Â
Ridwan semakin mengernyitkan dahi, "Kakak bisa saja memberikannya pada orang itu. Tapi bagaimana denganmu? Bukankah kamu sejak tadi juga lelah berjualan kesana-kemari. Sudahlah kalau tidak mau, aku pulang dulu. Lagipula jam segini akan sangat macet jika naik angkot." begi
  Â
Saat Ridwan hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba Hendri tadi kembali bicara. "Terima kasih perhatiannya kakak, sebenarnya aku sudah janji pada ibu, akan menjual cemilan ini sampai habis. Jadi ibu akan tahu bahwa hasilnya itu adalah kerja kerasku, dan tentu saja aku bangga dengan usahaku. Ibuku tak menyukai jika aku seperti mereka." tunjuknya kembali mengarah pada para pengemis tadi.Â
  Â
Ridwan tertegun mendengar semua itu. Kata-katanya seolah seperti orang dewasa yang membuatnya terkagum-kagum. "Padahal ia masih sangat kecil, tapi pikirannya bijak sekali. Memang benar, berusaha itu lebih terhormat walaupun tidak bisa sukses."
   Â
Tanpa di duga Ridwan berbalik, dan kembali mengejar Hendri yang berjarak 10 meter lebih darinya. Ternyata setelah berkata demikian, Hendri langsung pergi begitu saja.Â
   Â
"Dek, tunggu sebentar," seru Ridwan sambil melambaikan tangan pada anak kecil tadi.
   Â