Mohon tunggu...
Chika Agina
Chika Agina Mohon Tunggu... Jurnalis - Communication Student

masih belajar, terus belajar, selalu berlajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perilaku Kolektif: Studi Kasus pada Antrean Sepatu Compass Grand Indonesia

16 Juni 2020   23:00 Diperbarui: 16 Juni 2020   23:05 3823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Compass kemudian memanfaatkan media sosial untuk melakukan rebranding. Tenaga baru Compass moncer setelah digawangi oleh Aji Handoko. Aji menjadi creative director di perusahaan sepatu asal Bandung ini. Tak laama setelah Aji bergabung, sneakers Gazelle dikeluarkan. Kemunculan Gazelle bahkan diklaim sanggup menjajarkan sneakers Compass setara dengan Vans. Sepatu ini pun di-review oleh para influencer fashion salah satunya Tirta Mandira Hudhi alias dr.Tirta.

Puncaknya, pada momen Asian Games 2018 muncul tren penggunaan produk lokal. Bagaikan bola salju, popularitas Compass semakin menjadi bagi para pecinta sepatu. Februari 2019, Compass merilis seri kolaborasi dengan seorang influencer, Bryant Notodihardjo.

Kolaborasi ini menghasilkan sepatu Compass dengan seri Bravo 001 yang dirilis saat Jakarta Sneaker Day 2019. Compass X Bryant dengan military style yang hanya di produksi 100 pasang dengan harga Rp398 ribu ludes terjual dalam 90 menit saja.

Tren larisnya brand local ini juga terlihat di Urban Sneaker Society (USS) 2019 di District 8, SCBD, Jakarta pada 8-10 November 2019. Booth Compass yang kala itu di set sedemikian rupa mirip tempat pangkas rambut. Di USS Sneakers seri Gazelle model hi-top menjadi salah satu produk Compass yang paling diincar pembeli. Compass kala itu juga melansir seri baru bernama Vintage 98. Harga sneakers ini kala itu mulai dari Rp300 ribuan. Jumlahnya stock yang ready pun terbatas hanya 1.500 pasang.

Pembatasan jumlah produksi ini dilakukan agar pengerjaannya tidak diburu-buru meskipun produksi dalam jumlah banyak. Disokong popularitas, rasa lokal, yang dibalut dengan jumlah terbatas, menjadikan Compass sebagai barang langka di toko ataupun forum penjualan daring. Tidak hanya seri terbatasnya saja, bahkan seri generalnya pun laris. Karenanya, sepatu yang awalnya dirilis resmi Compass dengan harga Rp200 ribu sampai Rp300 ribuan, bisa berharga mahal saat dijual lagi.

Bukan sekedar sepatu, tapi Compass sudah menjadi ikon identitas. Satu dari banyak brand yang jadi ikon identitas kelas sosial ekonomi ataupun bagian kelompok sneakerhead eksklusif. Tren menjadikan sebuah barang bisa berubah, dari sebuah objek menjadi sebuah simbol.

Dalam teori klasik sosiolog Marx Webber berpendapat jika keberhasilan penggunaan barang simbolik ini akan meningkatkan prestis dan solidaritas kelompok. Selain itu sosiolog Georg Simmel, melihat jika fashion adalah ruang untuk individu masuk ke dalam bagian kelompok tertentu.

Berangkat dari situ, popularitas dan mahalnya sepatu Compass ini merupakan mencirikan tren fashion yang memberikan simbol eksklusifitas bagi pemiliknya. Dalam perjalannya mode sepatu Compass tadinya sekedar usable menjadi fashionable.

Kesan #IndoPride atau #LocalPride dan simbol eksklusif yang disebar oleh influencer pun ternyata mujarab. Apalagi bagi para pemuda pemudi kelas menengah yang doyan menunjukkan dimana mereka berada di masyarakat.

Ditambah lagi, gaya Presiden RI Joko Widodo yang doyan outfit brand lokal yang mendorong brand lokal seperti Compass disadari kehadirannya. Rasa bangga tentu saja muncul. Apalagi saat komunitas dan media social memberikan pengakuan terhadap pemilik. Secara tidak langsung Compass sebuah sepatu yang menjadi ikon identitas.

Faktor frekuensi ini yang memunculkan deviant behavior pada masyarakat, ribuan orang mengantre demi sebuah sepatu tentu bukan perilaku normal.  Sepatu Compass muncul di tengah masyarakat di waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula dengan bentuk perilaku kolektif kategori Fads karena untuk sebagian orang awam, hal ini terlihat musiman, berbeda dengan orang yang memang pecinta sneakers atau Sneakershead. Trend ini juga relatif cepat, muncul hanya dalam periode agak singkat, lalu kehilangan popularitas secara drastis, dan menjadi bagian dari masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun