Mohon tunggu...
Chodijah _11
Chodijah _11 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang

Fakultas ekonomi dan bisnis syariah, jurusan ekonomi syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia

6 Desember 2022   14:51 Diperbarui: 6 Desember 2022   15:01 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chodijah, Zuyyina Nur Fadila

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syariah, Universias Islam Negri Raden Fatah Palembang

Abstrak:

Tujuan dari artikel ini yaitu untuk memaparkan gambaran perkembangan zakat dan wakaf yang terjadi di Indonesia, Metode penelitian ini berfokus pada pengelolaan data secara kualitatif dengan metode analisis data deskripsi-analisis. Hasil dari penelitian ini yaitu: bahwa perkembangan zakat dan wakaf dimulai dari datangnya islam ke indonesia, penerapan zakat dan wakaf yang bermula pada bentuk yang sederana, dan belum sepenuhnya sadar akan kewajiban menunaikan zakat, wakaf pertama kali dikenalkan dengan diwakafkannya tanah untuk membangun masjid. Perkembangan zakat dan wakaf terus berjalan hingga hadirnya lembaga BAZNAS dam BWI yang dapat memudahkan baik pada pembinaan, pengelolaan dan penyaluran Zakat dan Wakaf di Indonesia.

Kata Kunci: Zakat dan Wakaf, BAZNAS, BWI, Sejarah, Perkembangan

Abstract:

The purpose of this article is to present an overview of the development of zakat and waqf that occurred in Indonesia. This research method focuses on qualitative data management using the description-analysis data analysis method. The results of this study are: that the development of zakat and waqf started with the arrival of Islam to Indonesia, the application of zakat and waqf which started in a simple form, and was not fully aware of the obligation to pay zakat, waqf was first introduced by donating land to build a mosque. The development of zakat and waqf continues until the presence of the BAZNAS and BWI institutions which can facilitate both the development, management and distribution of zakat and waqf in Indonesia.

Keywords: Zakat and Waqf, BAZNAS, BWI, History, Development

Pendahuluan

Sebagai umat Islam kita dikenalkan dengan tuntunan berupa  Zakat dan Wakaf yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah ijtima'iyah (ibadah sosial). Zakat ditinjau dari segi bahasan (etimologi) memiliki beberapa arti, yaitu: al-barakat "keberkahan". al-namaa "pertumbuhan- perkembangan", at-thaharatu "kesucian" dan ash- shalahu "keberesan". Dan dilihat dari segi istilah (terminologi) zakat berarti bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah mewajibkan pemiliknya, untuk memberikannya kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu. (Jauhari 2020).

 Zakat mengandung pengertian tumbuh dan berkembang, karena dengan zakat diharapkan harta seseorang terus tumbuh dan bertambah, baik dalam bentuk nyata di dunia maupun di akhirat. Zakat merupakan rukun islam ke-4 yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan. Wakaf secara Bahasa berasal dari waqafayaqifu berhenti berlawan dari kata Istamara. Kata ini sering disamakan dengan at-tahbis atau al-tasbil yang bermakna al-habs'an tasarruf, yakni mencegah dari mengelola. Secara etimologi kata wakaf berasal dari kaa waqafa-yaqaifu waqfan,  yang mempunyai arti berdiri tegak, menahan.

 Zakat dan wakaf mengacu pada dimensi ketuhanan karena zakat dan wakaf merupakan simbol dari ketaatan dan wujud dari rasa syukur hamba kepada Tuhannya. Zakat dan Wakaf tidak hanya memiliki dimensi ketuhanan, tetapi juga erat kaitannya dengan manusia. Banyak sekali manfaat dari zakat wakaf bagi umat manusia, antara lain adalah bahwa zakat wakaf dapat dijadikan sarana untuk memupuk rasa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama umat manusia, sebagai sumber dana untuk memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh umat manusia, sehingga zakat dan wakaf merupakan mesin penggerak dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengikis kemiskinan. Zakat diyakini sebagai bentuk ibadah yang  menyeimbangkan hubungan sosial. Melalui zakat wakaf (ziswa), jarak antara orang berada dan orang yang kurang beruntung dapat didekatkan. Orang berada punya kewajiban untuk membantu dan memperhatikan orang-orang susah yang hidup di sekitarnya. Selain itu, ziswa juga berfungsi agar sirkulasi harta kekayaan tidak hanya berputar di kalangan sekelompok orang-orang. Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia tentunya bersamaan dengan datangnya Islam. Sebagai pendorong penerapan rukun islam ini diperlukan strategi agar Zakat dan Wakaf terus berkembang di Indonesia.

Tinjauan Pustaka

Perkembangan adalah perubahan yang mengarah pada kemajuan, pergerakkan sejarah pada arah yang maju adalah tujuan dari pembahasan dalam penelitian ini yang dimana bahwa pada penelitian Analisis Strategi Pengembangan Zakat, Infaq, Shadaqoh dan Wakaf di Indonesia (Analysis of Zakat, Infaq, Shadaqoh and Wakaf Development Strategies in Indonesia) Rusdi Hamka Lubis, dan Fitri Nur Latifah Program Studi: Ekonomi Syariah, Institut PTIQ Jakarta, Indonesia, Perbankan Syariah, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia. Yang dimana pada penelitian ini bertujuan penelitian ini untuk memaparkan gambaran potensi ziswaf serta realisasi Ziswaf diIndonesia dijelaskan perbedaan antara potensi dan realisasi. Di awali denga metode pendekatan kuantitatif deskriptif dengan pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber. Gap yang sangat besar antara nilai potensi dengan besaran realisasi. Selama lima tahun terakhir hingga tahun 2016 realisasi penerimaan zakat hanya kurang dari 1%. Pengembangan dana Ziswaf di Indonesia harus memiliki sasaran strategis yang harus diturunkan dalam kebijakan seluruh stakeholder. Sehingga, muzakki dan mustahik sebagai komponen penting dalam pengembangan dan suksesi pemberdayaan. Pemilihan strategi yang tepat dapat dilakukan dengan metode analisis SWOT untuk menghasilkan peta kondisi kelompok penelitian dan strategi yang tepat mendukung sasaran strategis. Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi Ziswaf di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan.

Pembahasan 

  • Sejarah Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia

Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia dapat dikaitkan dengan seiringnya keberadaan islam yang memasuki nusatara, penyebaraan agama islam pada masa itu menjadikan masyarakat Indonesia perlahan mengenal, memahami, dan mempraktekkan syariat- syariat Allah. Ajaran-ajaran pokok berupa syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji mulai di jalankan.

Sebagai salah-satu rukun Islam, Zakat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat, Menurut tokoh zakat Indonesia, Ahmad Juwaini, pada masa awal Islam masuk, prakteknya hanya sebatas muzakki memberikan zakat pada mustahik secara langsung, tanpa melakukan kontrol atau pembinaan. Artinya muzaki (pemberi zakat) memberikan zakat secara langsung kepada mustahik (penerima zakat), dan belum didiriannya lembaga-lembaga yang menjalankan pengelolaannya.

Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai pada masa-masa awal penyiaran Islam, para ulama membutuhkan termpat seperti masjid untuk menjalankan aktivitas ritual dan dakwah, yang pada akhirnya di mudahkan dengan pemberian tanah wakaf untuk mendirikan masjid menjadi tradisi yang lazim dan meluas di komunitas-komunitas Islam di Nusantara.

Wakaf merupakan ajaran agama Islam yang umum dipraktikkan masyarakat. Wakaf untuk masjid, lembaga pendidikan, pondok pesantren, dan kuburan merupakan jenis wakaf yang paling banyak dikenal oleh masyarakat. Praktik wakaf ini konon telah ada sejak Islam menjadi kekuatan sosial politik sejak akhir abad ke-12 M dengan berdirinya beberapa kerajaan Islam di Nusantara. Tradisi serupa dengan praktik wakaf telah ada di Jawa Timur sejak abad ke-15 M dan secara nyata disebut wakaf dengan ditemukannya bukti-bukti historis baru ada pada awal abad ke-16. Di Sumatera, Aceh, wakaf diperkirakan mulai muncul abad ke-14 M. Meskipun demikian perlu ditekankan di sini bahwa praktik-praktik yang serupa wakaf dikatakan telah ada sebelum kedatang Islam ke Nusantara.

Praktik dan tradisi wakaf menyebar hampir merata di Nusantara. Jika di Jawa, wakaf dipraktikkan dengan mendirikan masjid dan pondok pesantren, di wilayah lain, seperti Sumatera, wakaf dipraktikkan dengan mendirikan surau di  Minangkabau, di tangan para tokoh agama, seperti Syaikh Khatib, Syaikh Thaher Djalaludin, Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Syaikh Ibrahim Musa, dan Haji Rasul, institusi keagamaan surau dan Masjid didirikan. Selain itu, sebagian wakaf digunakan untuk mengembangkan sekolah-sekolah agama, seperti thawalib, parabek, dan diniyah.

Hal-hal diatas merupakan awal mula perwujudan Zakat dan Wakaf di indonesia, dari hal tersebut mebuakan hasil yang baik karena menurut Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam UIN Jakarta, Azyumardi Azra dalam "Zakat dan Peran Negara" menuturkan bahwa pada masa kerajaan, filantropi Islam terutama zakat, membawa perubahan besar dalam kondisi sosial di Nusantara. Zakat, katanya, menjadi kontrol sosial era itu.

"Hendaklah yang raja itu melebih hormat akan segala fakir dan miskin dan dimuliakan mereka itu terlebih daripada segala orang kaya dan harus senantiasa duduk dengan mereka itu..." ia mengutip teks Tajul Salatin. Namun, menurutnya pada masa kerajaan zakat dan wakaf masa itu banyak dilakukan kalangan elite kerajaan. Ibadah itu dilakukan sekaligus saat mengadakan ritual Upacara Kelahiran, Upacara Pemotongan Rambut, dan Upacara Pembayaran Zakat. Bentuk sedekah yang dikeluarkan pun tak tanggung-tanggung. Seorang ningrat bisa mengeluarkan emas, perak, dan sandang untuk dhuafa.

Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menyerahkan beberapa petak sawahnya sebagai wakaf untuk mendanai berbagai kegiatan masjid atau madrasah. Sampai dengan abad ke-19 saja, menurut Rahmat Djatnika, dari 303 lokasi wakaf seluas 458.953 m2, hampir semuanya berupa tanah kering dan hanya terdpat 6 buah wakaf sawah yang luasnya mencapai 4.620 m2. Walau penerapan kewajiban membayar Zakat dan pengamalan Wakaf, belum sepenunya diterapkan oleh seluruh masyarakat pada masa itu namun perkembangan zakat dan wakaf akan terus berlanjut.

Pada awal masa kolonial, mulai dikenalnya lembaga ataupun penugasan seseorang sebagai sarana pengelolaan zakat dapat dilihat dari adanya Kelembagaan yang tidak resmi namun secarah sah dalam keagamaan yang mengelola Zakat dan wakaf pada masa itu secara khusus dikelola oleh Masjid, sebagai pusat kegiatan sosial-keagamaan Islam. Adapun bentuk lain pengelolaannya yaitu di Aceh,  ditunjuknya seorang imam atau kadi dan dihubungkan dengan persoalan agama. Ia menjabat sebagai staf keagamaan di bawah administrasi kesultanan, yang dimana salah satu tugasnya adalah mengelola zakat, sedekah, hibah, maupun wakaf.

Adapun perbedaan lain pada setiap wilayah yaitu zakat ternak dan pertanian tidak begitu ditekankan. Lain hal dengan wilayah Priangan, yang hasil pertaniannya wajib dizakatkan. "Ada beberapa faktor penting yang membuat penghasilan zakat berbeda. Dan ditetapkkan juga bahwa pemerintah kolonial, tak mau ikut campur dalam pengelolaan zakat. Mereka mengedarkan larangan tegas tertanggal 18 Agustus 1866 nomor 216, untuk menghapus semua campur tangan pemerintah daerah atas pungutan sukarela keagamaan.

Lahirnya Lembaga Zakat di Indonesia (BAZNAS)

Setelah Indonesia merdeka terlihat jelas perkembangan pengelolaan Zakat dan wakaf di Indonesia dalam buku Zakat dan Peran Negara, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Didin Hafidhudin menjelaskan perubahan yang terjadi pada perzakatan di Indonesia pasca kemerdekaan, sebelum 1990 terlihat jeas bahwa umumnya masyarakat memberikat zakat langsung oleh muzakki tanpa perantara amil. Jika pun diberikan pada amil, hanya sebatas zakat fitrah saja. zakat yang diberikan, bentuknya konsumtif untuk keperluan jangka pendek. Sosialisasi tentang zakat, berkaitan dengan hikmah, urgensi, tujuan, tata cara pelaksanaan zakat, harta objek zakat, maupun kaitan zakat dengan peningkatan kegiatan ekonomi maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, masih sangat jarang dilakukan.

Kesadaran umat Islam Indonesia mengenai pentingnya zakat dan wakaf dalam keberlangsungan hidup dan penegakan ekonomi umat, sehingga merasa perlu adanya lembaga dalam pengelolaan zakat di indonesia. Dari keinginan tersebut terbentuk kesepakatan dengan disampaikannya saran oleh sebelas ulama tingkat Nasional kepada Presiden Soeharto pada 24 September 1968.

Saran ini membuahkan hasil yang dimana ditindaklanjuti dengan munculnya Seruan Presiden Soeharto pada Peringatan Isra Mi'raj di Istana Merdeka pada tanggal 26 Oktober 1968. Lembaga formal pertama yang berdiri adalah Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta. Untuk mengembangkan keberadaan lembaga pengelola zakat, akhirnya dikeluarkan Instruksi Menteri Agama No. 16 tahun 1989 tentang Pembinaan Zakat, Infak/Sedekah. Namun melewati tahun 1990, pengelolaan zakat memasuki era baru. Unsur profesionalisme dan manajemen modern mulai diterapkan. Munculnya lembaga-lembaga amil zakat, yang muncul dengan pendekatan baru. Filantropi tidak lagi terbatas pada pembangunan madrasah, pesantren, atau masjid, tetapi lebih menyentuh pada pemberdayaan ekonomi, pemberian beasiswa, dan lain sebagainya.

Pada tahun 1969 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1969 tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai Menko Kesra Dr. KH. Idham Chalid. Perkembangan selanjutnya di lingkungan pegawai kemente-rian/lembaga/BUMN dibentuk pengelola zakat dibawah koordinasi badan kerohanian Islam setempat. Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29 dan No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun 1990. Langkah tersebut juga diikuti dengan dikeluarkan juga Instruksi Men-teri Agama No. 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis BAZIS sebagai aturan pelaksanaannya.

Baru pada tahun 1999, pemerintah melahirkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang tersebut diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. BAZ terdiri dari BAZNAS pusat, BAZNAS Propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.

Sebagai implementasi UU Nomor 38 Tahun 1999 dibentuk Badan Amil Zakat Na-sional (BAZNAS) dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001. Dalam Surat Keputusan ini disebutkan tugas dan fungsi BAZNAS yaitu untuk melakukan penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Langkah awal adalah mengupayakan memudahkan pelayanan, BAZNAS menerbitkan nomor pokok wajib zakat (NPWZ) dan bukti setor zakat (BSZ) dan bekerjasama dengan perbankan dengan membuka rekening penerimaan dengan nomor unik yaitu berakhiran 555 untuk zakat dan 777 untuk infak. Dengan dibantu oleh Kementerian Agama, BAZNAS menyurati lembaga pemerintah serta luar negeri untuk membayar zakat ke BAZNAS.

Tingkat kesadaran masyarakat untuk berzakat melalui amil zakat terus ditingkat-kan melalui kegiatan sosialisasi dan publikasi di media massa nasional. Sejak tahun 2002, total dana zakat yang berhasil dihimpun BAZNAS dan LAZ mengalami pening-katan pada tiap tahunnya. Selain itu, pendayagunaan zakat juga semakin bertambah bahkan menjangkau sampai ke pelosok-pelosok negeri. Pendayagunaan zakat mulai dilaksanakan pada lima program yaitu kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, ekono-mi, dan dakwah.

Pada tanggal 27 Oktober 2011, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui Undang-undang pengelolaan zakat pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 23 Tahun 2011 pada tanggal 25 November 2011. Yang dimana UU menetapkan bahwa pengelolaan zakat bertujuan (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan (2) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Untuk mencapai tuju-an dimaksud, UU mengatur bahwa kelembagaan pengelola zakat harus terintegrasi dengan BAZNAS sebagai koordinator seluruh pengelola zakat, baik BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota maupun LAZ.

