Mohon tunggu...
Chep Hadad
Chep Hadad Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Pribadi

" Menulis untuk mengenang, menyenang dan menyatakan " Knowledge is must, but manner is more.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banalitas Perilaku Cat Calling dan Pelecehan Seksual Simbolik

14 Mei 2020   12:00 Diperbarui: 14 Mei 2020   12:06 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Karena di awal sudah penulis tekankan bahwa, korban-korban dari pelecehan seksual dalam bentuk Cat Calling yang juga dikategorikan sebagai Street Harassment ini berdampak pada korban untuk mengalami trauma, dimana trauma ini merupakan gangguan Kesehatan yang tidak terlihat secara visual namun, dirasakan dan merusak pribadi korban tersebut.

Maka sejatinya kita haruslah sadar dalam segala pandangan bahwa, perbuatan CatCalling itu merupakan Tindakan yang harus dihindari setiap orang, mulai dari kita sebagai seorang laki-laki maupun seorang perempuan untuk saling membela dan menegakkan kebenaran di dalam masyarakat kita ini. Dengan dasar-dasar yang telah disampaikan kita tidak perlu ragu untuk melawan perbuatan seperti Cat Calling. Serta, mendesak para regulator untuk membuat aturan yang melindungi "siapapun" dari perbuatan Cat Calling ini agar rasa aman dan nyaman sebagai manusia terus dilindungi.

MENOLAK BANALITAS PERILAKU CATCALLING DAN MENGHARGAI SESAMA MANUSIA!

Kemudian, selanjutnya adalah mengenai perilaku pelecehan seksual non fisik, pada bentuk isyarat atau Gerakan. Dalam ilmu sosiologi kita mengenal Interaksionis Simbolik.

Sosiolog yang pertama kali menggunakan istilah interaksionisme simbolik adalah Herbert Blumer. Ketika berkolaborasi menulis dengan koleganya George Herbert Mead di Universitas Chicago, istilah interaksionisme simbolik dikembangkan. Mead kemudian menulis buku berjudul Mind, Self, and Society yang membuat teori interaksionisme simbolik dikenal luas dikalangan intelektual Amerika dan Eropa.

Teori interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat berdasarkan makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis perilaku dan tindakan sosialnya. Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar. Apa yang diyakini benar merupakan produk konstruksi sosial yang telah diinterpretasikan dalam konteks atau situasi yang spesifik. Hasil interpretasi ini disebut sebagai definisi situasi.

Sebagai contoh dari teori tersebut, merokok fakta objektifnya dapat merusak organ tubuh, namun sebagai fakta subjektif yang diciptakan individu misalnya oleh sekelompok remaja merupakan suatu hal yang keren.

Perilaku seksual melalui interaksi simbolik dalam kasus "jempol kejepit" seringkali dilakukan oleh seorang lelaki yang menunjukan isyarat tersebut kepada seorang perempuan yang dirasa ( dugaan pribadi ) laki-laki untuk diajak melakukan hubungan seksual. Padahal symbol tersebut biasa digunakan disebuah tempat hiburan malam disuatu daerah di jawa tengah. Namun, seperti kenyataanya symbol seperti itu umum di Indonesia sudah diketahui maksud nya. Tapi apakah itu merupakan hal wajar ? tidak sama sekali. Karena merujuk pada tujuan simbol tersebut yang merupakan ajakan untuk berhubungan seksual.

Beberapa orang dengan sengaja menunjukan simbol tersebut untuk bergurau terhadap wanita, atau bahkan dengan sengaja mempertunjukannya. Tentu seperti perilaku Cat Calling ini juga merupakan bentuk menyimpang dari perbuatan seseorang yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual non fisik dari isyarat.

Siapapun yang merasa ditunjukan simbol tersebut, pasti merasa tidak nyaman dan merasa malu, ingin marah ataupun kesal. Dan ini haruslah disadari dan dilawan. Seperti CatCalling, simbol "jempol kejepit" ini haruslah kita pahami sebagai pelecehan seksual non fisik yang harus diatur oleh regulator. Sebagai upaya perlindungan hak atas rasa aman dan nyaman individu. Karena tentu saja, baik Cat Calling maupun simbol "jempol kejepit" menyebabkan ketertiban masyarakat menjadi tidak teratur karena budaya yang menyimpang dan afirmasi banalitas.

Sehingga, upaya tiap individu adalah untuk menegakkan kebenaran atas penyimpangan-penyimpangan tersebut, membela para korban yang dihadapan kita sedang diperilakukan demikian, terlebih mendorong regulator untuk melindungi melalui aturan-aturan. Sebagaimana hukum haruslah hadir untuk manusia, juga tujuan hukum tegas menurut Soedikno Mertokusumo untuk menjaga ketertiban masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun