Mohon tunggu...
Chistofel Sanu
Chistofel Sanu Mohon Tunggu... Konsultan - Indonesia Legal and Regulation Consultant On Oil and Gas Industry

Cogito Ergo Sum II Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin II https://www.kompasiana.com/chistofelssanu5218

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gereja Ortodoks Rusia dan Invasi Ukraina (Perpektif Sejarah)

26 Maret 2022   11:29 Diperbarui: 26 Maret 2022   11:49 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Rusia Vladimir Putin Bersama Kepala Gereja Ortodoks Rusia Patriak Kirkil dan Kepala Gereja Ortodoks Ukraina AS Uskup Agung Daniel (Kredit Fot

Sejak invasi Rusia ke Ukraina 24 Februari 2022 yang lalu pemimpin Gereja Ortodoks Rusia telah mendukung tindakan invasi Rusia ke Ukraina dan menyalahkan Barat, NATO dan Amerika.

Dukungan Patriark Kirill untuk invasi Rusia ke negara Ukraina yang mana jutaan umat Ortodaok Ukraina adalah anggota gerejanya sendiri, dan membuat para kritikus menyimpulkan bahwa kepemimpinan Ortodoks telah menjadi tangan kanan negara dan hal merupakan peran yang biasa dimainkannya.

Pada fakta sejarahnya hubungan ini sebenarnya jauh lebih rumit. Hubungan antara gereja dan negara Rusia telah mengalami transformasi sejarah yang intens di Rusia, paling tidak dapat dilihat di beberapa abad yang lalu.

Dukungan gereja terhadap Kremlin saat ini tak terelakkan namun keputusan yang disengaja ini perlu dipahami lebih jauh terutama oleh dunia luar.

Selama berabad-abad, para pemimpin di Byzantium dan Rusia menghargai gagasan Gereja Ortodoks dan negara yang bekerja sama secara harmonis dalam tidak seperti hubungan mereka yang lebih kompetitif di beberapa negara Barat.

Namun, pada awal 1700-an, Tsar Peter Agung melembagakan reformasi untuk kontrol yang lebih besar atas gereja menjadi bagian dari upayanya untuk membuat Rusia lebih seperti Eropa Protestan.

Mereka tidak membela monarki di saat-saat terakhirnya selama Revolusi tahun 1917, dengan harap akan mengarah pada "kebebasan gereja dalam negara merdeka"Bolshevik yang merebut kekuasaan, bagaimanapun, menganut ateisme militan yang berusaha untuk mensekularisasikan masyarakat secara total. Mereka menganggap gereja sebagai ancaman karena hubungannya dengan rezim lama.

Serangan terhadap gereja dimulai dari tindakan hukum seperti penyitaan properti hingga eksekusi terhadap para pendeta yang dicurigai mendukung Gerakan kontra-revolusi.

Patriark Tikhon, kepala Gereja selama Revolusi, mengkritik serangan Bolshevik terhadap Gereja, tetapi penggantinya, Uskup Metropolitan Sergy, membuat deklarasi kesetiaan kepada Uni Soviet pada tahun 1927. Namun Penganiayaan terhadap komunitas pemeluk agama terus meningkat, dan puncaknya terjadi selama Teror Besar 1937-1938, ketika puluhan ribu pendeta dan umat biasa dieksekusi atau dikirim ke Gulag. Sehingga Pada akhir tahun 1930an, Gereja Ortodoks Rusia hampir hancur.

Pada saat Invasi Nazi keadaa itu berubah sangat dramatis. Josef Stalin sang pemimpin Revolusi membutuhkan dukungan rakyat untuk mengalahkan Jerman dan mengizinkan gereja dibuka kembali. Namun penggantinya, Nikita Khrushchev, menghidupkan kembali kampanye anti-agama pada akhir 1950-an, dan selama sisa periode Soviet, gereja dikontrol dengan ketat dan disingkirkanrkan.

Kampanye Gereja Ortodoks Rusia

(Kiri-Kanan) Yekaterina Samutsevich, Maria Alyokhina, dan Nadezhda Tolokonnikova duduk di balik jeruji besi selama sidang pengadilan di Moskow pada 20
(Kiri-Kanan) Yekaterina Samutsevich, Maria Alyokhina, dan Nadezhda Tolokonnikova duduk di balik jeruji besi selama sidang pengadilan di Moskow pada 20

Pada saat Uni Soviet dibubarkan terjadi perubahan total dimana gereja tiba-tiba Kembali bebas, namun menghadapi tantangan besar setelah penindasan beberapa dekade.

Dengan runtuhnya ideologi Soviet, masyarakat Rusia tampak terombang-ambing. Para pemimpin gereja berusaha untuk merebutnya kembali, namun menghadapi persaingan ketat dari kekuatan baru, terutama budaya konsumen Barat dan misionaris evangelis Amerika.

Kepala gereja pertama pasca-Soviet, Patriark Aleksy II, menjaga jarak dari para politisi. Awalnya, mereka tidak terlalu responsif terhadap tujuan gereja termasuk Vladimir Putin dalam dua masa jabatan pertamanya antara tahun 2000 dan 2008.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, presiden telah memeluk Ortodoksi Rusia sebagai landasan identitas pasca-Soviet, dan hubungan antara gereja dan kepemimpinan negara telah berubah secara signifikan sejak Kirill menjadi patriark pada tahun 2009.

Dia dengan cepat berhasil mengamankan pengembalian properti gereja dari negara, pengajaran agama di sekolah umum dan pendeta militer di angkatan bersenjata.

Kirill juga telah mempromosikan kritik yang berpengaruh terhadap liberalisme, konsumerisme, dan individualisme Barat, yang kontras dengan "Nilai-Nilai Budaya Tradisional" Rusia. Nilai-nilai Budaya Tradisional Rusia ini berpendapat "Bahwa Hak Asasi Manusia Tidak Universal", tetapi merupakan produk budaya Barat, apalagi jika diperluas ke kaum LGBTQ.

Patriark juga membantu mengembangkan gagasan "dunia Rusia": ideologi sebagai kekuatan lunak yang mempromosikan peradaban Rusia, kepada jaringan penutur bahasa Rusia di seluruh dunia, dan pengaruh Rusia yang lebih besar di Ukraina dan Belarus.

Meskipun 70%-75% orang Rusia menganggap diri mereka Ortodoks, hanya sebagian kecil yang aktif dalam kehidupan gereja.

Kirill telah berusaha untuk "menggerejakan kembali" masyarakat dengan menegaskan bahwa Ortodoksi Rusia adalah pusat identitas, patriotisme dan kohesi Rusia dan negara Rusia yang kuat.

Dia juga telah menciptakan birokrasi gereja yang sangat tersentralisasi yang mencerminkan suara Putin dan meredam suara-suara yang berbeda.

Hubungan dekat Gereja Ortodoks Rusia dan Putin

Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, Patriakh Kirill dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Foto: ria.ru.)
Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, Patriakh Kirill dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Foto: ria.ru.)

Puncak titik baliknya terjadi pada 2011-2012, yang dimulai dengan protes besar-besaran terhadap kecurangan pemilu dan keputusan Putin untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.

Kirill pada awalnya meminta pemerintah untuk berdialog dengan pengunjuk rasa, tetapi kemudian menawarkan dukungan tanpa syarat untuk Putin dan menyebut stabilitas dan kemakmuran selama dua periode pertamanya sebagai "keajaiban Tuhan", berbeda dengan tahun 1990-an yang penuh gejolak.

Pada tahun 2012, Pussy Riot, sebuah kelompok punk feminis, mengadakan aksi protes di katedral Moskow untuk mengkritik dukungan Kirill terhadap Putin namun kondisi itu justru mendorong gereja dan negara menjadi lebih dekat.

Putin menggambarkan Pussy Riot dan oposisi sejalan dengan nilai-nilai Barat yang dekaden, dan dirinya sebagai pembela moralitas Rusia, termasuk Ortodoksi.

Undang-undang tahun 2013 yang melarang penyebaran "propaganda" gay kepada anak di bawah umur, yang didukung oleh gereja, adalah bagian dari kampanye untuk meminimalisir perbedaan pendapat.

Pada akhirnya Putin berhasil memenangkan kembali pemilu, dan sejak saat itulah tujuan ideologi Kirill telah dikaitkan dengan keinginan Putin

Aneksasi Krimea oleh Rusia dan meletusnya konflik di Donbas pada tahun 2014 juga berdampak besar pada Gereja Ortodoks Rusia.
Gereja-gereja Ortodoks Ukraina tetap berada di bawah otoritas Patriarkat Moskow setelah runtuhnya Uni Soviet. Memang, sekitar 30% dari paroki Gereja Ortodoks Rusia sebenarnya berada di Ukraina.
Konflik di Krimea dan Ukraina timur, bagaimanapun, mengintensifkan seruan Ukraina untuk sebuah gereja Ortodoks yang independen.

Patriark Bartholomew, sang kepala spiritual Kekristenan Ortodoks, memberikan kemerdekaan itu pada 2019. Moskow tidak hanya menolak untuk mengakui gereja baru, tetapi juga memutuskan hubungan dengan Konstantinopel, dan mengancam perpecahan yang lebih luas. Umat Kristen Ortodoks di Ukraina menjadi sangat dilema antara keingina Pemimpin gereja Ortodoks yang harus diikuti, atau kecemasan akan budaya tradisional Rusiayang terus "hilang"  atau Gereja Ortodoks Ukraina yang dipengaruhi Barat.

Pertarungan Yang Penuh Resiko

Menag bersama Dubes Federasi Rusia untuk Indonesia, kemenag.go.id (Foto : Sugito) 
Menag bersama Dubes Federasi Rusia untuk Indonesia, kemenag.go.id (Foto : Sugito) 

Aliansi Kirill dengan rezim otoriter Putin telah membuahkan hasil yang jelas. Ortodoksi telah menjadi salah satu pilar utama citra identitas nasionalisme Putin. Terutama terkait wacana "perang budaya" dan "nilai-nilai tradisional" telah menarik para pendukung dunia internasional, termasuk kaum evangelikal konservatif di Amerika Serikat.

Namun faktanya Kirill tidak mewakili keseluruhan Gereja Ortodoks Rusia seperti halnya Putin yang mewakili keseluruhan Rusia. Posisi patriark telah meninggalkan beberapa komunitasnya sendiri, dan dukungannya untuk invasi ke Ukraina tentu akan memecah sebagian dukungannya di luar negeri.

Para pemimpin Kristen di seluruh dunia telah menyerukan agar Kirill mau menekan pemerintahan Putin untuk menghentikan perang. Patriark telah meninggalkan dukungan umat Ukraina yang tetap setia kepada Patriarkat Moskow. Para pemimpin gereja dunia mengutuk serangan Rusia dan meminta Kirill untuk ikut campur tangan dengan mempengaruhi sikap dan kebijakan Putin.

Keretakan yang lebih luas jelas sedang terjadi, dimana sejumlah uskup Ortodoks Ukraina telah berhenti memperingati Kirill selama  kebaktian mereka. Jika Kirill mendukung tindakan Rusia sebagai cara untuk melestarikan persatuan gereja, hasil yang berlawanan tampaknya mungkin tak dapat dihindari untuk terjadi.


 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun