Siapa itu Ivan Pavlov?
Tokoh dari Classical Conditioning dan dan biasa disebut dengan bapak teori belajar modern yakni Ivan Petrovich Pavlov. Pavlov yang merupakan seorang pakar dalam bidang fisiologi yang berasal dari Rusia. Pavlov tidak ingin menjadi seorang dokter, tetapi seorang ahli fisiolog yang berkualitas. Pavlov meminta kepasa semua orang yang bekerja di laboratoriumnya untuk menggunakan istilah fisiologis saja. Jika ada yang ketahuan menggunakan psikologi, contohnya menunjukkan perasaan atau pengetahuan kepada anjing, maka ia akan mendenda mereka.
Pavlov sangat konsekwen dengan pekerjaannya sehingga ia banyak memperoleh pengetahuan tentang fidiologi. Perjalanan Pavlov dari luar negeri sangat memberikana arti penting untuk mendukung dirinya menjadi seorang fisiolog. Keahliannya dalam bidang fisiologi sangat mempengaruhi eksperimen yang ia buat.
Pavlov ini juga terkenal dengan eksperimennya tentang “pengondisian” (conditioning) pada seekor anjing. Dalam eksperimennya ia melihat subjek penelitiannya atau seekor anjing akan mengeluarkan air liur sebagai respons saat munculnya makanan. Kemudian Pavlov mengekplorasi hal ini dan kemudian mengembangkan suatu studi perilaku (behavioral study) yang dapat dikondisikan, atau biasa dikenal dengan Classical Conditioning.
Menurut teori ini, ketika makanan dipasangkkan dengan bunyi sebuah bel, maka bunyi bel tersebut akan menghasilkan respon yang sama, yakni keluarnya air liur dari si anjing tersebut. Selain itu teori ini juga merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme, serta sebagai dasar bagi penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan teori tentang belajar. Eksperimen ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pembelajaran ini berlaku pada suatu organisme. Salah satu teori yang termasuk aliran behaviorisme yakni teori classical conditioning oleh Ivan Pavlov.
Classical conditioning atau yang biasa disebut dengan pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran yang dimana siswa belajar untuk mengaitkan atapun mengasosiasikan stimulus. Pada hasil eksperimennya ini, Pavlov beranggapan bahwa semua perilaku manusia merupakan hasil dari conditioning (pengondisian). Kuat atau lemahnya stimulus-respons manusia ditentukan oleh conditioning. Pavlov tidak memiliki pengaruh besar terhadap ahli fisiologi, melainkan justru dalam lapangan psikologi.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan pavlov dengan anjing, maka ia menyimpulkan bahwa gerakan refleks dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapatkan latihan. Sehingga dapat dibedakan menjadi 2 macam refleks, yakni refleks wajar (Unconditioned Refleks) atau keluarnya air liur ketika melihat makanan dan refleks bersyarat/refleks yang dipelajari (Conditioned Refleks) atau keluarnya air liur karena menerima atau bereaksi terhadap warna sinar yang tertentu atau terhadap bunyi tertentu.
Eksperimen Ivan Pavlov
Pada tahun terakhir di abad ke 19 dan awal tahun pada abad ke 20, Pavlov dan teman-temannya mempelajari proses pencernaan pada seekor anjing. Selama penelitian ini mereka para ahli ini memperhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan keluarnya air liur. Dalam eksperimen ini Pavlov dan teman-temannya menunjukkan, bagaiman belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini disangka refleksif dan tidak bisa dikendalikan seperti pengeluaran air liur tersebut. Dimulai dari pengalamannya,pavlov mencoba untuk melakukan eksperimen pada bidang psikologi dengan menggunakan anjing sebagai subjek penyelidikannya.
Untuk memahami eksperimennya, Pavlov memerlukan beberapa pengertian pokok yang harus dipahaminya yang dapat digunakannya dalam teori Pavlov sebagai unsur dalam eksperimennya tersebut.
1. Perangsang tak bersyarat = perangsang alami = perangsang wajar = Unconditioned Stimulus (US), yakni perangsang yang dapat terjadi secara alami dan wajar, dan tidak menimbulkan respon pada organisme. Misalnya : makanan yang menimbulkan air liur pada seekor anjing.
2. Perangsang bersyarat = perangsang tidak wajar = perangsang tak alami = Conditioned Stimulus (CS), yakni perangsang yang dapat terjadi secara alami tetapi tidak menimbulkan respon. Misalnya : mendengar langkah seseorang yang biasa memberikan makanan.
3. Respon tak bersyarat = respon alami = respon wajar = Unconditioned Response (UR), yakni respon yang ditimbulkan oleng prengasang tetapi tak bersyarat (Unconditioned Response = UR).
4. Respon bersyarat = respon tak wajar = Conditioned Response (CR), yakni respon yang dapat ditimbulkan oleh perangsang yang bersyarat (Conditioned Response = CR)
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh Pavlov padaa saat melakukan eksperimennya yakni sebagai berikut :
1. Seekor anjing yang digunakan untuk eksperimen dioperasi kelenjar ludahnya dengan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyelidik untuk mengukur dengan teliti air ludah yang keluar dari pipa sebagai respons terhadap perangsang makanan yang disodorkan ke mulut anjing tersebut. hal tersebut diulang beberapa kali hingga pada akhirnya dapat diketahui bahwa air liur sudah keluar pada saat sebelum makanan sampai ke mulutnya. Artinya, air liur yang telah keluar pada saat anjing melihat piring tempat makanannya, melihat orang yang biasa memberinya makanan bahkan pada saat mendengar langkah orang yang biasa memberinya makanan. Maka dengan demikian, keluarnya airr liur karena adanya perangsang makanan merupakan sesuatu yang wajar.
2. Dalam usahanya untuk memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi eksperimennya tersebut dengan berbagai variasi.
3. Eksperimen Pavlov yang berikutnya bertujuan untuk mengetahui apakah refleks bersyarat tekah berbentuk dapat hilang dengan sendirinya atau dengan cara dihilangkan, Pavlov menyimpulkan bahwasanya refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang tapun dihilangkan dengan jalan :
- Refleks bersyarat yang telah terbentuk akan dapat hilang apabila perangsang ataupun signal yang membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan oleh perangsang ataupun signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah diingat kembali.
- Refleks bersyarat dapat dihilangkan apabila dengan melakukan persyaratan kembali (reconditioning). Dengan cara seperti pada ekperimen kedua.
4. Eksperimen dari Pavlov ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan binatang dalam membedakan macam-macam perangsang agar dapat menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar.
Tetapi dengan demikian, dari hasil eksperimen Pavlov dengan menggunakan anjing tersebut akhirnya menemukan beberapa hukum pengkondisian, yakni :
- Kepunahan atau pemadaman (extinction). Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim, maka lama-kelamaan individu itu tidak akan bertindak balas. Setelah respons terbentuk, maka respons itu akan tetap ada selama masih diberikannya rangsangan bersyaratnya serta dipasangkan dengan rangsangan tak bersyarat. Hal ini lah disebut dengan pemadaman (extinction).
- Generalisasi Stimulus (stimulus generalization). Rangsangan yang sama maka belum tentu menghasilkan rangsangan yang sama pula. Pavlov menggunakan bunyi lonceng dengan berlainan nada, tetapi anjing tersebut masih mengeluarkan air liur. Hal ini menunjukkan bahwa organisme telah terlazim, dikemukakannya sesuatu dengan rangsangan tak lazim maka akan menghasilkan gerak balas terlzim atau air liur walaupun rangsangan itu dapat berlainan ataupun sama.
- Pemilahan (discrimination). Diskriminasi yang ditimbulkan dapat melalui penguatan dan pemadaman yang selektif.Diskriminasi ini berlaku apabila individu tersebut berkenaan dapat membedakan atau mendikriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan lebih memilih untuk tidak bertindak ataupun bergerak balas.
- Tingkat pengondisian yang lebih tinggi. Pavlov menunjukkan bahwa jika kita dapat mengkondisikan seekor anjing secara kuat kepada conditioning stimulus tertentu, maka dia kemudianbisa menggunakan conditioning stimulusnya untuk menciptakan hubungan dengan timulus yang lainnya yang masih netral.
Contohnya seorang individu yang dihadirkan pada stimulus tertentu dalam membeli sebuah tiket dan merespons tuntutan antri dengan tidak berdiri mengikuti jalur antrian, maka perilaku tidak antri tersebut pada kesempatan lain tidak akan diulanginya karena ia telah ditegur pembeli tiket lain dan petugas serta tidak dilayani oleh pentual tiket. Dengan ini, menutur teori S-R, asosiasi tidak terbentuk karena faktor penguat bersifat negative (negative reinforcement). Dapat disimpulkan bahwa, pembentukan atau perubahan perilaku ditentukan dengan bagaimana conditioning dengan mekanisme imbalan (reward) dan hukuman (punishment) dapat diterapkan secara konsekuen dan taat asas atau tidak.
Bagaimana aplikasi teori belajar classical conditioning pavlov dalam pendidikan dan pengajaran?
Seperti yang kita ketahui bahwa apa yang telah dilakukan Pavlov ini bukanlah untuk mengembangkan teori belajar. Banyak orang mengakui bahwa teori Pavlov ini sangat bermanfaat di dunia psikologi pendidikan yang pada umumnya dan teori belajar khususnya. Dengan menyadari latar belakang tersebut, kita sebagai pendidik sebaiknya menggunakan teori conditioning sebagai referensi belajar secara fleksibel dikarenakan eksperimen Pavlov adalah perilaku binatang. Padahal subyek belajar yakni manusia.
Oleh karena itu teori ini hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar yang secara umum, yaitu pengeruh suatu kondisi terhadap sikap, perasaan, serta pikiran subjek dalam belajar. Menutur teori conditioning berlajar merupakan suatu proses yang perubahannya terjadi karena adanya syarat (conditions) kemudian menimbulkan suatu rekasi (respon). Yang penting dalam teori ini yakni adanya latihan yang kontiniu. Yang utama dalam teori ini yakni belajar yang secara otomatis. Segala tingkah laku manusia merupakan hasil dari latihan ataupun kebiasaan mereaksi terhadap syarat yang dialami dalam kehidupannya.
Dengan akal pikiran dan perasaan, manusia dapat membedakan suatu tanda dan simbol. Tanda yang merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari apa yang akan ditandakan. Kita dapat menyadari bahwa manusia ataupun binatang dapat mengenal tanda. Akan tetapi, berkaitan dengan perasaan dan pikiran yang dimiliki, manusia tidak akan mau berhenti pada tanda saja, melainkan akan melangkah kepada simbol. Kalau suatu tanda mengarah pada suatu objek tertentu, maka simbol mengarah pada suatu konsep.
Pada eksperimen Pavlov yang awalnya tidak bertujuan untuk menemukan teori belajar, meskipin sangan dipengaruhi dalam psikologi behaviorisme. Hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna untuk pengembangan teori belajar. Oleh karena itu tidak heran jika banyak ahli pendidikan mengadopsi hasil dari eksperimen Pavlov untuk mengembangkan teori belajar.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari teori Pavlov, yakni sebagai berikut :
1. Kelebihan Teori Pavlov
- Seseorang tidak akan menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari dirinya.
- Terdapat stimulus tertentu yang dapat membangun semangat seseorang.
- Memberi pengaruh positif bagi seseorang saat belajar dan termotivasi dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.
- Memperoleh kemampuan yang membutuhkan kecepatan, spontanitas, dan kelenturan.
- Memiliki kontrol dan rekayasa pada saat proses belajar dan dapat dilakukan secara terarah, jelas, dan pasti.
2. Kekurangan Teori Pavlov
- Menganggap bahwa belajar hanya terjadi secara otomatis dan kenyataanya tidak.
- Kearifan dan penentuan pribadi tidak ditanggapi.
Apa itu Korupsi?
Korupsi adalah salah satu kejahatan yang hampir dihadapi setiap kejahatan berkembang ataupun negara maju. Korupsi juga merupakan penyalahgunaan tugas serta penggelapan uang negara atapu perusahaan untuk keuntungan pribadinya atau orang lain. Di Indonesia, masalah korupsi ini masih sering menjadi penghalang untuk mencapai masyarakat yang sejahtera. Dampak dari korupsi ini dapat merusak perekonomian negara, demokrasi, dan kesejahteraan umum.
Pemerintah sudah berupaya untuk menuntaskan kasus korupsi ini melalui kebijakan untuk memberantas korupsi. Tetapi, banyak kasus korupsi yang tidak ditangani secara serius dan berbelit-belit. Akibat dari tindakan korupsi ini negara Indonesia mengalami perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi, politik, dan sosial budaya. Kultur korupsi ini telah sampai pada level yang dapat membahayakan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Lembaga anti korupsi tidak cukup efektif untuk memberhentikan perbuatan yang tercela ini. Bahkan peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah seakan diabaikan dan menjadi meaning les, apabila tidak disamakan dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan yang ada. Politik hukum saja tidak cukum untuk para pelaku hukum.
Dengan menyadari dampak yang begitu besar dari korupsi ini dapat berkelanjutan terhadap suatu bangsa, maka dari itu perlu untuk tindak pidana korupsi yang perlu dicegah pada sejak dini. Hal ini diperlukan karena potensi dalam melakukan korupsi ini biasa dimulai dari hal yang kecil dan dianggap biasa bagi sebagian besar masyarakat bahkan sudah dianggap sebagai budaya dan kultur.
Banyak nilai-nilai anti korupsi yang disampaikankepada mahasiswa. Nilai-nilai anti korupsi tersebut yakni kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, sisiplin, dan dapat dipercaya. Nilai-nilai tersebut tidak hanya sekedar disampaikan saja kepada mahasiswa, tetapi harus di pahami serta diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga nilai tersebut nantinya akan menjadi karakter yang menempel pada seluruh peserta didik yang nantinya akan menjadi penerus bangsa Indonesia.
Banyak kasus korupsi yang selalu ditampilkan pada berita di televisi, surat kabar, ataupun online yang memberikan pengetahuan luat kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa memiliki persepsi awal tentang konsep korupsi serta dampak saat akan mengikuti perkuliahan.
Korupsi di Indonesia telah membawa kejanggalan pada politik, ekonomi, dan sosial. Bahkan dapat menjadi budaya baru di negeri ini, grafik jumlah rakyat miskin terus meningkat karena korupsi. Di Indonesia, korupsi semakin mudah untuk ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan. Pertama, krena lemahnya nilai sosial, mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan umum, dan kepemilikikan benda secara individu menjadi etika pribadi bagi sebagian orang. Kedua, tidak adanya transparansi serta tanggung gugat pada sistem integritas publik.
Biro pelayanan publik bahkan digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadinya, seolah-olah untuk promosi jabatan ataupun kenaikan pangkat. Sementara itu kualitas dan kuantitas pelayanan publik semakin terabaikan dan bukan menjadi prioritas ataupun orientasi yang utama. Dengan dua alasan tersebut menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah maksimal karena praktik korupsi dan demokratis lah yang memfasilitasi korupsi.
Ada banyak jenis korupsi di Indonesia, tetapi disederhanakan menjadi tujuh kelompok tindakan korupsi yakni sebagai berikut :
- Kerugian keuangan negara. Dalam hal ini pelaku melakukan perbuatan yang akan memperkaya dirinya sendiri ataupun orang lain dengan melakukan korporasi yang melawan hukum dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan ataupun sarana yang ada.
- Suap Menyuap. Suap menyuap ini dengan menjanjikan ataupun memberi seusatu kepada siapapun agar si penerima tersebut mau berbuat atau melakukan apapun dalam jabatannya. Tindakan ini juga dapat terjadi antar pegawai ataupun antara pihak luar pegawai.
- Penggelapan dalam jabatan. Ini merupakan tindakan yang dengan sengaja menggelapkan uang, pemalsuan buku-buku, surat berharga, ataupun daftar khusus yang digunakan untuk pemeriksaan administrasi.
- Pemerasan. Pemerasan merupakan tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh seseorang dengan cara menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memberikan sesuatu, menerima pembayaran dengan potongan ataupun untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
- Perbuatan curang. Perbuatan curang ini merupakan tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk kepentingan pribadi serta dapat membahayakan orang lain.
- Benturan kepentingan dalam pengadaan. Ini merupakan tindakan yang sengaja untuk ikut serta dalam suatu kegiatan pengadaan, pemborongan ataupun persewaan. Hal ini biasanya dilakukan oleh penyelenggara yang bertugas untuk mengurus ataupun mengawasi.
- Gratifikasi. Yang merupakan pemberian barang kepada penyenggara negara yang dianggap sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya ataupun yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
Dari ribuan kasus korupsi yang serungkap mulai dari tahun 2004 samapi 2022 dapat menjadi bukti bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih sangat jauh dari kata efekrtif. Menurut Setiadi (2018) menjelaskan bahwa terdapat empat hal yang menjadi penghambat dalam pemberantasan korupsi, yakni :
1. Hambatan Struktural.
Hambatan struktural ini merupakan hambatan dari praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang menyebabkan penanganan korupsi tidak berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Misalnya :
- Egoisme sektoral dan institusional yang dapat menyebabkan pengajuan dana sebanyak mungkin untuk instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat
- Rendahnya kualitas pelayanan publik, serta
- Lemahnya sistem pengendalian intern dengan berbagai penyimpangan.
2. Hambatan Kultural
Hambatan kultural ini merupakan hambatan yang datang dari kebiasaan negatif dan tumbuh serta berkembang di masyarakat. Misalnya :
- Sikap sungkan dan toleran diantara aparatur pemerintah yang dapat menghambat penanganan kasus korupsi
- Kurang terbukanya pimpinan sehingga dapat memunculkan kesan bahwa sedang melindungi koruptor
- Adanya sikap tidak perduli masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi
3. Hambatan Instrumental
Hambatan ini merupakan hambatan yang muncul akibat dari kurangnya peraturan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi sehingga dapat membuat penanganan korupsi tidak dapat berjalan dengan maksimal. Misalnya :
- Lemahnya penegakan hukum tindak pidana korupsi
- Sulitnya untuk mendapat pembuktian terhadap kasus korupsi
- Adanya peraturan perundang-undangan yang bertumpuk, sehingga memicu tindakan koruptif di pemerintahan
4. Hambatan Manajemen
Hambatan terakhir ini dapat timbul dari pengabaian prinsip-prinsip manajemen yang baik sehingga penanganan kasus korupsi tidak dapat berjalan dengan maksimal. Misalnya :
- Kurangnya komitmen pemerintah untuk memeriksa kemajuan dari hasil pengawasan
- Lemahnya koordinasi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum
- Dukungan teknologi informasi yang belum maksimal dalam penyelenggaraan pemerintah
- Organisasi pengawasan tidak independen
- Aparat pengawasan yang kurang atau tidak profesional
Seluruh hambatan diatas sangat berpengaruh pada efektivitas pemberantasan kasus korupsi di Indonesia. Terutama bila tidak ada keinginan kuat dari pemerintah serta masyarakat untuk menghapus budaya korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya demikian, pemerintah harus terus melakukan perubahan serta perbaikan yang dapat mendukung upada dalam pemberantasan korupsi. Meskipun demikian dalam pelaksanaan tersebut terdapat berbagai macam kendala.
Perubahan tersebut dapat dimulai dari melakukan revisi Undang-Undang dalam pemberantasan korupsi, meningkatkan kualitas SDM yang bertugas dalam penanganan tindak pidana korupsi, meningkatkan kesejahteraan penegak hukum, serta menerapkan hukuman semaksimal mungkin bagi para koruptor yang merugikan negara.
Demikianlah pembahasan mengenai fenomena korupsi di Indonesia. Dari pembahasan diatas maka dapat dikatakan bahwa kasus korupsi dapat dikatakan sulit untuk diberantas karena adanya beberapa faktor. Tetapi meski begitu, jika kita sudah terbiasa untuk menolak segala macam bentuk korupsi, maka kemungkinan kelak saat nanti Indonesia dapat bebas dari korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/170649-ID-fenomena-korupsi-sebagai-patologi-sosial.pdf
https://www.gramedia.com/best-seller/kasus-korupsi-di-indonesia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H