Pandemic COVID-19 juga berdampak pada penurunan cakupan pelaksanaan program dan pelayanan kesehatan di triwulan I dan II seperti: imunisasi, kunjungan persalinan, pemberian tablet besi, kunjungan neonates, bahkan program Posyandu terhenti di kabupaten/kota yang  mengalami wabah COVID-19. Apakah hal ini juga akan berdampak kenaikan stunting, masih perlu diteliti lebih lanjut.
Pelayanan kesehatan  primer dan rujukan (rumah sakit)  juga  turun disebabkan banyak rumah sakit  (RS) menjadi RS rujukan COVID-19. Data BPJS Kesehatan menunjukkan sejak Januari sampai Maret 2020 jumlah kunjungan menurun dengan rerata 50% dari jumlah kunjungan bulan Januari 2020. Jumlah ini menurun lagi sampai September 2020, sekitar 70 -- 80 % dari  jumlah kunjungan Januari 2020
Hal lain yang juga tidak boleh diabaikan adalah potensi misdiagnosis COVID-19 dengan diagnosis lain mungkin saja terjadi. Misdiagnosis ini dapat terjadi di seluruh fasilitas kesehatan namun belum ada besaran misdiagnosis ini selama COVID-19 terjadi.
Konsekuensinya, pembiayaan diagnosis tersebut dibebankan ke dana jaminan sosial ketimbang ke dana alokasi Pemerintah untuk penanganan COVID-19.
Korelasi Covid-19 dengan Dana Jaminan Sosial
Pandemic COVID-19 menyebabkan permasalahan baru dalam program JKN karena banyaknya PHK, minimnya penciptaan lapangan kerja  baru, dan ketidakmampuan peserta dalam membayar iuran. Dampak COVID-19 terhadap  keberlangsungan dana jaminan sosial (DJS) setidaknya  dipengaruhi oleh 4 (empat) aspek:
- Jumlah peserta terdampak COVID-19. Potensi penurunan penerimaan iuran program JKN adalah  sebesar  27-6.48 triliun sebagai akibat dari  PHK pekerja PPU dan PBPU sebesar  2.92-5.23 juta  pekerja (setara 6.5-11.6 juta  peserta);
- Penjaminan pelayanan kesehatan bagi peserta JKN pasca PHK. Jaminan sosial di  Indonesia belum mencakup  unemployment insurance/benefit sehingga tidak  ada perlindungan bagi  pekerja yang  terkena PHK. Pasal 27 ayat  (1) dan (2) Undang- Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial  Nasional (SJSN) menyatakan pekerja masih memiliki hak  untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan selama 6 (enam) bulan pasca PHK. Kebijakan ini di satu sisi memberikan perlindungan kepada pekerja dan keluarganya, tetapi di sisi lain akan berdampak besar terhadap keberlangsungan finansial program JKN. Hasil simulasi menunjukkan biaya pelayanan kesehatan bagi peserta terkena PHK adalah sebesar Rp1.4 triliun  (skenario berat) dan Rp2.12  triliun  (skenario sangat berat). Untuk hal ini karena perintah UU SJSN/UU BPJS, pihak BPJS Kesehatan dapat mengajukan dukungan pembiayaan dari Pemerintah atau menyediakan dana cadangan yang juga diharuskan ada menurut UU BPJS;
- Penurunan biaya pelayanan kesehatan akibat rendahnya utilisasi selama masa COVID-19;
- Durasi berlangsungnya COVID-19. Semakin lama COVID-19 berlangsung maka semakin besar beban yang harus ditanggung oleh program JKN karena perlambatan ekonomi akan semakin dalam dan proses pemulihan ekonomi membutuhkan waktu yang  lebih
Berdasarkan keempat aspek di atas, pada jangka pendek dampak COVID-19 tidak mempengaruhi Dana Jaminan Sosial secara signifikan. Beban penurunan penerimaan iuran program JKN dan beban pertanggungan pelayanan kesehatan korban PHK jumlahnya jauh lebih  kecil jika dibandingkan dengan penghematan  biaya manfaat layanan kesehatan akibat COVID-19, Potensi Surplus adalah sebesar Rp.0,25-0,78 triliun (catatan Juli 2020).
Angka ini bergerak naik yang diproyeksikan menjadi sekitar Rp 2,5 triliun di akhir tahun 2020 sebagaimana dilaporkan Direksi BPJS Kesehatan di DPR Komisi IX September 2020 yang lalu.
Sebagai catatan,  surplus Dana Jaminan Sosial  ini  hanya bersifat jangka pendek; di jangka panjang, ketika pada proses pemulihan pasca COVID-19 maka akan terjadi lonjakan pemanfaatan pelayanan kesehatan sehingga akan meningkatkan beban pembiayaan program JKN.
'Rebound' Pasca COVID-19
Jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan yang menurun pada triwulan I, II, dan III belum tentu akan meningkat kembali (rebound) pada triwulan IV. Dengan penerapan tatanan new normal sampai akhir tahun 2021, kemungkinan rebound utilisasi pelayanan kesehatan akan terjadi  dan mulai bergerak triwulan I 2021, apalagi jika sudah tersedia  vaksin covid-19.