Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Check and Balances sebagai Fatamorgana

6 Februari 2022   02:44 Diperbarui: 6 Februari 2022   17:11 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari dua RUU yang kontroversial yaitu RUU Cipta Kerja dan RUU IKN ini, tidak dapat dihindari kesan bahwa anggota DPR itu hanya menjalankan kebijakan dan arahan Ketua Umum Partainya (simak yang dikatakan Misbakhun Fraksi Golkar pada acara membahas IKN di Kompas TV sabtu malam/5-02-2022). Dan Ketua Umum Partainya menjalankan kebijakan dan keinginan Presiden, atau keinginan bersama kedua belah pihak. Apakah itu sejalan dengan keinginan masyarakat, tidak menjadi perhatian utama mereka.

Memang saat ini menjadi anggota DPR sangat dilematis.  Siapapun yang akan menjadi anggota DPR tidak dapat menghindari lingkungan seperti itu. Kecuali partainya beroposisi. Jelas kadernya  akan menjadi oposisi di legislatif. Lantas, apakah masih syah disebut Dewan Perwakilan Rakyat? Syah donk, karena bunyi UU nya begitu. Kita bangsa yang lebih senang casing dari pada isinya.

Pertanyaan- pertanyaan yang berkembang setelah UU IKN diresmikan DPR, juga merupakan pertanyaan yang sama sewaktu saya sebagai narasumber RDPU Pansus RUU IKN. Mulai dari apakah tepat saat sekarang ini pindah ibu kota dalam suasana Pandemi Covid-19 yang masih tinggi. Apakah tepat menggunakan APBN yang sudah sangat terbatas dan diprioritaskan untuk menangani Covid-19.

Bagaimana aspek legalitas dari bentuk badan yang bernama Badan Otoritas. Kenapa di RUU IKN dipaksakan 2024 harus pindah, waktu tinggal 2 tahun.

Bagaimana pengamanan aset Pemerintah Pusat di DKI Jakarta untuk tidak jatuh ketangan pihak lain.

 Apakah tidak menimbulkan persoalan Global, karena rusaknya Kalimantan sebagai paru-paru dunia.

Bagaimana nasib masyarakat adat di Kaltim, yang saat ini  tersisa 30%. Bisa "hilang" mereka seperti orang Betawi di Jakarta.

Bagaimana melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih masif dan dengan substansi riel kedepan tantangan dan hambatan yang akan dihadapi.

Bagaimana sistem pemerintahannya yang beririsan dengan UU Pemerintah daerah dan UU lainnya.

Bagaimana persoalan infrastruktur dan sistem jaringan digitalisasi yang secure dan  menjangkau luas.

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak terjawab dalam UU IKN tersebut.  Akibatnya sudah dapat diduga. Berbagai tokoh dan elite masyarak ( akademisi, tomas, purnawirawan TNI, mantan Pejabat, LSM, aktivis)   akan mengajukan Judicial Review ke MK. Bagaimana dan sampai dimana ujung Putusan MK, kita tunggu saja waktunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun