Mohon tunggu...
Chelsy Victoria
Chelsy Victoria Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Hubungan Internasional

Halo!! I'm Chelsy Victoria, I'm International Relations student in Christian University of Indonesia, Jakarta. I have interest in writing, traveling, sports, health, and social culture issues. It'll be my pleasure if we can share knowledge with each other.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pola Pendidikan di Suku Baduy: "Belajar dari Alam"

25 Juli 2023   18:35 Diperbarui: 27 Juli 2023   14:17 1859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Dokumen Pribadi

Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan sebagian orang. Sebagian orang menganggap pendidikan sebagai kebutuhan yang wajib dipenuhi layaknya kebutuhan pokok, dan ada juga yang menganggap pendidikan bukanlah hal yang perlu dipenuhi.

Jika kita bicara mengenai pendidikan, pembicaraan tersebut tak lepas dari sekolah. Namun bagaimana dengan pendidikan lainnya di luar sekolah?

Sejak lahir ke dunia, bahkan seorang bayi telah memperoleh pendidikan sederhana dari Ibu atau Ayahnya seperti memanggil Ibu, Ayah, Kakak, dan mengenal namanya sendiri. Bahkan sejak dalam kandungan bayi juga sudah bisa diberikan pendidikan seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.

Seiring perkembangan jaman, pendidikan juga semakin berkembang. Namun pendidikan sampai saat ini tak lepas dari hambatan, di Indonesia masalah pendidikan masih sering terjadi. Contoh sederhana permasalahan pendidikan di Indonesia adalah tidak meratanya kualitas pendidikan di setiap daerah, masyarakat yang berada di daerah terpencil harus pergi ke kota atau bahkan ibu kota untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas.

Hingga saat ini, masih ada beberapa daerah yang tidak memiliki fasilitas pendidikan memadai. Di sisi lain wujud penerapan pendidikan tidaklah selalu tentang sekolah dan perguruan tinggi. Kata pendidikan berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti "menuntun, mengarahkan, atau memimpin" dan awalan E, berarti "keluar". Jadi, pendidikan berarti kegiatan "menuntun ke luar". 

Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pengetahuan atau pendidikan yang diperoleh dari pengalaman misalnya seperti cara bertahan hidup di hutan, ilmu pengobatan tradisional, dan sebagainya dapat disebut sebagai pendidikan non-formal berkaitan dengan life skill manusia. 

Masyarakat Baduy merupakah salah satu contoh masyarakat yang memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan dari pengalaman mereka selama melakukan kegiatan sehari-hari, pengalaman tersebut dapat diperoleh saat hendak berjalan ke ladang, saat berada di ladang, ketika melakukan proses tradisi adat istiadat, dan kegiatan lainnya. 

Menempuh pendidikan di sekolah formal bagi masyarakat Baduy adalah hal yang bertentangan dengan adat mereka. Walau pada dasarnya masyarakat Baduy adalah masyarakat yang rajin belajar namun cara mereka belajar berbeda dengan masyarakat modern, mereka memperoleh pendidikan langsung dari orang tua mereka sejak kecil misalnya seperti menjaga lingkungan, tidak membuang sampah di sungai, tidak merusak hutan, menenun sejak usia 7 tahun, berkebun, mencari kayu bakar dan sebagainya. 

Cara belajar masyarakat Baduy seperti ini juga disebut dengan Literasi Keluarga. Saat ini masyarakat Baduy Luar sudah mulai mengenal sekolah formal namun mereka tetap memiliki pandangan bahwa sekolah terbaik bagi mereka adalah alam dan budaya.

BELAJAR DARI ALAM SEJAK USIA ANAK-ANAK

Sejak kecil, sekitar usia 5-8 tahun anak-anak di Baduy sudah mulai melakukan pekerjaan yang dilakukan orang tuanya. Tentu tidak semaksimal orang dewasa, namun di usia itu mereka sudah biasa melakukan aktivitas di ladang. Ketika mereka di ladang, di situlah mereka memperoleh ilmu pengetahuan, pendidikan yang mereka peroleh merupakan pendidikan non-formal. 

