Mohon tunggu...
Chevaza Aura Hana Pratiwi
Chevaza Aura Hana Pratiwi Mohon Tunggu... Lainnya - SMAN 28 Jakarta || XI IPS 1

Bukan penulis handal 📇

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Reinkarnasi

22 November 2020   13:37 Diperbarui: 22 November 2020   13:53 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi hari yang sejuk di musim gugur, seorang remaja laki-laki sangat sulit dibangunkan oleh kakaknya untuk berangkat ke sekolah.

"Cepat bangun atau aku akan melaporkan kemalasanmu ini kepada ayah, Noah!"

Remaja laki-laki yang diketahui bernama Noah itu segera beranjak dari tempat tidurnya saat mendengar ancaman dari sang kakak. Noah dan kakak laki-laki nya memang dididik untuk disiplin oleh sang ayah yang merupakan seorang sheriff di kota tempat mereka tinggal.

Setelah menyelesaikan sarapannya dengan terburu-buru, Noah bergegas masuk ke dalam mobil sang kakak yang sudah kesal menunggu adiknya sedaritadi. Sepanjang perjalanan, Noah memilih untuk menikmati musik dari earphone miliknya daripada harus mendengar ocehan sang kakak yang memarahinya karena membuat dirinya ikut terlambat di hari pertama setelah liburan musim panas berakhir.

Gerbang sekolah bertuliskan Midtown High School dipenuhi oleh para siswa yang bersemangat saat bertemu dengan teman-temannya setelah liburan panjang mereka, tak terkecuali Noah yang saat ini sedang asyik bergurau bersama Cedric dan George hingga tidak memperhatikan sekitar mereka.

Bruk!

Noah tak sengaja menabrak tubuh mungil seorang gadis cupu dengan kacamata yang bertengger di wajahnya. Alih-alih meminta maaf dan membantu gadis itu untuk bangkit, Noah justru memarahinya.

"Hey! Kalau jalan hati-hati dong!?"

Padahal, Noah lah yang tidak berhati-hati saat berjalan.

"M-maaf... aku sedang terburu-buru", ucap gadis itu terbata sambil merapihkan buku-bukunya yang sudah berantakan di lantai.

"Woo! Dasar cupu! Kutu buku aneh!"

Dengan kurang ajarnya, George menendang salah satu buku milik gadis itu hingga terpental jauh. Noah tertawa puas melihat tingkah sahabatnya itu.

"Sudahlah.. kalian ini kekanakan sekali. Ayo cepat masuk, aku tidak ingin dihukum oleh Madam Granger akibat telat masuk ke kelasnya"

Cedric menarik tangan kedua sahabat menyebalkannya itu karena ia tidak tega melihat perlakuan Noah dan George kepada gadis itu.

+++

"Kenapa kau lama sekali, Luna?"

Gadis malang, terlepas dari Noah dan kawan-kawannya, ia kembali berhadapan dengan Madam Tracy yang sudah memasang wajah marahnya di depan pintu perpustakaan.

"Mohon maaf, Bu. Tadi saat perjalanan kesini saya mendapatkan sedikit kendala"

Luna bahkan tidak berani untuk sekedar menatap wajah guru killer nya itu. Ia hanya terus mengucapkan kata maaf sambil menundukkan kepalanya.

"Banyak alasan! Yasudah, kemarikan buku-bukunya"

+++

Bel istirahat berbunyi, para siswa bergegas pergi ke kantin.

"Huh... hari pertama saja sudah berjalan buruk"

Luna menghela nafasnya lesu sambil terus berjalan mencari meja untuk menyantap bekalnya. Ia sebenarnya bukan sosok yang sulit untuk bergaul, hanya saja penampilannya yang terlihat 'cupu' dan terkesan ketinggalan jaman membuat orang-orang menjauhinya.

Dari kejauhan Luna melihat Noah yang sedang beradu argumen dengan salah satu siswi terkenal di Midtown High School, Valerie namanya. Mereka berdua memang telah diisukan dekat sejak sebelum liburan musim panas.

Luna yang tidak ingin ikut campur dengan masalah mereka pun berjalan cuek melewati mereka berdua.

Tetapi, lagi-lagi kesialan menimpanya.

Noah tiba-tiba berbalik dengan emosi dan kembali menabrak Luna yang menyebabkan makanan milik Luna tumpah mengenai hoodie putih milik Noah.

"Ah astaga! Maaf! Aku tidak menduga kau akan berbalik. Dan um... biar aku bersihkan pakaia--"

"ARGH! kenapa sih kamu lagi kamu lagi! apakah kacamata tebalmu itu tidak membantu mata rabunmu untuk melihat huh?!"

Belum sempat Luna menyelesaikan kata-katanya, sudah disela oleh bentakan marah Noah. Tidak hanya membentak, Noah yang sedang menahan amarahnya pada Valerie pun mencopot kacamata milik Luna lalu melemparnya ke lantai hingga patah.

Valerie yang masih berdiri dibelakang Noah pun diam tertegun.

Tanpa sadar, mereka bertiga telah menjadi pusat perhatian siswa-siswi yang awalnya sedang sibuk menyantap makanan mereka masing-masing.

"Noah! Sifat tempramental kamu ini lah yang buat aku benci sama kamu!"

Noah yang mendengar sentakan dari Valerie pun hanya tersenyum remeh dan menyugar rambut coklatnya ke atas.

"Kalian berdua, sama-sama menyebalkan", ucap Noah sambil melihat ke arah Valerie dan Luna secara bergantian.

"SEMUA PEREMPUAN DI DUNIA INI TIDAK ADA YANG BERGUNA!"

Setelah mengatakan hal itu, Noah segera pergi dari sana. Wajahnya merah padam dengan amarah yang sangat kentara di matanya.

+++

Noah pergi ke toilet untuk menenangkan dirinya sekaligus untuk membersihkan hoodienya yang terkena tumpahan makanan milik Luna. Ia menggeram tertahan saat melihat dirinya di cermin.

Sebenarnya ada alasan dibalik sifat tempramental dan rasa bencinya kepada sosok perempuan ini. 

Ibunya. Ya, ibunya adalah sosok perempuan yang sangat disayangi oleh Noah, tetapi rasa sayang yang sangat besar itu dalam sekejap berubah menjadi rasa benci.

Noah kecil melihat sendiri saat sang ibu pulang ke rumah tengah malam dalam kondisi mabuk. Tidak hanya itu, puncaknya adalah saat sang ibu memilih meninggalkan dirinya dan sang kakak demi seorang teman laki-laki yang baru dikenal oleh ibunya.

Sejak saat itu lah dirinya kehilangan sosok perempuan di dalam hidupnya. Ia berpikir bahwa semua perempuan adalah sama, maka dari itu ia membencinya.

Rasa emosi Noah semakin bertambah ketika sebelum bel istirahat berbunyi, sang ibu menelfon dirinya hanya untuk memberitahu kabar bahwa sang ibu akan menikah lagi dengan laki-laki lain. Itu artinya harapan Noah agar orangtuanya kembali rujuk pun sirna.

Kring!!

Noah yang mendengar bel sekolah berbunyi menandakan waktu istirahat telah berakhir pun segera melepas hoodienya dan keluar dari toilet dengan perasaan yang sudah sedikit tenang daripada sebelumnya.

Namun, saat membuka pintu toilet ia sangat terkejut ketika melihat koridor sekolahnya yang penuh dengan loker berubah menjadi koridor istana dengan karpet merah sebagai alas lantainya.

Ia melihat ke kiri dan kanan tetapi tidak ada satu pun orang yang dapat ditanyai olehnya. Ingin kembali masuk ke dalam toilet tetapi...

BOOM!

Pintu toilet itu sudah hilang digantikan oleh lukisan pemandangan yang sangat besar.

Noah pun memutuskan untuk menelusuri koridor panjang itu agar dapat menemukan pintu keluar. Saat melihat ke arah jendela besar, bukan jalanan kota yang ia lihat tetapi sebuah danau besar yang memiliki air berwarna biru dan dikelilingi dengan pepohonan pinus.

Sempat terpukau dengan pemandangan indah itu, Noah melanjutkan langkahnya yang kembali terhenti ketika melihat cermin didepannya. Ia menganga melihat dirinya telah berubah.

Pakaiannya berganti dari hoodie menjadi setelan mewah bekerah cravat seperti baju kaum bangsawan di abad pertengahan.

Noah menampar pipinya sendiri memastikan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi atau pun berhalusinasi saat ini.

"Awh! Sebenarnya apa yang terjadi?", katanya bermonolog sambil memegang pipinya yang memerah setelah ditampar.

Ceklek!

Noah menengok saat salah satu pintu dibuka oleh seseorang. Dari pakaiannya, Noah dapat mengetahui bahwa wanita berumur setengah abad itu adalah seorang pelayan di rumah mewah ini. Karena terburu-buru, pelayan itu tidak menyadari kehadiran Noah.

Noah memilih untuk mengikuti arah pelayan itu pergi, dan ternyata pelayan itu pergi ke arah ballroom. Dari atas Noah dapat melihat orang-orang yang sedang berdansa atau sekedar berbincang ringan. Pakaian yang mereka gunakan serupa dengan miliknya. 

Pemandangan seperti ini belum pernah ia lihat sebelumnya tetapi ia menyadari satu hal, jika saat ini ia sedang berada di masa lalu. Entah abad berapa dan dimana.

"Prince Noah! Apa yang sedang anda lakukan disini?"

Saat sedang tenggelam dalam pikirannya, ia dikejutkan oleh seorang laki-laki yang menepuk pundaknya.

"Ah... maaf sudah mengagetkanmu, Tuan"

Pria itu membungkukkan badannya saat meminta maaf kepada Noah.

"Tidak apa, hm... maaf... anda siapa ya kalau boleh tau?"

Pria muda itu mengernyit bingung mendengar pertanyaan dari Noah dan setelahnya terkekeh kecil.

"Tuan ini memang suka bercanda ya. Saya Cedric Horan. Pelayan pribadi King David, ayah anda"

Noah terkejut saat mendengar nama dan melihat wajah pria itu, sangat mirip dengan sahabatnya di masa depan. Hal yang membedakan mereka hanya nama belakang atau nama keluarganya.

Tetapi, siapa King David? Dan mengapa Cedric memanggilnya Prince Noah? Apakah ia seorang pangeran?

Mengenyahkan berbagai pertanyaan yang bersarang di kepalanya, Noah akan mengikuti alurnya saja.

+++

Menghindari para tamu adalah jalan yang dipilih oleh Noah. Tentunya ia akan kebingungan dengan topik perbincangan mereka. Jika biasanya dia akan berbincang seputar olahraga baseball dengan teman-temannya, disini ia harus mengikuti topik perbincangan lawan bicaranya seputar perdagangan, pelayaran, hingga kesenian.

Setelah meminta Cedric untuk menyampaikan kepada para tamu perihal dirinya yang sedang tidak ingin diganggu, kini Noah sedang berdiri di balkon yang menghadap ke arah danau dengan gelas wine di tangannya.

Beberapa saat kemudian, Noah melihat seorang gadis yang berjalan anggun dan sesekali menari-nari di pinggir danau dengan jubah berwarna maroon. Sayangnya, Noah tidak dapat melihat wajah gadis itu sepenuhnya karena gadis itu mengenakan topeng cantik yang menutupi bagian matanya.

"Cantik...", gumam Noah sambil tersenyum.

Kombinasi pemandangan yang sangat indah dan menenangkan bagi Noah, ditambah dengan bulan purnama yang memantulkan sinarnya ke air danau. Benar-benar seperti sebuah lukisan.

Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Terdengar suara keributan yang berasal dari ballroom istana. 

Noah dapat melihat gadis berjubah itu menengok ke arahnya dan berlari pergi. Ia pun memutuskan untuk kembali ke ballroom guna mengecek apa yang menyebabkan keributan.

Mata hazelnya terbelalak kaget melihat kondisi ballroom yang porak-poranda. Beberapa tamu sudah disandera oleh  orang-orang yang memakai jubah hitam dan bersenjatakan pedang.

Noah berdiri mematung menyaksikan kejadian itu hingga tangannya ditarik oleh seseorang untuk pergi.

"Tuan! Ayo! Kita harus pergi keluar dari istana ini secepatnya!"

Ya, itu adalah Cedric. Dengan nafas tersengal-sengal ia mengajak tuannya untuk berlari keluar lewat pintu belakang.

Noah pun menurut dan ikut berlari mengikuti arah Cedric, sesekali Noah menengok dan melihat orang-orang berjubah itu sedang mengejar dirinya dan Cedric. Langkah Noah terhenti ketika melihat Cedric mengajaknya untuk melompati pagar istana yang menjulang tinggi. Nyalinya ciut seketika, ia takut ketinggian.

Kondisinya sangat terpojok, orang-orang yang mengejarnya semakin dekat.

Cedric yang sudah hampir bebas justru kembali untuk menyelematkan Noah. Dengan tangan kosongnya, Cedric mengobarkan diri menjadi tameng bagi Noah. Ia pun tewas ketika pedang milik penjahat itu menembus kulit dibagian perutnya.

Noah yang melihat itu sangat terpukul dan ia hanya menutup mata pasrah saat penjahat itu semakin mendekat dengan dirinya. Pedang panjangnya menghunus ke tubuh Noah.

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

Noah yang masih menutup matanya mengernyit bingung. Bukankah seharusnya pedang itu sudah menembus tubuhnya?

Noah membuka mata dan memastikan bahwa tubuhnya masih baik-baik saja.

"Bodoh! Kenapa kamu sangat memasrahkan nyawamu huh? Apa kamu sudah bosan hidup?"

Noah yang mendengar suara seorang gadis itu pun mengangkat kepalanya.

Hal yang ia lihat pertama kali adalah tiga tubuh penjahat yang terkapar dengan anak panah bersarang di tubuh mereka, lalu disebelahnya seorang gadis berdiri membawa busur panah ditangannya sambil melihat ke arah Noah.

Gadis itu, gadis yang sama dengan yang ia lihat beberapa saat lalu dipinggir danau.

"Kamu mau diam disitu sampai gerombolan penjahat itu menyerang kita? Ayo cepat ikut aku!"

Ah, Noah masih terpukul dengan kejadian-kejadian yang menimpanya hingga tidak menyadari jika gadis itu telah melangkah jauh.

Noah sangat bersyukur karena Tuhan telah menyelamatkan nyawanya dengan mengirimkan seorang gadis berpanah misterius itu. Ia juga berhutang nyawa pada gadis itu.

+++

"Nah, ini dia rumahku. Ayo masuk!"

Setelah menempuh beberapa menit melewati hutan pinus, akhirnya Noah tiba dirumah kayu milik gadis itu. Rumah kecil sederhana dengan kandang domba di sebelahnya.

Saat memasuki rumah itu, Noah harus sedikit menunduk karena atap rumah yang terlalu rendah bagi tubuh tingginya.

"Ibu!! Luna pulang!"

Setelah meletakkan busur panahnya dan melepaskan jubah maroonnya, gadis itu sedikit berteriak memanggil sang ibu yang sedang memasak di dapur.

Deg!

"Luna? Kenapa nama itu sama? Apakah?", ucap Noah dalam hati bertanya-tanya.

Belum sempat menghilangkan pertanyaan di kepalanya itu, Noah kembali dikejutkan dengan kemunculan ibunya Luna.

Sosok itu, sosok yang membuat dia benci kepada perempuan.

"Ibu...", lirihnya tanpa sadar.

Mata Noah berkaca-kaca, rasanya ia ingin memeluk wanita dihadapannya itu. Sudah 10 tahun ia tidak pernah bertemu dengan sang ibu.

"Ya ampun, Luna! Kamu kenapa tidak bilang kalau yang datang adalah Prince Noah"

Ibu Luna membungkukkan badannya sebagai bentuk hormat kepada Noah.

