"Mas Lisa kembali lagi ke kamar ya," seru Allysa saat aku masih duduk bersila.
"Iya, silahkan," jawabku sambil menatap Allysa.
Lebih dari sepuluh menit aku duduk bersila, berikutnya aku beranjak untuk melipat sajadah dan menuju ke kamar Allysa.
"Mau aku buatin makanan sekarang?" Tanyaku sambil duduk di tepi springbed-nya.
"Enggak usah, nanti saja Mas. Lisa mau teh hangat saja ya," Suara Allysa masih terdengar lemah.
"Oke, teh hangat segera datang," jawabku dengan nada bercanda. Allysa hanya tersenyum merespon ucapanku.
Tak lama kemudian, teh hangat sudah siap aku sajikan.
"Nanti saya belikan bubur ayam Jakarta yang di dekat UPN ya, ujarku saat menyodorkan teh hangat kepada Allysa. Allysa hanya menganggukkan kepala saja sambil menatap wajahku. Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin dia berharap suaminyalah yang merawatnya saat sakit. Atau ada mama-papanya yang mendampingi di kala dalam duka dan kesusahan seperti saat ini. Memang terkadang keadaan tidak seperti yang kita harapkan. Dunia memang serba tidak ideal.
Jam 6 pagi, aku segera turun dari apartemen menuju rungkut ke arah UPN dengan membawa rantang tempat makanan, agar makanaannya tidak dibungkus dengan streoform yang pasti tidak sehat untuk kesehatan dan lingkungan. Aku tahu sebuah warung bubur ayam Jakarta yang cukup sedap untuk Allysa. Mungkin Allysa tidak cukup berselera dengan bubur instant yang aku buatkan kemarin karena memang hanya berupa bubur dan kerupuk. Setelah memesan 2 porsi bubur ayam, aku segera kembali ke apartemen.
Saat aku kembali, Allysa sudah duduk-duduk di sofa sambil menonton televisi. rupanya dia sudah selesai mandi dan berganti kostumnya dengan yang lebih kasual.
"Eh kok sudah bangun sih. Apa sudah baikan?" Tanyaku sambil duduk di sebelah Allysa.