Menanam bibit tumbuhan, waktu panen, dan merawat tanaman di ladang semua memiliki cara dan teknik khusus. Hal ini juga merupakan tradisi yang diturunkan turun temurun dari leluhur masyarakat Baduy. Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi masyarakat Baduy untuk memenuhi kebutuhan pangan dan perekonomian mereka. Di tengah perkembangan teknologi pertanian, masyarakat Baduy tetap menggunakan metode dan alat tradisional. Pola bercocok tanam masyarakat Baduy masih sangat tradisional dan memegang adat leluhur. 

Maka dari itu masyarakat Baduy melakukan ritual khusus jika hendak memulai masa tanam seperti upacara membersihkan lahan sebelum ditanami yang disebut dengan istilah "nyacar". Membakar lahan supaya subur disebut "ngaduruk". Sementara, upacara proses mulai menanam padi disebut dengan "ngaseuk". Bahkan soal kapan waktu tanam, mereka masih di pandu oleh letak bintang di langit. 

Untuk meneruskan tradisi berladang, setiap anak Baduy akan diajak ke ladang dan diperkenalkan cara berladang sejak usia mereka masih dini. Setelah menikah dan membentuk keluarga baru mereka diwajibkan untuk mengerjakan ladangnya sendiri, dan sebelum menikah, calon menantu laki-laki harus membantu keluarga perempuan di ladang, hal ini bertujuan untuk menilai sejauh mana laki-laki calon suami putri mereka mampu menghidupi keluarga barunya kelak. 

Ketika mereka memiliki anak, di sinilah peran orang tua mengajarkan anak-anak mereka sejak dini untuk melakukan pekerjaan di ladang. Anak-anak di Suku Baduy terbiasa melakukan perjalanan berkilo-kilo meter bahkan tanpa alas kaki. Alam sekitar mereka menjadi sahabat mereka, secara tidak langsung melalui kegiatan sehari-harinya mereka belajar menghargai, menjaga, serta merawat alam sekitar mereka. 

Tak heran jika anak-anak di Suku Baduy mampu mengangkut kayu bakar, maupun buah hasil panen yang cukup berat dari ladang ke rumah mereka, melakukan kegiatan bercocok tanam di ladang, dan kegiatan pertanian lainnya, hal ini dapat mereka lakukan karena mereka memperoleh pendidikan atau pengetahuan langsung dari kegiatan yang mereka lakukan sehari-hari.

ILMU KESEHATAN TRADISIONAL MASYARAKAT BADUY

Dalam hal kesehatan dan pengobatan, masyarakat Baduy juga menggunakan bahan-bahan alami dan tradisional yang diturunkan dari leluhur mereka. Pengobatan tradisional adalah media pengobatan yang dilakukan dengan pengetahuan dan metode tradisional yang diwariskan turun temurun oleh leluhurnya sesuai dengan tradisi dan budaya masyarakat setempat sebelum adanya ilmu kedokteran modern. 

Masyarakat Baduy memiliki konsep berbeda terhadap penyakit, di mana seorang dapat dikatakan sakit apabila penyakitnya tidak dapat diobati sendiri, dinyatakan sakit oleh Paraji (dukun) atau Kokolot Lembur (tetua kampung), dan jika penyakit tersebut membuat seseorang itu tidak mampu lagi beraktivitas seperti biasa. Penyakit seperti batuk, pilek, gatal-gatal, atau masuk angin bagi masyarakat Baduy bukanlah suatu penyakit karena penderitanya masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

Dalam hal pengobatan, masyarakat Baduy menggunakan sumber daya alam di sekitar mereka untuk mengobati atau mengatasi hal-hal yang dirasa tidak nyaman dalam tubuhnya. 

Pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan tradisional merupakan salah satu warisan turun temurun, sejak kecil beberapa dari masyarakat Baduy telah diajarkan oleh orang tua mereka yang memahami pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan tradisional yang menggunakan khasiat tanaman-tanaman tertentu di sekitar mereka untuk mengobati penyakit atau hal yang dirasa membuat tidak nyaman di dalam tubuh mereka. Tanaman-tanaman tersebut dapat mereka temukan di hutan, ladang, maupun di sepanjang jalan menuju hutan atau ladang.

Tanaman-tanaman yang biasa dipakai oleh masyarakat Baduy untuk pengobatan terhadap penyakit ringan misalnya seperti daun jambu biji untuk mengobati sakit perut, daun jampang pahit untuk mengobati luka, tanaman capeuk untuk mengobati pegal-pegal, daun terep untuk mengobati gatal-gatal pada kulit, dan daun harendong untuk mengobati sakit gigi. Untuk ibu hamil dan ibu pasca-melahirkan, akan ditangani oleh Paraji (dukun beranak). 

Dalam praktiknya, paraji membantu proses ibu melahirkan dengan cara memijat perut ibu hamil tersebut dengan benar agar posisi janin / bayi benar dan memberi ramuan-ramuan agar proses persalinan berjalan dengan lancar. Setelah melahirkan paraji juga membantu proses pemulihan ibu selama masa nifas, dan jika ada gangguan pasca-melahirkan, termasuk gangguan menyusui, serta membantu perawatan bayi sampai tali pusar terlepas.

PENDIDIKAN MORAL DARI MASYARAKAT BADUY

Masyarakat Baduy tidak memiliki aturan tertulis, mereka hidup tertib dan patuh terhadap apa yang menjadi tradisi mereka. Nilai-nilai moral tersebut diturunkan atau diajarkan secara lisan oleh leluhur maupun orang tua mereka. 

Masyarakat Baduy menyaksikan langsung teladan yang dilakukan leluhur mereka ketika melakukan aktivitas sehari-hari. Ada beberapa nilai moral yang dapat diteladani dari masyarakat Baduy misalnya seperti berjalan dengan barisan yang rapih agar tidak menghalangi jalan orang lain, rumah yang berhadapan bertujuan agar warga dapat saling menyapa sebelum pergi ke ladang, pergi bersama ke ladang, gotong royong membantu warga membangun rumah, dan lainnya.

KESIMPULAN

Pendidikan pada umumnya bicara mengenai proses belajar mengajar yang dilakukan di sekolah. Beberapa menganggap pendidikan merupakan hal penting untuk dicapai, yang lainnya berpendapat pendidikan merupakan hal yang tak begitu penting. 

Dalam perkembangannya pendidikan sampai saat ini masih banyak mengalami hambatan, di Indonesia sendiri hambatan pencapaian pendidikan adalah tidak meratanya fasilitas pendidikan di setiap daerah terutama di daerah terpencil.

Jauh sebelum adanya pendidikan formal, masyarakat tradisional memperoleh pendidikan dan pengetahuan melalui aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari seperti berburu, berladang, mengelola hasil panen, mengelola hasil buruan, dan lainnya. 

Sampai saat ini masih terdapat masyarakat adat yang hidup dengan cara tradisional sesuai dengan tradisi leluhur mereka, salah satunya ialah masyarakat Suku Baduy. Masyarakat Suku Baduy terbagi menjadi 2 yaitu Suku Baduy luar dan Suku Baduy dalam, bagi masyarakat Suku Baduy dalam pendidikan di sekolah bertentangan dengan tradisi leluhur mereka karena pendidikan di sekolah merupakan bagian dari perkembangan jaman sedangkan masyarakat Baduy memegang teguh adat istiadat mereka. Sedangkan pada masyarakat Suku Baduy luar sudah ada beberapa anak yang pergi sekolah namun tidak sampai pendidikan tinggi atau bahkan tak memenuhi program pemerintah 12 tahun belajar.

Masyarakat Baduy juga lebih banyak melakukan kegiatan di ladang yang merupakan mata pencaharian utama mereka, untuk itu pendidikan dan pengetahuan banyak diperoleh mereka ketika mereka berinteraksi langsung dengan alam. 

Pengetahuan tersebut misalnya seperti mengelola sumber daya alam mereka, mengelola hasil panen, menyimpan padi, berburu, bahkan ilmu kesehatan yang sudah mereka terapkan jauh sebelum ilmu kedokteran modern berkembang. Hal ini merupakan salah satu contoh pendidikan non-formal dengan memperoleh pengetahuan dari alam sekitar mereka (belajar dari alam).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun