Mohon tunggu...
Chiavieth Annisa
Chiavieth Annisa Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Kenapa bercerai? "Anna, ini surat cerainya, kamu tinggal tanda tang... Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah : https://read.kbm.id/book/read/82d6fdcb-4cc0-45a3-988e-fa2598e8401a/b0fefe4b-0f92-4e4a-ac56-0793fcad5fa3

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gadis dengan Orangtua Tunggal

28 Mei 2023   20:18 Diperbarui: 28 Mei 2023   20:23 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nana, seorang gadis yang hidupnya sederhana, ia tinggal dengan ibunya yang bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah mewah sejak 3 tahun lalu. Hidupnya hanya bergantung pada sang ibu sejak ayahnya meninggal 3 tahun sebelum ibunya bekerja sebagai pembantu.

 

Kejadian itu berawal dari kebakaran yang terjadi pada perusahaan tempat ayahnya bekerja, dalam misi penyelamatan akhirnya ia malah menjadi korban dan tewas saat itu juga. 

       

Sejak saat itu Nana bertekad akan menjaga ibunya, dan berhenti dari pendidikan yang tengah ia jalani. Padahal kuliahnya sudah berjalan 2 tahun, sayang sekali jika berhenti di tengah jalan. 

      

Begitulah yang di ucapkan semua temannya. Mau bagaimana lagi, semua itu harus di lakukannya lantaran tak punya biaya. Ia berpikir, bagaimana untuk kelanjutan hidup mereka, dengan mencari pekerjaan.

      

Tapi, apa ada yang mau menerima dirinya yang masih memiliki ijazah SMA? Sedangkan untuk pembantu rumah tangga saja di zaman sekarang setidaknya yang di cari yang pangkatnya Diploma, Nana tak yakin dengan itu. 

      

Kepercayaan dirinya mulai muncul, kerena melihat sosok wanita yang baru saja kembali entah dari mana. Itu tetangganya, saat membuka pintu pagar ia bersorak gembira. "Mama, aku di terima bekerja...!" Seruannya itu terdengar jelas di telinga Nana.

       

Mungkin ini juga kesempatan baginya, sedangkan tetangganya tadi juga sama-sama punya ijazah SMA, sama seperti dirinya.

       

Nana segera kembali ke dalam kamarnya, membuka lemari dan membuatnya berantakan hingga semua pakaiannya berserakan di lantai. "Nah, ini dia...!" 

      

Gadis itu tersenyum senang saat menemukan pakaian formal yang di carinya. Ya, karena ia ingin melamar pekerjaan sama seperti tetangganya tadi. Buru-buru ia mengenakan pakaiannya, lalu mempersiapkan semua berkasnya, dan segera keluar kamar mendapati ibunya yang baru pulang dari bekerja.

      

"Nana? Kamu mau kemana? Kenapa rapai sekali hari ini?" Ibunya menatapnya dari atas sampai bawah sambil mengerutkan keningnya.

      

Nana sedikit tersipu, "Bagaimana pendapat ibu tentang penampilanku hari ini? Apa aku cocok jika berpakaian begini setiap hari?" Nana memutar tubuhnya memastikan penampilannya pada sang ibu.

      

Sebuah senyuman kecil, di iringi dengan anggukan kepala, membuat Nana merasa senang dengan itu. "Aku akan pergi mencari pekerjaan ibu. Doakan saja aku berhasil. Lagipula, aku sudah tahu akan pergi kemana. Mudah-mudahan, aku di terima bekerja di sana." Nana menyalami tangan ibunya. "Kalau begitu, aku berangkat dulu ya Bu." lalu ia beranjak dari sana meninggalkan rumahnya.

       

Nana mengotak-atik ponselnya, bohong sebenarnya jika ia mengatakan kalau sudah mengetahui tempat tujuannya. Nana sangat tak ingin menambah pikiran ibunya.

        

Media sosial. Ya, Nana tengah membuka sebuah akun media sosialnya. Membuka sebuah grup, yang anggotanya ratusan orang. Satu persatu dari mereka Nana hubungi sampai akhirnya salah seorang diantaranya membalas pesan Nana.

      

Yes, aku akan segera ke sana. Nana tampak bersemangat begitu membaca pesan tersebut. Di tengah jalan ia menyetop sebuah kendaraan roda dua, dan menyebutkan alamat tujuannya. 

      

Dalam waktu 15 menit, akhirnya ia tiba di tujuan. Dilihatnya seorang satpam berdiri di depan sana. Sebuah gedung kantor terlihat megah dengan tatanan halamannya sangat indah. 

      

Nana membetulkan pakaiannya, mulutnya berkomat kamit membaca doa sebelum memasuki gedung tersebut. 

      

Di depan pintu masuk, ia menyapa satpam dan melangkah masuk dengan langkah mantap. Walaupun jantungnya berdegup kencang, ia tetap memberanikan diri untuk bertanya pada resepsionis yang pertama ia lihat dan menyebutkan tujuannya datang kesana.

     

Namun, jawabannya itu sangat tak mengenakkan hati. "Hanya tamatan SMA? Maaf, bos kami bukan mencari pembantu. Tapi asistennya. Jika dengan modal ijazah SMA saja, pasti kantor ini sudah di penuhi dengan karyawan berpendidikan SMA semua. Sudahlah, lebih baik kamu pulang saja." resepsionis itu mengusir Nana tanpa toleransi sedikit pun.

      

Nana berusaha tetap tegar, kata-katanya amat menusuk hatinya. Dia sendiri juga tahu, pendidikan SMA tak begitu mendapat apresiasi lagi, apalagi di perusahaan. Rata-rata untuk masuk ke perusahaan itu minimalnya harus bergelar S1.

      

Nana kembali menegakkan kepalanya, tadi itu sama sekali tak membuatnya gentar. Ia sangat bersemangat untuk mencari di tempat lain lagi. 

     

Kali ini tak tujuannya adalah toko dan swalayan. Perlahan ia mendatangi satu demi satu toko lainnya. Namun, nasib baik tak berpihak padanya.

      

Hatinya mulai gundah karena sampai sore ini ia belum juga mendapatkan pekerjaan. Perutnya terasa lapar, tepat di hadapannya terlihat sebuah kafe. Semua menu yang di suguhkan di sana sangat mengunggah selera. 

       

Kebetulan Nana masih punya uang Rp20.000 di dompetnya. Setidaknya dengan uang itu ia bisa membeli seporsi bakso sapi. "Ah, sudah lama sekali aku tak mencium aroma ini." Nana menutup matanya di depan kafe tersebut sampai akhirnya seseorang menegurnya dari dalam.

      

"Hei! Kamu ngapain berdiri di sana sejak tadi. Jika tak ingin makan, lebih baik pergi saja dari sana. Kamu membuat pandangan kami terganggu." Bentaknya kasar.

      

Walau ragu-ragu, akhirnya ia masuk ke dalam. Saat itu pelanggan di sana cukup banyak dan membuat pemiliknya kelelahan melayaninya satu persatu.

       

Samar-samar Nana mendengar pembicaraan mereka. "Benar bang, aku tak sanggup begini seharian. Jika kamu tak keberatan, lebih baik kita rekrut saja seorang gadis yang bisa membantu kita di sini. Selain bisa mencuci piring, dia juga bisa melayani pelanggan."

       

Tanpa sadar Nana berjalan dari mejanya, dan langsung menghampiri mereka. "Maaf pak, sepertinya aku mendengar kalian sedang mencari karyawan. Sepertinya aku bisa melakukannya. Bagaimana kalau aku saja yang mengisi lowongan itu. Setidaknya, aku bisa mencuci piring." ujar Nana menawarkan diri. 

     

Si pemilik kafe itu menanyakan identitas Nana, sebenarnya bos kami masih belu datang. Tapi, bisakah kamu memulainya sekarang? Nanti amsaya akan beritahu padanya." sahutnya memberitahu.

       

"Wah, terima kasih banyak ya pak. Kalau begitu aku akan mulai bekerja sekarang." Ia pun segera beranjak menuju dapur kafe tersebut. 

       

Di sana sudah ada beberapa petunjuk arah di setiap ruangan. Jadi Nana tak perlu lagi bertanya-tanya setiap yang akan di ketahuinya.

       

Sorenya, pemilik asli kafe itu tiba, Nana disuruh menghadap pria yang bertubuh tegap tersebut. Pemiliknya menjelaskan semua aturan dan gaji yang akan di bayarkan padanya. "Mulai besok, gajimu di hitung. Kamu mengerti kan." pemilik kafe tersebut meyakinkan Nana. 

      

Nana mengangguk mantap dan segera keluar dari sana dan bersiap untuk pulang memberikan kabar baik ini pada saat ibu. Wajahnya tampak berseri-seri setelah mendapatkan pekerjaan tersebut.

     

Ini pekerjaan pertamaku, semoga saja aku betah bekerja di sana, gumamnya dalam hati. 

     

Tanpa sadar Nana sudah jauh berjalan, dan akhirnya tiba di depan rumahnya. ia sudah tak sabar segera masuk dan memberitahu ibunya. "Ibu... akhirnya aku dapat pekerjaan.." detik itu juga air matanya menetes di pelukan sang ibu.

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun