"Hei kalian berdua!!! Apa yang sedang kalian bicarakan?" Ternyata itu suara Pak Narto yang sudah berkacak pinggang menatap dengan sorot mata tajam ke arah Tono dan Tini.
"Ehmm. Matek kon yo... Uwonge ngamuk tenan," bisik Tini lagi sambil menendang kaki Tono.
"Tenang ae... Aku ae seng njawab," jawab Tono kepada Tini.
"Anu Pak... Saya dan Tini sedang mendiskusikan mengapa kami susah mengerti penjelasan Bapak yang penuh istilah rumit nan asing di telinga," kata Tono mencoba berbicara dengan tenang.
"Ya itu karena kalian aja yang malas belajar dan tidak mau memperkaya diri dengan istilah-istilah yang biasa saya gunakan," jawab Pak Narto dengan pongah.
"Kalau Bapak berkata demikian, bukankah berarti Bapak telah melakukan argumentum ad hominem dengan melebeli kami malas." Kali ini Tono menggunakan istilah yang biasa digunakan Pak Narto untuk menjawab.
"Ah apa yang kamu tahu tentang argumentum ad hominem! Yang saya ucapkan itu fakta bahwa kalian tidak bisa memahami istilah yang saya gunakan karena memang malas!" Teriak Pak Narto. Kali ini sepertinya penyakit darah tinggi Pak Narto mulai kumat.
"Sekarang Bapak mulai memberi stigma pemalas kepada kami. Itu berarti Bapak telah melakukan poisoning the well," jawab Tono masih dengan nada sopan dan intonasi yang dibuat setenang mungkin, padahal jantungnya dad-dig-dug, karena ancamannya alamat dia tidak lulus di matakuliah ini.
"Maksud kamu apa?" Kali ini Pak Tono terlihat bertanya dengan nafas terengah-engah menahan emosi yang nyaris meledak.
"Saya hanya berharap leih mengerti apa yang Bapak jelaskan dengan bahasa yang mungkin bisa lebih kami mengerti. Itu saja. Kami hanya butuh belajar dari Bapak dengan lebih mudah karena memang keterbatasan pengetahuan dan IQ kami yang di bawah rata-rata Pak. Dalam istilah blog, itu dissebut KISS Pak."
"Apa itu KISS?" Tanya Pak Narto sambil terus mengatur nafasnya.