"Sudah... ibu tidak perlu seperti ini. Anggap saja saya temannya Luna", ucap Noah sambil tersenyum.

Noah yang tidak terbiasa dengan hal itu pun segera menyentuh pundak ibu Luna dan menuntunnya untuk kembali berdiri tegap.

"Maaf ibu, Luna tidak tau jika dia adalah Prince Noah"

Luna menggigit bibirnya, merasa bersalah karena telah bersikap tidak sopan kepada seorang calon rajanya.

"Baiklah, ayo nak... silahkan duduk... ibu akan mengambilkan sup untuk makan malam kita"

Noah dan Luna pun saling berpandangan gugup di meja makan itu. Padahal sebelumnya Luna bersikap cuek dan semaunya kepada pria itu.

Makan malam pun berjalan hening sebagai bentuk menghormati seorang bangsawan yang duduk diantara Luna dan sang ibu.

Hingga Noah memecahkan keheningan itu dengan berdehem.

"Luna, apakah kau akan terus memakai topengmu itu? m-maksudku bukankah tidak ada siapa-siapa lagi yang melihatmu selain aku dan ibumu"

Luna menepuk jidatnya, sepertinya kondisi perut yang lapar menyebabkan dia menjadi bodoh, bahkan untuk sekedar melepas topengnya.

Setelah melepas topengnya, ia pun tersenyum manis ke arah Noah dengan santai. Sedangkan Noah yang melihat wajah gadis itu pun langsung terpaku.

"Ternyata benar... dia adalah Luna si cupu", ucap Noah kepada dirinya sendiri di dalam hati.

Wajahnya persis sekali dengan Luna, hanya saja ia tidak memakai kacamata bulat seperti Luna di masa depan.

"Nak?"

Noah sedikit tersentak mendengar panggilan ibu Luna.

"Iya bu?", jawab Luna dan Noah berbarengan.

"Bagaimana kalian bisa bertemu dan mengapa Prince Noah keluar dari lingkungan istana hingga ke gubuk saya?"

"Ceritanya panjang, Bu. Intinya, keadaan istana sedang sangat berbahaya, ada penyerang yang tiba-tiba memasuki wilayah istana saat sedang diadakan pesta. Bahkan nyawa Prince Noah hampir saja melayang di tangan mereka"

"Benarkah?"

Ibu Luna memastikan dengan bertanya kepada Noah.

"Benar bu, untunglah ada putri anda yang menyelamatkan nyawa saya"

Luna yang mendengar itu menahan senyum di bibirnya.

"Syukurlah kalau begitu"

Setelahnya Luna bangkit untuk merapihkan meja makan dan mencuci piring bekas mereka makan di dapur.

Tersisalah ibu Luna dan Noah di meja makan.

"Ibu?"

"Iya, nak?"

"Boleh aku memelukmu?"

Ibu Luna yang mendengar pertanyaan dari Noah hanya tersenyum teduh dan membuka tangannya sebagai pertanda bahwa ia mengizinkan Noah untuk memeluknya.

Noah pun segera memeluk ibu Luna erat seperti menumpahkan rasa rindu kepada sang ibu yang tertumpuk di dalam hatinya.

Rasanya sangat hangat bagi Noah. Ia bahkan tidak ingat bagaimana rasanya dipeluk oleh sang ibu.

Jika saja tidak hanya wajahnya yang sama tetapi sikapnya juga sama seperti ibu Luna, ia akan sangat bersyukur.

Bukannya tidak bersyukur memiliki sang ibu. Noah hanya mendambakan sosok ibu yang menyayanginya bukan sekedar melahirkannya ke dunia.

Setelah merasa cukup, Noah pun melepas pelukannya kepada ibu Luna sambil mengusap matanya yang sedikit sembab.

"Nak, jika ingin mandi, ibu akan meminta Luna untuk menyiapkan air hangat"

"Tidak perlu, Bu. Takut merepotkan"

"Sudah... tidak apa, nak. Ini saja ibu sudah merasa tidak enak karena tidak menyambut kedatanganmu dengan baik"

+++

Setelah menyelesaikan kegiatannya masing-masing, Noah, Luna, dan ibunya berkumpul di teras rumah.

