Mohon tunggu...
Dila Ramadhani
Dila Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Aku Ikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melihat Kasus Presiden Mahasiswa UIN SAIZU Purwokerto dari Kacamata Positivisme Hukum

25 September 2024   02:01 Diperbarui: 25 September 2024   02:03 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Dila Ramadhani 

NIM : 232111127

Heboh di jagat media sosial, tudingan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Saizu Purwokerto menghamili seorang wanita. Informasi tersebut, terunggah melalui unggahan akun TikTok @polcation.id, Selasa (17/9/2024). Tuduhan serius ini, mereka sampaikan lewat beberapa slide gambar berisi keterangan yang mengarah ke Ketua BEM UIN Saizu Purwokerto.

Dari perspektif filsafat positivisme hukum, dapat ditinjau beberapa prinsip inti dari positivisme hukum yang dapat aplikasikan pada situasi tersebut. Analisis Positivisme hukum Terhadap Kasus Presiden Mahasiswa UIN SAIZU :

Untuk menerapkan pendekatan positivisme terhadap kasus Presiden Mahasiswa UIN SAIZU Purwokerto harus fokus pada aspek-aspek hukum yang terlibat, bukan pada pertimbangan moralitas atau opini pribadi terhadap tindakan Presiden Mahasiswa tersebut.

1. Fakta Hukum dan Aturan yang Berlaku

   Jika Presiden Mahasiswa UIN SAIZU terlibat dalam suatu tindakan yang melanggar aturan atau hukum yang berlaku, maka pendekatan positivisme akan meninjau aturan hukum tertulis yang berlaku di institusi atau di tingkat negara.

   Tindakan yang dilakukan oleh presiden Mahasiswa ini jelas sudah melanggar kode etik kampus dan sebagai mahasiswa yang memiliki jabatan serta peran penting di kampus. Penyelewengan terhadap atiran yang diberlakukan sudah jelas jelas dilanggar oleh sang pelaku

2. Pemisahan dari Moralitas atau Opini Publik

   Menurut positivisme, hukum harus ditegakkan tanpa memandang opini masyarakat atau pertimbangan moral.

   Dalam kasus ini opini masyarakat tidak berfungsi jika kita menggunakan filsafat hukum positivisme dalam menghadapinya, karena diperlukannya bukti serta aturan yang benar benar ada dan dilanggar oleh sang pelaku.

3. Prosedur Hukum yang Sah

   Pendekatan positivisme juga akan memastikan bahwa prosedur hukum yang diambil oleh kampus atau otoritas terkait dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, sejauh ini belum ada tindak lanjut dari pihak kampus yang bersangkutan. Dan jika ada tuntutan dari pihak luar ataupun mahasiswa yang lain maka positivisme akan menganggap bahwa proses penegakan hukum telah sesuai dengan aturan formal yang sudah ada.

4. Sanksi atau Hukuman

   Jika terbukti bahwa Presiden Mahasiswa telah melanggar aturan atau hukum yang ada, pendekatan positivisme akan mendukung penerapan sanksi atau hukuman sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tanpa memandang apakah hukuman tersebut dianggap adil atau tidak oleh masyarakat. Sanksi tersebut harus didasarkan pada aturan tertulis, bukan pada perasaan atau opini pribadi.

Menurut filsafat positivisme hukum, kasus Presiden Mahasiswa UIN SAIZU Purwokerto harus dianalisis dengan memisahkan aspek moralitas dan emosi publik dari persoalan hukum. Fokusnya adalah pada:

- Apakah ada aturan tertulis yang dilanggar?

- Apakah otoritas yang sah (kampus atau negara) telah mengikuti prosedur hukum yang tepat dalam menangani kasus ini?

- Apakah hukuman atau tindakan yang diambil oleh pihak berwenang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku?

Jika semua aspek ini terpenuhi, maka menurut positivisme hukum, penegakan hukum dianggap sah dan harus diterima, terlepas dari pertimbangan moral atau pendapat subjektif masyarakat.

2. Apa itu Madzhab Hukum Positivisme?

Mazhab hukum positivisme adalah aliran filsafat hukum yang memandang hukum sebagai perintah yang berdaulat dan mengidentikkan hukum dengan bentuk tertulis. Aliran ini memiliki beberapa ciri, yaitu:

-Hukum hanya bersangkut paut dengan hukum positif

-Ilmu hukum tidak membahas apakah hukum positif baik atau buruk

-Ilmu hukum tidak membahas efektivitas hukum dalam masyarakat

-Hukum dan moral harus dipisahkan secara tegas

-Hukum yang tertulis sangat diagungkan

Aliran positivisme hukum muncul pada abad XVIII-XIX dan berkembang di Eropa Kontinental, khususnya Prancis. Pemikiran positivisme hukum di Indonesia masuk pada masa pemerintahan jajahan Belanda yang menganut sistem hukum Eropa kontinental.

Tokoh-tokoh yang memberikan penekanan fundamental pada aliran positivisme hukum adalah John Austin dan Hans Kelsen. Hans Kelsen dikenal sebagai penganut positivisme hukum yang memberikan pemikiran tentang hukum yang terkenal dengan Teori Hukum Murni.

3. Bagaimana Pendapat anda mengenai Madzhab Hukum Positivisme dalam hukum di Indonesia?

Madzhab hukum Positivisme memiliki peran penting dalam menangani kasus seperti yang dihadapi oleh ketua BEM UIN Saizu yang terlibat dalam dugaan penghamilan dan penggelapan dana. Berikut adalah beberapa poin penting terkait peran tersebut:

Pendekatan Berbasis Hukum: Positivisme menekankan bahwa hukum harus diinterpretasikan dan diterapkan berdasarkan teks dan peraturan yang berlaku, tanpa mempertimbangkan nilai moral di luar hukum. Dalam kasus ini, penerapan hukum yang jelas dan tegas sangat penting untuk memastikan keadilan.

Pemisahan Hukum dan Moral: Positivisme memisahkan antara hukum dan moralitas. Meskipun tindakan penghamilan dan penggelapan dana bisa dianggap tidak etis, dalam kerangka hukum positif, fokus utama adalah pada pelanggaran hukum yang dilakukan, yaitu penggelapan dan pelanggaran norma yang ada.

Penerapan Sanksi Hukum: Melalui sistem hukum yang positif, tindakan-tindakan yang melanggar hukum dapat dikenakan sanksi. Ini berarti, jika terbukti bersalah, ketua BEM dapat dikenakan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sehingga memberikan efek jera bagi pelanggar lain.

Proses Hukum yang Transparan: Madzhab ini mendorong penerapan prosedur hukum yang transparan dan objektif, sehingga semua pihak mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum. Ini juga mencakup penyelidikan yang adil dan tidak memihak terhadap kasus tersebut.

Kepastian Hukum: Positivisme berfokus pada kepastian hukum, yang sangat penting dalam kasus yang melibatkan institusi pendidikan. Penegakan hukum yang tegas memberikan kepastian bagi masyarakat dan mahasiswa bahwa tindakan tidak etis akan ditindaklanjuti secara hukum.

Dalam menghadapi kasus ini, pendekatan Positivisme membantu memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada, sehingga keadilan dapat ditegakkan tanpa intervensi nilai-nilai di luar hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun