Mohon tunggu...
Chodijah _11
Chodijah _11 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Raden Fatah Palembang

Fakultas ekonomi dan bisnis syariah, jurusan ekonomi syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Zakat dan Wakaf di Indonesia

6 Desember 2022   14:51 Diperbarui: 6 Desember 2022   15:01 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menyerahkan beberapa petak sawahnya sebagai wakaf untuk mendanai berbagai kegiatan masjid atau madrasah. Sampai dengan abad ke-19 saja, menurut Rahmat Djatnika, dari 303 lokasi wakaf seluas 458.953 m2, hampir semuanya berupa tanah kering dan hanya terdpat 6 buah wakaf sawah yang luasnya mencapai 4.620 m2. Walau penerapan kewajiban membayar Zakat dan pengamalan Wakaf, belum sepenunya diterapkan oleh seluruh masyarakat pada masa itu namun perkembangan zakat dan wakaf akan terus berlanjut.

Pada awal masa kolonial, mulai dikenalnya lembaga ataupun penugasan seseorang sebagai sarana pengelolaan zakat dapat dilihat dari adanya Kelembagaan yang tidak resmi namun secarah sah dalam keagamaan yang mengelola Zakat dan wakaf pada masa itu secara khusus dikelola oleh Masjid, sebagai pusat kegiatan sosial-keagamaan Islam. Adapun bentuk lain pengelolaannya yaitu di Aceh,  ditunjuknya seorang imam atau kadi dan dihubungkan dengan persoalan agama. Ia menjabat sebagai staf keagamaan di bawah administrasi kesultanan, yang dimana salah satu tugasnya adalah mengelola zakat, sedekah, hibah, maupun wakaf.

Adapun perbedaan lain pada setiap wilayah yaitu zakat ternak dan pertanian tidak begitu ditekankan. Lain hal dengan wilayah Priangan, yang hasil pertaniannya wajib dizakatkan. "Ada beberapa faktor penting yang membuat penghasilan zakat berbeda. Dan ditetapkkan juga bahwa pemerintah kolonial, tak mau ikut campur dalam pengelolaan zakat. Mereka mengedarkan larangan tegas tertanggal 18 Agustus 1866 nomor 216, untuk menghapus semua campur tangan pemerintah daerah atas pungutan sukarela keagamaan.

Lahirnya Lembaga Zakat di Indonesia (BAZNAS)

Setelah Indonesia merdeka terlihat jelas perkembangan pengelolaan Zakat dan wakaf di Indonesia dalam buku Zakat dan Peran Negara, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Didin Hafidhudin menjelaskan perubahan yang terjadi pada perzakatan di Indonesia pasca kemerdekaan, sebelum 1990 terlihat jeas bahwa umumnya masyarakat memberikat zakat langsung oleh muzakki tanpa perantara amil. Jika pun diberikan pada amil, hanya sebatas zakat fitrah saja. zakat yang diberikan, bentuknya konsumtif untuk keperluan jangka pendek. Sosialisasi tentang zakat, berkaitan dengan hikmah, urgensi, tujuan, tata cara pelaksanaan zakat, harta objek zakat, maupun kaitan zakat dengan peningkatan kegiatan ekonomi maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, masih sangat jarang dilakukan.

Kesadaran umat Islam Indonesia mengenai pentingnya zakat dan wakaf dalam keberlangsungan hidup dan penegakan ekonomi umat, sehingga merasa perlu adanya lembaga dalam pengelolaan zakat di indonesia. Dari keinginan tersebut terbentuk kesepakatan dengan disampaikannya saran oleh sebelas ulama tingkat Nasional kepada Presiden Soeharto pada 24 September 1968.

Saran ini membuahkan hasil yang dimana ditindaklanjuti dengan munculnya Seruan Presiden Soeharto pada Peringatan Isra Mi'raj di Istana Merdeka pada tanggal 26 Oktober 1968. Lembaga formal pertama yang berdiri adalah Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta. Untuk mengembangkan keberadaan lembaga pengelola zakat, akhirnya dikeluarkan Instruksi Menteri Agama No. 16 tahun 1989 tentang Pembinaan Zakat, Infak/Sedekah. Namun melewati tahun 1990, pengelolaan zakat memasuki era baru. Unsur profesionalisme dan manajemen modern mulai diterapkan. Munculnya lembaga-lembaga amil zakat, yang muncul dengan pendekatan baru. Filantropi tidak lagi terbatas pada pembangunan madrasah, pesantren, atau masjid, tetapi lebih menyentuh pada pemberdayaan ekonomi, pemberian beasiswa, dan lain sebagainya.

Pada tahun 1969 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1969 tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai Menko Kesra Dr. KH. Idham Chalid. Perkembangan selanjutnya di lingkungan pegawai kemente-rian/lembaga/BUMN dibentuk pengelola zakat dibawah koordinasi badan kerohanian Islam setempat. Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29 dan No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun 1990. Langkah tersebut juga diikuti dengan dikeluarkan juga Instruksi Men-teri Agama No. 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis BAZIS sebagai aturan pelaksanaannya.

Baru pada tahun 1999, pemerintah melahirkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang tersebut diakui adanya dua jenis organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. BAZ terdiri dari BAZNAS pusat, BAZNAS Propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.

Sebagai implementasi UU Nomor 38 Tahun 1999 dibentuk Badan Amil Zakat Na-sional (BAZNAS) dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001. Dalam Surat Keputusan ini disebutkan tugas dan fungsi BAZNAS yaitu untuk melakukan penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Langkah awal adalah mengupayakan memudahkan pelayanan, BAZNAS menerbitkan nomor pokok wajib zakat (NPWZ) dan bukti setor zakat (BSZ) dan bekerjasama dengan perbankan dengan membuka rekening penerimaan dengan nomor unik yaitu berakhiran 555 untuk zakat dan 777 untuk infak. Dengan dibantu oleh Kementerian Agama, BAZNAS menyurati lembaga pemerintah serta luar negeri untuk membayar zakat ke BAZNAS.

Tingkat kesadaran masyarakat untuk berzakat melalui amil zakat terus ditingkat-kan melalui kegiatan sosialisasi dan publikasi di media massa nasional. Sejak tahun 2002, total dana zakat yang berhasil dihimpun BAZNAS dan LAZ mengalami pening-katan pada tiap tahunnya. Selain itu, pendayagunaan zakat juga semakin bertambah bahkan menjangkau sampai ke pelosok-pelosok negeri. Pendayagunaan zakat mulai dilaksanakan pada lima program yaitu kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, ekono-mi, dan dakwah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun