Mohon tunggu...
Chistofel Sanu
Chistofel Sanu Mohon Tunggu... Konsultan - Indonesia Legal and Regulation Consultant On Oil and Gas Industry

Cogito Ergo Sum II Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin II https://www.kompasiana.com/chistofelssanu5218

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gereja Ortodoks Rusia dan Invasi Ukraina (Perpektif Sejarah)

26 Maret 2022   11:29 Diperbarui: 26 Maret 2022   11:49 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia juga telah menciptakan birokrasi gereja yang sangat tersentralisasi yang mencerminkan suara Putin dan meredam suara-suara yang berbeda.

Hubungan dekat Gereja Ortodoks Rusia dan Putin

Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, Patriakh Kirill dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Foto: ria.ru.)
Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, Patriakh Kirill dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Foto: ria.ru.)

Puncak titik baliknya terjadi pada 2011-2012, yang dimulai dengan protes besar-besaran terhadap kecurangan pemilu dan keputusan Putin untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.

Kirill pada awalnya meminta pemerintah untuk berdialog dengan pengunjuk rasa, tetapi kemudian menawarkan dukungan tanpa syarat untuk Putin dan menyebut stabilitas dan kemakmuran selama dua periode pertamanya sebagai "keajaiban Tuhan", berbeda dengan tahun 1990-an yang penuh gejolak.

Pada tahun 2012, Pussy Riot, sebuah kelompok punk feminis, mengadakan aksi protes di katedral Moskow untuk mengkritik dukungan Kirill terhadap Putin namun kondisi itu justru mendorong gereja dan negara menjadi lebih dekat.

Putin menggambarkan Pussy Riot dan oposisi sejalan dengan nilai-nilai Barat yang dekaden, dan dirinya sebagai pembela moralitas Rusia, termasuk Ortodoksi.

Undang-undang tahun 2013 yang melarang penyebaran "propaganda" gay kepada anak di bawah umur, yang didukung oleh gereja, adalah bagian dari kampanye untuk meminimalisir perbedaan pendapat.

Pada akhirnya Putin berhasil memenangkan kembali pemilu, dan sejak saat itulah tujuan ideologi Kirill telah dikaitkan dengan keinginan Putin

Aneksasi Krimea oleh Rusia dan meletusnya konflik di Donbas pada tahun 2014 juga berdampak besar pada Gereja Ortodoks Rusia.
Gereja-gereja Ortodoks Ukraina tetap berada di bawah otoritas Patriarkat Moskow setelah runtuhnya Uni Soviet. Memang, sekitar 30% dari paroki Gereja Ortodoks Rusia sebenarnya berada di Ukraina.
Konflik di Krimea dan Ukraina timur, bagaimanapun, mengintensifkan seruan Ukraina untuk sebuah gereja Ortodoks yang independen.

Patriark Bartholomew, sang kepala spiritual Kekristenan Ortodoks, memberikan kemerdekaan itu pada 2019. Moskow tidak hanya menolak untuk mengakui gereja baru, tetapi juga memutuskan hubungan dengan Konstantinopel, dan mengancam perpecahan yang lebih luas. Umat Kristen Ortodoks di Ukraina menjadi sangat dilema antara keingina Pemimpin gereja Ortodoks yang harus diikuti, atau kecemasan akan budaya tradisional Rusiayang terus "hilang"  atau Gereja Ortodoks Ukraina yang dipengaruhi Barat.

Pertarungan Yang Penuh Resiko

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun