Demikian cerpen ini diakhiri yang dikutip langsung dari postingan facebook Suara USU.
Bagian tersebutlah yang dianggap vulgar dan merupakan unsur pornografi yang dimaksud oleh pihak rektorat di surat keterangan rektor. Wajar jika interpretasi yang beragam dan kontroversi muncul atas cerpen ini.Â
Bagi pihak yang pro menganggap reaksi rektorat berlebihan, sedangkan bagi pihak yang kontra menganggap bagian cerpen tersebut tidak layak beredar dan mempromosikan LGBT.
Mari Lepas Kacamata Pro maupun Kontra dalam Memahaminya
por.no.gra.fi
- n penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi
- n bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi
Demikian definisi pornografi menurut KBBI. Berdasarkan defenisi tersebut kita bisa menilai apakah ada bagian dari cerpen ini yang membangkitkan nafsu berahi.
Beralih kepada justifikasi promosi LGBT. Pro. mo. si n perkenalan (dalam rangka memajukan usaha, dagang, dan sebagainya); reklame. Begitu menurut KBBI. Mari kita nilai pakah ada bagian dari cerpen ini yang persuasif memperkenalkan sisi postif LGBT sehingga kita terpengaruh untuk ikut LGBT.
Teringat dengan berbagai fenomena, bapak yang merokok belum tentu berarti ia sedang mempromosikan rokok, orang yang makan suatu produk belum tentu berarti ia sedang mempromosikan produk tersebut, penyuluh narkoba memperkenalkan jenis narkoba agar kita dapat memahami dan menghindarinya, bukan agar kita mencobanya, pelajaran seksual pada biologi SD, SMP dan SMA diajarkan bukan supaya para siswa mempraktikkannya, melainkan agar memahami dan menyikapinya dengan baik.Â
Hal ini merupakan sebagian kecil dari bedah intrinsik cerpen. Selanjutnya, mari kita bedah ekstrinsik cerpen dengan menimbang dan memperhatikan lingkungan sosial yang terjadi, latar belakang penulis dan pesan apa yang ingin disampaikan oleh penulis.Â
Lantas, Apa yang Sedang Diperdebatkan?
Dengan jelas, Somber melakukan berbagai aksi dengan tuntutan agar rektor USU mencabut SK pemberhentian pengurus Suara USU 2019 dan memberikan & menjamin ruang kebebasan berekspresi mahasiswa.
Saya percaya pihak rektorat memandang isu ini dengan pertimbangan. Saya juga percaya pihak Suara USU mempertahankan cerpen ini (dengan menyuntingnya setelah disuspensi) dengan pertimbangan pula.
Maka yang seharusnya diperdebatkan adalah soal peredaran tulisan ini, apakah pantas dikonsumsi warga kampus melalui media jurnalistik mahasiswa, apakah keputusan rektor adalah solusi terbaik dalam menanggulangi isu ini. Bukan soal tolak atau tidaknya LGBT, saya rasa ini bukan mengenai hal itu lagi terkait aksi pembelaan yang telah dan akan diselenggarakan.Â
Tidak sekonyong mereka yang membela Suara USU adalah pembela LGBT dan tidak sekonyong mereka yang setuju dengan langkah rektor adalah penolak LGBT. LGBT jelas ditolak.