Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Rebound" Program JKN Pasca Covid-19

5 November 2020   00:06 Diperbarui: 5 November 2020   00:22 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memproyeksikan arus kas tahun 2020 surplus Rp 2,5 triliun.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris. Hitungan tersebut telah memasukkan kemungkinan dampak dari pandemi virus corona (Covid-19). 

"Kami memproyeksi berdasarkan data Juli 2020, akhir tahun akan ada surplus arus kas Rp 2,5 triliun," ujar Fachmi saat rapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (17/9).

Selain dampak pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan juga telah menghitung sejumlah kemungkinan lain. Antara lain penundaan pembayaran iuran dan kelahiran bayi dengan tindakan.

Selain surplus arus kas, Fachmi juga menyampaikan bahwa seluruh utang yang telah jatuh tempo telah dibayar. Pada tahun 2019 BPJS Kesehatan memiliki utang jatuh tempo Rp 15 triliun. "Saat ini program ini sudah mampu melunasi seluruh utang rumah sakit sehingga 1 Juli 2020 tidak ada lagi gagal bayar," terang Fachmi.

Saat ini BPJS Kesehatan memiliki klaim utang yang belum jatuh tempo sebesar Rp 1,75 triliun. Selain itu ada pula klaim yang belum diverifikasi sebesar Rp 1,37 triliun.

Arus kas atau cash flow  surplus Rp. 2,5 triliun itu menggambarkan perincian yang menunjukkan jumlah pemasukan dari iuran peserta lebih besar dari biaya tagihan pelayanan kesehatan di FKTL dalam suatu periode tertentu ( akhir tahun 2020) yang besarnya mencapai Rp. 2,5 triliun.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi, yang selama ini bertahun-tahun sejak dilahirkannya BPJS Kesehaan  awal tahun 2014 Dana Jaminan Sosialnya defisit melulu.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa selama Covid-19, peserta JKN jika sakit tidak berani ke Rumah Sakit, takut tertulas Covid-19, dan ketatnya penerapan protokol kesehatan di rumah sakit.

Iuran sebagai sumber arus kas berjalan terus, dengan jumlah besaran iuran yang sudah naik signifikan, sesuai dengan nilai keekonomian,  khususnya PBI APBN maupun PBI APBD yang cakupan total pesertanya 132 juta.

Di sisi lain jumlah RS yang mengajukan klaim Ina-CBGs ke BPJS Kesehatan menurun drastis, karena berkurangnya pasien yang berkunjung. Maka terjadilah selisih arus kas yang bersifat surplus. Tetapi ingat, gejala tersebut bersifat temporary dan BPJS kesehatan tidak boleh lengah apa yang akan terjadi pasca Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun