Masing-masing instrumen investasi tersebut, ada batas maksimum persentasenya dari jumlah investasi yang tidak boleh dilampaui.
Dengan berbagai varian instrumen investasi yang sudah diatur dalam PP 99/2013 dan PP 55/2015, memberikan ruang yang cukup lebar bagi BP Jamsostek untuk mengembangkan dana DJS (JKK, JKM, JHT dan JP), asalkan prinsip kehati-hatian tetap dijaga dan likuiditas dana saat diperlukan untuk membayar klaim peserta.
Dalam merumuskan kebijakan investasi itu, BP jamsostek tidak sendiri. Mereka dapat merumuskan bersama dengan Dewan Pengawas, DJSN dan Kementerian Keuangan. Sehingga terjadi proses  check and recheck. Soal peran masing-masing sudah diatur jelas dalam UU BPJS dan PP 99 dan 55.  Dalam kedua PP itu, di ketentuan umum, menteri  yang di maksud adalah menteri yang menangani urusan keuangan.
Tugas  DJSN dalam kebijakan investasi cukup jelas dicantumkan dalam UU SJSN ( UU Nomor 24/2011), pada pasal 7 ayat (3) huruf b; " Mengusulkan  kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial Nasional.
Sewaktu saya sebagai Ketua DJSN Periode 2011 -- 2015, bersama tim anggota DJSN telah merumuskan Draft PP 99/2013, bersama stakeholder lainnya.
Demikian juga saat adanya kebutuhan perubahan kebijakan terkait instrumen investasi atas usulan BP Jamsostek, maka DJSN duduk bersama dengan Direksi dan Dewas BP Jamsostek, Kemenkeu, Kemenaker dan Kemenkumham, Kemenkokesra, membahas perubahan dimaksud, dan terbitlah  PP 55/2015 yang sudah lebih menyesuaikan dengan kondisi investasi waktu itu.
Apakah Direksi BP Jamsostek periode 2016-2021, dan DJSN periode berikutnya melanjutkan perintah UU SJSN itu, saya tidak mengikutinya lagi.
Demikian juga halnya kewajiban Dewas BP Jamsostek, tidak bisa lepas tangan terkait dengan Kebijakan Instrumen Investasi. Ingat RKAT yang disusun Direksi BP Jamsostek harus mendapat persetujuan Dewas BP Jamsostek. Itu perintah UU BPJS. Dewas punya wewenang yang besar menilai kinerja Direksi. Jika Direksi melakukan sesuatu penyimpangan dari peraturan yang ada, dapat melaporkan langsung ke Presiden.
Dewas BP Jamsostek berkewajiban memberikan opini professional terhadap berbagai kebijakan Direksi BP Jamsostek termasuk kebijakan investasi. Dewas BP Jamsostek itu seharusnya memberikan opini kebijakan yang lebih komprehensif, karena mewakili berbagai kepentingan baik pemerintah, pekerja, pemberi kerja dan masyarakat.Â
Mereka juga didukung tenaga professional di Komite-Komite terkait, sebagai penunjang kemampuan professional anggota Dewas. Dan semua produk policy brief Dewas BP Jamsostek itu harus terdokumen, tidak cukup dengan verbal atau statement saja.
Dalam perjalanan BPJS, ternyata soal Tata Kelola BPJS masih menimbulkan gesekan antar Organ BPJS. Oleh karena itu pada 29 Januari 2020, pemerintah menerbitkan Perpres No.25/2020 Tentang Tata Kelola BPJS, yang pada pasal 5 menjelaskan tentang perlunya penerapan tata kelola yang baik secara  konsisten dan berkelanjutan. Pada ayat (2) point e, secara spesifik menyebutkan tata kelola investasi.