Mandat BAZNAS sebagai koordinator zakat nasional menjadi momentum era Ke-bangkitan Zakat di Indonesia. Dengan berharap rahmat dan ridha Allah SWT, semo-ga kebangkitan zakat mampu mewujudkan stabilitas negara, membangun ekonomi kerakyatan, dan mengatasi kesenjangan sosial.

Dengan hadirnya BAZNAS yang secara garis besar dapat mengelola zakat secara terstruktur, dan menjadikan zakat nasional dapat optimal, meningkatkan kesadaran umat islam dalam menunaikan zakat. Pada saat ini di era-modern tentunya lembaga ini mengembangkan fungsinya secara online dengan memberikan penyuluhan pengetahuan umat mengenai kewajiban zakat, mempermudah penyaluran baik dalam segi pembayaran maupun penyaluran bantuan secara online melalui aplikasi, web, mediasosial BAZNAS.

Kelembagaan Wakaf di Indonesia

Pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI)  dengan tujuan mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. Selama ini wakaf hanya dikelola langsung nazhir (pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.) namun untuk membina nazhir agar aset wakaf dapat dikelola lebih baik dan lebih produktif guna memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik.

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan.

Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya adalah 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. BWI beranggotakan 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Menteri Agama mengusulkan anggota BWI yang pertama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk oleh BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI. Struktur kepengurusan BWI terdiri dari Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas.

Kesimpulan                                                                                                                                  

Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia yang memiliki sejarah yang panjang yang mulai dari dikenalkannya zakat dan wakaf seiring dengan datangnya islam di indonesia. Mulai dari adanya penerapan zakat dan wakaf secara sederhana tanpa adanya kelembagaan yang resmi hingga setelah kemerdekaan indonesia yang pada akhirnya terlihat secara jelas  perkembangannya mulai dari kesadaran masyarakat akan pentingnya zakat dan wakaf sebagai media penggerak ekonomi yang baik untuk kesejahteraan sesama umat dan banyaknya tempat ibadah, pesantren hingga terbentuknya struktur yang baik oleh pemerintah dengan dibentuknya lembaga BAZNAS, bentuk kelembagaan resmi ini menunjukkan kemajuan pengelolaan zakat di Indonesia, dan sebagai bentuk kemajuan wakaf di indonesia yaitu dengan hadirnya lembaga BWI. Lembaga-lembaga tersebut merupakan bentuk kemajuan perkembangan zakat dan wakaf di Indonesia dan tentunya peran penting sadarnya masyarakat sebagai umat islam dalam menunaikan Zakat dan Wakaf di Indonesia.

Daftar Pustaka

Hasan, K.N. Sofyan dan Muhammad Sadi Is. 2021. Hukum Zakat Dan Wakaf Di Indonesia. Jakarta: Kencana

Huda, Nurul dan Mohammad Heykal.2010. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis. Jakarta : Kencana

Liputan6dotcom. 2021. "Potensi Luar Biasa Zakat Dan Wakaf Untuk Perekonomian", Potensi Luar Biasa Zakat dan Wakaf untuk Perekonomian - Regional Liputan6.com, diakses pada 2 Desember 2022 pukul 11.35.

Budiarto, Urip. 2021. "Peran Strategis Indonesia Memajukan Zakat Dan Wakaf Dunia". Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (knks.go.id), diakases pada 1 Desember 2022 Pukul 20.38.

Wakaf, Tabung. 2015. " Sejarah Perkembangan Wakaf Di Indonesia", Sejarah Perkembangan Wakaf di Indonesia - TabungWakaf.com, diakses pada 2 Desember 2022 Pukul 12.23.

Baznas. 2022. " Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional", SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT NASIONAL -- Baznas (garutkab.go.id), diakses pada 2 Desember 2022 Pukul 13.10.

Madjakusumah, Deden Gandana dan Udin Saripudin. 2020. "Pengelolaan Dana Lembaga Filantropi Islam Dalam Pengembangan Ekonomi Umat", https://ejournal.imperiuminstitute.org/index.php/SERAMBI/article/view/151, diakses pada 2 Desember 2022 Pukul 14.10.

Hastuti, Qurratul Aini Wara. 2016. "Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf Bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat", https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Ziswaf/article/download/1492/1370, diakses pada 2 Desember 2022 pukul 14.00.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun