Belakangan, menurut Sartono Hadisuwarno, dalam bukunya berjudul "Biografi Lengkap Syekh Siti Jenar" menyebut telah ditemukan makam yang diyakini sebagai makam Syekh Siti Jenar, yakni di Desa Balong, Kecamatan Kembang, kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Dokumen Kropak Ferrara
Nama Syekh Lemah Abang konon juga tertulis dalam dokumen Kropak Ferrara, sebuah dokumen kuno yang belum lama ditemukan. G.J.W. Drewes dalam "Perdebatan Walisongo Seputar Makrifatullah: Berikut Wasiat-wasiat Agama beserta Panduan Dakwah Para Wali di Jawa" (2002) menjelaskan Koprak Ferara ialah naskah yang terbuat dari rontal yang berisi sarasehan para Wali, berasal dari masa paling awal abad ke-18.
Oleh karena itu, walaupun asal-usul dan jati diri Syekh Siti Jenar tidak dijelaskan dalam dokumen tersebut, namun menjadi lebih jelas bahwa tokoh ini memang ada dalam jajaran Walisongo.
Abdul Munir Mulkhan yang banyak menulis buku dan mempopulerkan nama Syekh Siti Jenar di awal abad ke-21 ini, masih meragukan apakah nama Syekh Siti Jenar benar-benar pernah hidup di bumi Nusantara ini, walau pun dikenal luas oleh masyarakat Jawa.
Namun menurut Prof Hasanu Simon dalam bukunya berjudul "Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah (2004), keraguan tersebut hilang karena adanya dokumen Kropak Ferrara di atas.
Namun demikian riwayat hidup dan ajarannya masih gelap, sementara ada kelompok masyarakat Indonesia yang berlebihan membesar-besarkan tokoh ini, khususnya sejak era pasca-Demak Bintara.
Pada intinya, bahwa jati diri dan asal usul Syekh Siti Jenar sampai sekarang belum jelas, belum ada sumber yang dianggap sahih. Dalam beberapa publikasi, nama Syekh Siti Jenar kadang-kadang disebut Syekh Siti Brit atau Syekh Lemah Abang. Dalam bahasa Jawa, jenar berarti kuning, sedang brit berasal dari abrit artinya merah, sama dengan abang yang juga berarti merah.
Menurut Rahimsyah, Syekh Siti Jenar juga bernama Syekh Abdul Jalil atau Syekh Jabaranta itu adalah Syekh Datuk Sholeh.
Sedangkan menurut Munir Mulkhan, Syekh Siti Jenar bernama asli Ali Hasan alias Syekh Abdul Jalil, berasal dari Cirebon. Ayahnya seorang raja pendeta bernama Resi Bungsu.
Dikatakan oleh Agus Sunyoto bahwa citra Syekh Siti Jenar selama kurun lebih empat abad memang tidak bisa lepas dari stigma kebid'ahan, kesesatan, kecacingan, dan keanjingan.