"Lah kalau nanti Lisa pingsan di jalan bagaimana?"
"Ya Lisa bisa mengukur kondisi diri sendiri kok. Pokoknya Mas Adit siap sedia saja. Nanati kalau ada perlu, Lisa kirim sinyal SOS untuk rescue."
"Hahaha.. iya deh. Tapi benar sudah tidak demamkan?"
"Iya benar. Ini cuman masih lemas saja."
Aku kembali teringat pengalamanku dengan Anita. Suatu hari kami dalam masa perang dingin, dan dia jatuh sakit. Seorang teman kantor meminta didampingi menjenguknya. Ternyata Anita justru merasa sehat saat menemui kami walau katanya masih agak pusing. Setelah ngobrol cukup lama di ruang tamu, kamipun berpamitan. Baru saja aku melewati pintu, saat teman yang lainnya berteriak karena tiba-tiba Anita ambruk nyaris jatuh ke lantai jika tidak ditahan oleh teman tadi. Aku bergegas memeluk dan memangku Anita. Akhirnya aku putuskan membopong Anita  ke kamarnya dengan perasaan cemas dan bersalah. Setelah dibawa ke rumah sakit, hasil test laboratoriumnya menunjukkan jumlah trombositnya rendah. Sebenarnya hal ini juga yang aku takutkan pada Allysa. Setelah test laboratorium, diagnosanya akan jauh lebih akurat untuk memastikan tindakan medis dan proses pemulihan berikutnya.
"Mas pagi-pagi kok ngelamun sih," goda Allysa.
"Ah enggak, cuman ngantuk saja kok," aku mencoba mengelak, walau ada perasaan jengah karena tertangkap sedang melamun.
"Lisa yakin, Mas Adit pasti juga memikirkan Anita. Lisa tahu Mas bukan orang yang mudah melupakan begitu saja. Jujur, seberapa sayang Mas Adit pada dia?"
Aku terdiam mendengar pertanyaan Allysa yang to the point tentang perasaanku pada Anita. Memang sebelum aku bertemu Allysa, aku sempat menjalin kedekatan dengan Anita. Saat itu aku meminta waktu pada Anita 2 tahun untuk mempersiapkan diri menikahinya. Namun hubunganku tidak berjalan baik saat aku sadari kita berbeda dalam memaknai loyalitas dan kesabaran.
Setelah menghela nafas aku menjawab, "Lisa benar. Anita memang tidak pernah hilang dari pikiran. Hampir setahun ini dia menjadi bayangan yang selalu mengikuti kemanapun saya pergi." Aku merasa suaraku kini berubah menjadi melo.
"Mas tahu kenapa bisa begitu?"