Suasana temaram tanpa penerangan lampu, hanya mengandalkan cahaya bulan dan lilin kecil. Maklum saja, rumah ini terletak di pedalaman hutan yang jauh dari pemukiman.

"Nak, ibu pamit tidur duluan ya... kalian juga jangan terlalu lama diluar, udaranya sudah mulai dingin"

Setelah berpamitan, ibu mengecup kening Luna dan mengusap rambut Noah sambil tersenyum. Lalu masuk ke dalam rumah.

"Terimakasih ya, sudah menolongku"

Noah baru ingat jika ia belum sempat mengucapkan kata terimakasih pada gadis itu. Ia tau kata terimakasih saja tidak akan cukup untuk membayar nyawanya.

"Sama-sama, lagipula aku senang bisa mengalahkan beberapa dari mereka"

"Maksudnya? Apa yang membuatmu senang?"

Tatapan mata Luna mengarah jauh seperti sedang mengenang sesuatu.

"Mereka lah yang sudah membunuh ayahku.... Selama ini aku mencari gerombolan mereka kemana-mana tapi tidak pernah ketemu"

"Turut berduka ya, Luna"

Noah mengusap bahu Luna saat melihat gadis itu mengelap air mata yang mengalir di pipinya.

"Aku sudah ikhlas kok", ucap Luna sambil tersenyum.

"Oh iya. Sekali lagi maaf ya karena aku sudah bersikap tidak sopan tadi. Aku tidak tau kalau kamu adalah pangeran di negri ini. Maklum lah, hidupku setiap hari hanya bertemu dengan domba, rusa, dan anjing hutan", lanjut Luna dengan terkekeh miris.

Luna sangat ingin dapat belajar seperti para gadis di pemukiman dan para gadis bangsawan. Namun apa daya, kondisinya seperti ini.

"Tidak apa, Luna. Aku juga tidak terlalu suka diperlakukan istimewa"

"Ngomong-ngomong, ini sudah semakin malam, tidak baik untuk seorang gadis tidur larut malam"

Seorang Noah berbicara selembut itu kepada Luna? Oh tidak. Noah apa yang terjadi dengan dirimu?

"Uhm.. benar juga katamu. Yasudah aku pamit tidur ya"

"Kalau kamu ingin tidur, aku sudah menyiapkan selimut dan bantal di sofa. Maaf kami hanya memiliki satu kamar tidur", ucap Luna tidak enak hati.

"Sudah lebih dari cukup dengan mau menampungku disini sementara waktu", ucap Noah.

+++

Tidak lama setelah kepergian Luna, rasa kantuk menyerang Noah. Ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan merebahkan badannya di sofa.

Noah menatap langit-langit rumah itu sambil sesekali menghela nafasnya.

"Banyak sekali yang terjadi hari ini. Bagaimana aku bisa kembali ke masa depan? Apakah besok pagi saat membuka mata aku sudah kembali ke masa depan dan kembali menjadi diriku yang temperamental?"

Noah merasa bodoh dengan emosi dan pemikiran kunonya.

"Aku menyesal pernah mengatakan bahwa semua perempuan sama dan tidak berguna. Buktinya, nyawaku pasti sudah melayang jika tidak ditolong oleh sesosok perempuan yang sering aku remehkan kehadirannya"

Noah akan menjadikan semua yang terjadi sebagai pelajaran untuk dirinya sendiri.

Setelah sebelumnya bertemu dengan ibu Luna, ia menjadi sadar bahwa sejahat apapun sang ibu, tetap saja sosok itu lah yang melahirkannya ke dunia dengan selamat.

Sebelum benar-benar menutup matanya untuk tidur, Noah mengucapkan janji pada dirinya sendiri.

"Aku berhutang nyawa kepada Luna. Jika aku tetap di masa ini, aku akan memberikan segalanya untuk Luna. Tetapi jika aku bisa kembali ke masa depan, aku akan bersikap baik padanya dan kepada orang-orang yang pernah aku sakiti, karena sebenarnya aku tidak tau apakah di kehidupan yang sebelumnya aku pernah diselamatkan oleh salah satu dari sosok itu"

"Dan untuk ibu, aku akan mulai berdamai dengan keadaan"

Noah menutup matanya.

+++

"Nak... ayo bangun lah"

Sayup-sayup Noah mendengar suara sang ayah.

Noah membuka matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

"Ayah! lihat! Noah sudah membuka matanya"

Noah melihat sosok sang ayah dengan seragam sheriff-nya berdiri di sebelah brankarnya. Dan di sebelah kiri ayahnya, ada sang kakak.

Seingatnya semalam ia tertidur di rumah Luna, tetapi sekarang ia sedang terbaring di kamar rumah sakit.

"Apakah aku sudah kembali?", tanyanya dalam hati.

"Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku, Yah?"

"Ayah dan kakak ditelfon oleh gurumu yang mengabari jika kamu ditemukan pingsan saat berada di toilet sekolah kemarin siang. Ayah segera membawa kamu ke rumah sakit ini untuk diperiksa karena sebelumnya kamu tidak pernah mengalami gangguan kesehatan seperti ini"

Noah pun menganggukkan kepalanya setelah mendengar penuturan dari sang ayah.

Tok! Tok!

Pintu kamar rumah sakit itu diketuk kemudian masuklah sesosok perempuan yang sangat dirindukannya, ya benar, itu adalah ibunya.

Ibunya dengan wajah panik segera memeluk sang anak erat. Tidak ada penolakan sama sekali dari Noah, karena memang ini yang ia butuhkan.

"Nak.. maafkan ibu.. ibu menyesal pernah meninggalkan kalian.. mulai sekarang ibu akan bersikap adil kepada kalian dan anak tiri ibu"

Ibunya menangis tergugu di bahu Noah.

"Iya Bu, Noah sudah memaafkan ibu..."

Noah mengelus punggung rapuh ibunya sambil tersenyum bahagia.

Satu janjinya sudah terpenuhi.

+++

Setelah kejadian pingsan itu, Noah butuh waktu seminggu untuk diizinkan kembali bersekolah. Tentu ia sangat rindu dengan teman-temannya. Ia juga tidak sabar bertemu dengan...

"Luna!"

Noah yang melihat gadis itu melintas di depannya pun segera memanggilnya. Dapat ia lihat wajah gadis itu sedikit takut saat melihatnya.

"Hey... sudahlah... tidak perlu takut. Aku sudah berubah", ucap Noah sambil tersenyum.

Luna menatap mata Noah dan mencari-cari kebohongan disana, mungkin saja Noah hanya sedang berdrama untuk melancarkan rencana jahatnya.

Tapi ternyata Luna tidak menemukannya, Noah berbicara dengan tulus.

"Baiklah.. kenapa? ada yang perlu aku bantu?"

Noah memasang wajah pura pura berpikir.

"Um... ada!"

"Apa?"

"Temani aku di acara prom bulan depan. Bagaimana? apa kau bisa menolongku untuk itu?"

"T-tapi bukannya kau akan pergi kesana dengan Valerie?"

Belum sempat Noah menjawab, datanglah Cedric sambil merangkul bahu Valerie.

"Dia datang bersamaku, Luna", ucap Cedric dengan bangga.

Luna melirik ke arah Noah, ia berpikir bahwa Noah akan marah atau cemburu. Ternyata tidak sama sekali.

"Tuh, kau lihat sendiri kan"

Setelah mengucapkan itu, Noah memajukan langkahnya lebih dekat kepada Luna dan membisikkan sesuatu.

"Apa kau akan membiarkan Prince Noah mu pergi sendirian?"

Noah harus sedikit menunduk karena tinggi Luna yang hanya sebatas dadanya.

"Astaga! Kinerja jantungku sudah tidak normal", ucap Luna dalam hati sambil menutup matanya gugup.

Bagaimana tidak gugup, seorang Noah Clifford, kapten baseball Midtown High School memintanya untuk menjadi pasangan prom.

"Jadi... bagaimana hm??"

"Baiklah, aku mau", cicit Luna.

"Apa? Bisa kau ulangi? Aku tidak dengar"

"Aku mau, Noah"

Noah yang mendengar itu tentunya sangat senang. Cedric langsung menubruk tubuh Noah dan mengucapkan selamat atas keberhasilan sahabatnya untuk mengajak si cupu Luna.

"Selamat, bro!"

+++

1 bulan kemudian..

Ceklek!

Saat Noah sedang bersiap dengan jasnya untuk pergi ke acara prom, sang ibu yang kebetulan sedang berada di rumahnya itu masuk ke kamar anak bungsunya.

"Ternyata anak ibu sudah besar ya... ibu melewatkan banyak sekali waktu untuk melihat pertumbuhan mu"

Noah melihat sang ibu yang sedang menyeka air matanya dari pantulan cermin dihadapannya. Noah berbalik dan memeluk sang ibu.

"Yang terpenting... ibu akan selalu menemaniku mulai sekarang dan seterusnya. Lupakanlah yang sudah berlalu"

Ibu dan anak itu pun saling melemparkan senyuman.

"Oh iya, nak. Tolong berikan ini kepada gadis prom mu nanti"

Ibunya mengeluarkan kalung dengan liontin indah berbentuk anak panah dari sakunya dan memberikannya pada Noah.

Noah tertegun, pikirannya kembali pada kejadian sebulan yang lalu saat dirinya terlempar ke masa lalu.

Kalung yang sama dengan kalung yang dipakai oleh Luna pada masa itu.

"Baiklah Bu, nanti Noah berikan"

Noah menerima kalung itu dan memasukannya ke saku jas miliknya. Setelahnya sang ibu pamit keluar dari kamarnya untuk memasak.

Entah darimana datangnya, tiba-tiba Cedric sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Hey, mobilku rusak. Boleh aku menumpang di mobilmu?"

"Lalu Valerie? Aku juga ingin menjemput Luna dirumahnya"

"Ya... hitung-hitung double date"

Noah memutar matanya malas.

"Apa kau akan memakai kaus seperti itu untuk pergi ke prom huh?"

Cedric dengan santainya membuka lemari pakaian Noah dan mengambil sesetel jas.

"Kau ini memang tidak pernah modal ya!"

Noah yang sedang menali sepatunya kembali tertegun saat melihat tanda di bagian perut Cedric yang mirip seperti luka sabetan pedang.

"Bro! Apa yang kau lihat?!"

Noah menggelengkan kepalanya dan melanjutkan kegiatannya.

"Sejak kapan kau mempunyai tanda di perut mu itu?"

"Ah ini, sudah ada sejak aku lahir"

+++

Setelah menjemput Valerie bersama Cedric, kini mobil Noah sudah berada di depan rumah milik Luna.

Noah mengetuk pintu itu dengan gugup.

Pintu pun terbuka dan disana berdiri seorang Luna si cupu dengan penampilan yang berubah 180 derajat.

Noah sangat terpukau. Luna ini persis seperti Luna di masa lalu dengan gaun berwarna maroonnya.

"Cantik... ", lirih Noah tanpa sadar.

Ucapan yang sama saat ia pertama kali melihat seorang gadis menari-nari dipinggir danau malam itu.

Noah memberikan tangannya untuk digandeng oleh Luna.

Mereka berempat pun pergi ke acara prom malam ini dengan hati yang berbunga.

"Aku sudah memenuhi semua janjiku pada semesta. Mulai saat ini aku tidak akan dengan mudahnya membenci orang lain, karena tidak ada yang tau, apakah di kehidupan sebelumnya orang itu pernah menyelamatkanmu atau bahkan berperan penting di penggalan cerita hidupmu yang lalu?"

SELESAI.

---

Sumber gambar: Pinterest

Tokoh pemeran: 

- Noah Clifford: Douglas Booth

- Luna: Sophia Myles

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun