Apa yang saya khawatirkan dengan diluncurkan RUU IKN menjadi UU dalam sidang Paripurna DPR baru-baru ini, menuai keriuhan dan penolakan di kalangan kelompok dan elite masyarakat.
Dalam artikel saya 22 Desember 2021 yang lalu dengan judul "Bola Panas RUU IKN" menjadi kenyataan. Bola panas itu terus menggelinding, bahkan akan sampai ke Mahkamah Konstitusi.
Berbagai hal yang terjadi jika RUU IKN disahkan, tanpa melalui proses yang transparan, tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara signifikan, dan substansi yang tidak komprehensif, akan menjadi bola liar dan di "goreng" menjadi makanan empuk bagi mereka yang masih berpikiran kritis untuk melihat Indonesia kedepan.
Pengamatan saya, yang diundang sebagai narasumber dari Aspek Kebijakan Publik, Â anggota Pansus RUU IKN yang membahas RUU tersebut, sepertinya sudah tidak ada beban lagi. Mereka itu bekerja ingin secepatnya selesai karena sudah merupakan keinginan Presiden, dan sesuai dengan arahan Ketua Umum partai masing-masing, kecuali partai yang menolak (PKS).
Awalnya saya menduga Partai Demokrat menolak. Karena anggota Pansus dari Fraksi Demokrat, sangat tajam mengkritisi RUU IKN yang sedang dibahas. Ternyata PD ikut rombongan arus besar P3 (Persaudaraan Partai Politik) Â untuk menggolkan RUU itu.
Alasan sudah merupakan keinginan Presiden Jokowi, juga diakui oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas yang juga Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa  pada Kata Pengantar Naskah Akademik alinea pertama yang berbunyi:
"Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang[1] Undang tentang Ibu Kota Negara telah diselesaikan. Penyusunan Naskah Akademik ini merupakan tindak lanjut dari Arahan Presiden untuk menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara. Arahan tersebut selaras dengan Pidato Kenegaraan Presiden di Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada 16 Agustus 2019 dan Pengumuman Pemindahan Ibu Kota Negara oleh Presiden pada 26 Agustus 2019 di Istana Negara."
Artinya suatu kebijakan nasional yang sangat penting yang dirumuskan dalam suatu UU, landasan utamanya adalah "Arahan Presiden". Biasanya Bappenas itu bekerja dengan landasan perencanaan yang kuat yang tetap mengacu pada RPJP dan RPJM Â yag ditetapkan dengan UU dan Peraturan Presiden.
Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, pada Pasal 7 ayat (1) huruf a s/d g tidak ada satu norma yang mencantum arahan Presiden, atau Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR Â sebagai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
Seharusnya Pemerintah membungkus dulu arahan Presiden dan Pidato Kenegaraan Presiden itu dalam dokumen Peraturan Presiden sehingga aspek legalistik nya jelas.