kali merasa lelah dengan rutinitas atau kehilangan arah, saya sering membuka YouTube dan mengetikkan nama beliau di kolom pencarian. Di sana, ada ribuan ceramah beliau yang selalu penuh hikmah, mengajak berpikir lebih jernih dan mendalam.

Sebagai santri online, saya tidak selalu punya kesempatan untuk hadir langsung di majelis Gus Baha. Namun, teknologi menjadi jalan alternatif yang sangat berarti. Meski hanya melalui layar, ilmu yang beliau sampaikan tetap terasa meresap. Bahkan, saya merasa seperti sedang duduk di depan beliau, mendengarkan dengan khusyuk.

Ngaji dari Layar: Antara Kemudahan dan Tantangan

Mengakses ceramah Gus Baha melalui YouTube adalah kemudahan yang tidak dimiliki generasi sebelumnya. Dalam hitungan detik, saya bisa mendengarkan tafsir Al-Qur'an, cerita-cerita para nabi, hingga pandangan kritis beliau tentang kehidupan modern.

Namun, saya juga menyadari tantangannya. Dunia maya sering kali penuh gangguan. Saat mendengarkan ceramah, notifikasi ponsel kerap muncul---entah itu pesan, berita viral, atau iklan yang tiba-tiba melintas. Kadang, fokus saya terpecah.

Dalam situasi seperti ini, saya mencoba mendisiplinkan diri. Saya sadar bahwa mengaji bukan hanya soal mendengar, tetapi juga merenungkan. Jika hanya mendengar tanpa merenung, ilmu akan lewat begitu saja tanpa meninggalkan bekas.

Rutinan Ngaji Rabu: Menikmati Keheningan Ilmu

Meski sering mengandalkan YouTube, saya pernah beberapa kali ikut langsung rutinan ngaji Rabu setiap dua pekan sekali. Pengalaman ini sangat berbeda. Di majelis langsung, saya merasakan suasana yang tidak bisa dirasakan melalui layar. Ada keheningan, kehangatan, dan kedalaman yang hanya bisa dirasakan ketika berada di tengah-tengah santri lainnya.

Salah satu momen yang paling membekas adalah ketika Gus Baha membahas tentang pentingnya sabar dalam mencari ilmu. Beliau bercerita tentang para ulama terdahulu yang rela berjalan ratusan kilometer hanya untuk satu hadits. "Kalau sekarang, sabar itu bentuknya ya tahan dulu notifikasi Instagram saat ngaji," kata beliau dengan nada bercanda, tapi tetap penuh makna.

Kalimat itu menampar saya. Betapa sering saya merasa malas atau terganggu oleh hal-hal sepele, padahal ilmu ada di depan mata. Rutinan ngaji Rabu menjadi pengingat bahwa ilmu membutuhkan kesabaran dan konsistensi.

Ngaji Maulid: Merayakan Cinta pada Rasulullah

Bulan Maulid selalu menjadi waktu yang istimewa. Saya tidak hanya mendengarkan ceramah Gus Baha, tetapi juga meresapi bagaimana beliau menyampaikan kecintaannya pada Nabi Muhammad.

Pernah dalam satu pengajian Maulid, Gus Baha membahas kisah Nabi yang selalu mendoakan umatnya, bahkan di saat-saat terakhir hidupnya. "Nabi itu tidak pernah lelah memikirkan kita, tapi sering kali kita yang lupa memikirkan beliau," ucap Gus Baha.

Kata-kata ini membuat saya merenung. Saya merasa, bulan Maulid bukan sekadar perayaan, tetapi momen untuk mengevaluasi sejauh mana saya telah mengikuti jejak Rasulullah. Ngaji di bulan Maulid bersama Gus Baha mengajarkan bahwa cinta pada Nabi harus diwujudkan dalam akhlak, bukan hanya dalam ritual.

Haul Abah KH Nur Salim: Meneladani Ulama Sejati

Setiap bulan Rajab, haul Abah Gus Baha, KH Nur Salim, menjadi salah satu momen yang selalu saya nantikan. Melalui cerita-cerita Gus Baha, saya bisa merasakan betapa besar pengaruh Abah beliau dalam membentuk kepribadian dan keilmuan Gus Baha.

Dalam salah satu haul, Gus Baha bercerita bagaimana ayahnya mengajarkan keikhlasan dalam beramal. "Bapak itu tidak pernah memikirkan penghargaan dari manusia. Yang beliau pikirkan hanya ridha Allah," ujar Gus Baha.

Cerita ini membuat saya merenung. Di zaman sekarang, di mana segala sesuatu sering kali dilakukan demi pengakuan, keikhlasan menjadi hal yang sangat langka. Haul ini mengajarkan saya untuk terus meluruskan niat, baik dalam mencari ilmu maupun dalam beramal.

Mengapa Tetap Santri Online?

Ada yang bertanya, kenapa saya masih setia menjadi santri online? Bukankah lebih baik hadir langsung di majelis? Bagi saya, menjadi santri online bukan pilihan yang ideal, tetapi tetap berharga.

Teknologi telah membuka akses ilmu yang luas. Meskipun tidak bisa hadir langsung, saya tetap bisa belajar dari Gus Baha melalui ceramah-ceramahnya. Yang terpenting adalah bagaimana saya memanfaatkan ilmu tersebut untuk memperbaiki diri, bukan sekadar menambah pengetahuan.

Namun, saya juga sadar akan keterbatasan menjadi santri online. Tanpa kehadiran fisik di majelis, saya sering kehilangan momen-momen kehangatan bersama para santri lain. Itulah sebabnya, saya berusaha menghadiri langsung ngaji Rabu, Maulid, dan haul setiap kali ada kesempatan.

Refleksi dan Harapan

Sebagai santri online, saya merasa perjalanan ini penuh tantangan, tetapi juga penuh hikmah. Mengaji bersama Gus Baha, baik melalui YouTube maupun di majelis langsung, telah mengubah cara pandang saya terhadap agama dan kehidupan.

Saya berharap, suatu hari nanti, bisa lebih sering hadir langsung di majelis beliau. Namun, hingga saat itu tiba, saya akan terus belajar melalui apa yang tersedia. Gus Baha pernah berkata, "Ilmu itu bukan soal tempat, tapi soal niat." Kata-kata ini menjadi pengingat bahwa menjadi santri bukan soal di mana saya berada, tetapi seberapa besar saya berusaha untuk memahami dan mengamalkan ilmu.

Akhirnya, ini adalah catatan kecil dari perjalanan saya---seorang santri online yang terus belajar, merangkai hikmah dari setiap ceramah, dan mencoba menjadi lebih baik satu langkah demi satu langkah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun