Di sinilah situasi yang membuat sulit posisi Menkes untuk mencapai target program prioritas yang diamanatkan Presiden Jokowi, karena ada yang d iluar lingkup wewenang dan tanggung jawab secara teknis operasinal maupun dalam arah kebijakan teknisnya.
Seperti soal Vaksin, jika misalnya hasil uji klinis tahap III terhadap vaksin Sinovac, tidak berjalan dengan optimal (kita tidak berharap terjadi), apakah Menteri BUMN yang bertanggung jawab? Tentu bukan, ya tetap Menkes, karena perintah UU kesehatan seperti itu.
Kita tidak dapat membayangkan bagaimana Kemenkes dapat merealisasikan program-program prioritas dan strategis pada tahun 2021 dengan anggaran sebesar Rp. 35,5 Triliun (sudah termasuk belanja pegawai).
Bandingkan dengan belanja sektor Agama dan Sektor Sosial, berapa anggaran PKH, BPNT, dan bansos lainnya, yang melampaui dari total sektor kesehatan (ril).
Kemenkes harus bangkit
Kondisi Kemenkes seperti saat ini tidak bisa berlarut-larut. Harus bangkit.
Sudah banyak korban tenaga medis yang berjuang melawan virus Covid-19 di pusat pelayanan kesehatan. Perkuat upaya koordinasi dengan pihak dan sektor terkait. Ambil peran sebagai pengendali. Bukan sektor lain yang mengendalikan. Kemenkes itu sangat kuat dengan payung hukum begitu banyaknya UU yang diberikan Negara.
Catatan saya mungkin terbanyak produk UU di bidang kesehatan yang dikeluarkan. Apa itu UU Kesehatan, UU RS, UU Tenaga Kesehatan, UU Wabah, UU kesehatan Jiwa, UU Narkotika dan lainnya. Pokoknya banyaklah.
Jangan sampai ada Lembaga Non kementerian yang kekuatannya dengan PP atau Perpres, lebih leluasa berperan dari Kementerian yang dipayungi dengan UU. Itu musibah namanya.
Caranya bagaimana?
Maaf bukannya ingin menggarami air laut. Tetapi semboyan "Health for All" itu sudah tepat dan benar.