Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bantalan Sosial Pekerja, Cash Transfer dan Pandemi

14 Agustus 2020   23:40 Diperbarui: 14 Agustus 2020   23:43 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin ini untuk   pertama kali, pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (Cash Transfer), ke masing-masing rekening bank personal pekerja yang bekerja di sektor formal, kecuali bagi ASN dn karyawan BUMN/BUMD.  Jumlahnya cukup besar, sekitar 15,7 juta pekerja, termasuk sekitar 2 juta karyawan honorer pemerintah, yang berpenghasilan  dibawah Rp. 5 juta.  Dana yang digelontorkan  Rp.37,7 triliun. Setiap pekerja akan mendapatkan Rp. 600 ribu/bulan, untuk 4 bulan, sampai Desember 2020, dalam 2 termin, setiap termin 2 bulan.

Direncanakan dalam bulan Agustus 2020 ini, persoalan data peserta dan rekening bank masing-masing pekerja di Bank Pemerintah (Himbara), sudah selesai dikerjakan oleh BP Jamsostek.  Badan ini ditugaskan pemerintah  bertanggung jawab menyediakan data by name. by address, tempat bekerja ,  nomor rekening bank, setelah konsolidasi dengan HRD Perusahaan yang mempekerjakan mereka.

Penunjukkan BP Jamsostek memang sangat strategis, disamping strategi untuk  meningkatkan kepatuhan pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BP Jamsostek, juga untuk mengatasi kesulitan pemerintah (Kemenaker), untuk mendapatkan data pekerja formal.  BP Jamsostek punya data itu, dan juga semakin bersemangat karena syarat mendapatkan Cash Transfer itu, harus menjadi peserta aktif. Dalam hal ini, pemerintah mewajibkan perusahaan pemberi kerja, membayarkan iuran BP  Jamsostek, sampai bulan Juni 2020.

Perjalanan  wabah Covid-19 empat bulan mendatang ini, terasa semakin mengancam bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga pemerintah menerapkan strategi yang menurut istilah saya "double track strategy". Yaitu melakukan terus upaya tracing, testing dan Treatment terhadap wabah Covid-19, dan masyarakat di dorong, dipaksa dan bahkan sudah pada tahap diancam denda untuk memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Karena hasil tracing yang gencar dilakukan menemukan jumlah kasus terkonfirmasi positif hampir 129 ribu, dan hampir mencapai 84 ribu yang sembuh ( 65%), sama dengan rata-rata dunia. Angka kematiannya mendekati 6000 orang ( 4,6%), lebih tinggi sekitar 1% dari rata-rata dunia.

Dalam strategi ini, juga termasuk upaya menyiapkan vaksin Sinovac dari China, yang pada awal September 2020, mulai uji klinis tahap III, terhadap 1.620 relawan di wilayah Bandung, yang dilaksanakan oleh Bio Farma. Jika berhasil, maka januari 2021 sudah dapat dilakukan vaksinasi, dan tahap awal  disiapkan 40 juta unit vaksin.

Secara bersamaan, pemerintah berjibaku untuk mempertahankan situasi ekonomi tidak terus terlalu dalam mengalami minusnya pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV. Berbagai langkah stimulus ekonomi diberikan, untuk meningkatkan daya beli masyarakat, dan mencegah semakin dalamnya "kelumpuhan"  kebutuhan dasar hidup  masyarakat. Berbagai skema bansos dilakukan dengan jumlah dana trilun rupiah. 

Ada PKH dengan target sasaran mereka yang sangat miskin 10 juta keluarga penerima manfaat, dengan total dana Rp. 37,4 triliun. Ada skema Bantuan Pangan non tunai ( sembako), untuk mereka yang kategori miskin dan terkena dampak dari kebijakan PSBB. Ada stimulus bantuan modal Rp. 2,4 juta untuk setiap usaha UMKM dengan target 12 juta pelaku usaha mikro, pemberian bantuan dana untuk pra kerja, BLT dengan menggunakan dana desa, bagi mereka yang terdampak Covid-19.

Kita mengetahui dari data BPS, di kuartal II/2020, laju pertumbuhan PDB Indonesia  minus 5,32%, bandingkan  dengan Vietnam ekonominya tetap tumbuh 0,4%, walaupun turun dibandingkan kuartal I, yang lebih parah Singapura, minus 12,6%. Singapura dampak ekonominya paling dalam, karena terbesar kegiatan ekonominya disektor jasa, yang sangat rentan dengan situasi global. Bayangkan Amerika Serikat saja, penurunan ekonominya minus 9,5%. Jelas Singapura terpengaruh, karena kuatnya ikatan bisnis Amerika Serikat dengan Singapura.  Yang hebat Tiongkok bisa tumbuh 3,2%, sedangkan Korea Selatan anjlok di minus 2,9%, pada hal di kuartal I, masih tumbuh plus 1,4%.

Bukan tidak mungkin, jika upaya-upaya stimulus ekonomi Indonesia tidak dilakukan dengan benar, tepat sasaran, tepat kebijakan, mengikuti jejak Singapura. Saatnya Indpnesia mempelajari strategy ekonomi Vietnam yang masih dapat bertahan, dan pengendalian wabah Covid-19 yang juga luar biasa.

Dengan Double Track Strategy, pemerintah menyebutnya dengan istilah ibarat mobil yang satu berperan menancap gas, dan yang lainnya menekan rem. Presiden Jokowi harus mampu menyeimbangkannya. Jika rem pakem, mobil tidak jalan, dan jika gas ditekan gaspol, jika di rem bisa jadi remnya blong, atau mobil tidak stabil dan bisa terbalik.

Kembali ke soal Cash Transfer bagi pekerja, mendapatkan subsidi gaji sebesar Rp. 600 ribu/pulan, bagi mereka bergaji dibawah 5 juta,  merupakan kesempatan yang baik bagi BP jamsostek, untuk mendorong perusahaan pemberi kerja, memperbaiki pelaporan iuran peserta BP Jamsostek.  Momentum itu, merupakan ibarat membuka kotak Pandora, untuk mengetahui apakah perusahaan itu melaporkan jumlah pekerjanya dengan benar, dan besar gaji yang diterima sesuai dengan kenyataan yang diperoleh pekerja.

Dalam suasana pandemi ini, kejujuran perusahaan menjadi kunci utama untuk turut meringankan situasi ekonomi yang semakin sulit. Katakanlah sejujurnya. Semua anak bangsa merasakan akibat dari Pandemi ini,  tidak ada yang dapat menjamin kapan akan berakhir.

Berikanlah data karyawannya yang benar, termasuk rekening gaji pekerja untuk menampung dana subsidi pemerintah itu.  Dengan sistem pembayaran langsung melalui rekening bank yang bersangkutan, maka dapat mengurangi berbagai risiko penyimpangan yang merugikan pekerja.

Uang tersebut dapat digunakan untuk membantu kebutuhan pokok. Diperhitungkan uang Rp. 600 ribu, dapat digunakan untuk membeli beras medium 4 jiwa dalam satu keluarga untuk 1 bulan ( 4 x 30 x 0,4 kg = 48 kg), dan sedikit berlebih dapat untuk membeli gula dan lainnya, disamping lauk pauk dan kebutuhan lainnya dapat digunakan dari gaji yang diperoleh.

Jika semua skema bansos dan subsidi yang dilakukan pemerintah dijalankan dengan baik, rasa empati, dengan hati, tidak ada penyimpangan, tidak ada mark up harga, dan segala sesuatu yang menyebabkan biaya tinggi, tentu akan terjadi pergerakan ekonomi di sektor UMKM, yang secara perlahan menumbuhkan ekonomi mikro masyarakat, yang sudah sempat hancur dalam 4 bulan terakhir ini.

 Bagaimana dengan pekerja sektor Informal

Pekerja di sektor informal ini,  jumlahnya tidak sedikit. Lebih dari 70 juta pekerja. Mereka tersebar di semua jenis usaha, jasa, home industry, pengrajin, pedagang kecil, tukang bakso, jamu bakul dan lainya.

Mereka ini, jelas pendapatannya  dibawah garis gaji pekerja formal. Berkisar antara  300 ribu s/d 1,5 juta perbulan. Apalagi usaha keluarga, mungkin hanya diberikan makan, tempat tinggal, dan uang rokok istilahnya.

Sewaktu kerusuhan sosial 1998, sektor informal ini tidak terlalu berdampak. Kita melihat mereka berani berjualan minuman, di kerumunan demonstrasi mahasiswa dan massa. Warteg laku keras. Yang banyak terpukul adalah para konglomerat yang lari ke China, Singapura, Australia, Malaysia, dengan membawa semua harta karun yang dimilikinya. Jangan heran banyak Bank yang collapse. Sektor UMKM, tetap  berkibar, karena omzetnya tergantung dari daya beli demonstrans untuk kebutuhan bertahan selama berjuang untuk Reformasi.

Sekarang suasana berbeda. Semua segmen masyarakat disapu bersih sang Covid-19. Siapa saja boleh kena. Apakah menteri, jenderal, polisi, tentara, ulama, pendeta, pencuri, perampok, koruptor, orang tua, anak muda, anak-anak bayi tidak peduli. Bahkan bagi lansia dengan komorbid, siap-siap untuk pasang ventilator, mudah-mudahan selamat. Saat ini Covid-19 itu tidak ada lawan yang tangguh, sebab dia berada ditubuh manusia tanpa diketahui oleh manusia itu sendiri.  Musuh Covid-19 itu hanya 3, yaitu inang yang pakai masker, cuci tangan, dan membuat jarak 1-2 meter antar manusia. Tetapi itulah kelemahan manusia yang sulit mengatasinya.

Kebijakan PSBB, berimplikasi ekonomi yang luar biasa. Sektor UMKM hancur lebur. Tidak ada yag belanja, dan orang takut untuk belanja. Kehidupan harus jalan. Mereka hidup atas transaksional harian, yang risikonya sama dengan tertular virus Covid-19.

Memang wajarlah, jika sektor UMKM ini, diprioritaskan untuk dilakukan stimulus berupa bantuan modal untuk usaha. Mungkin di sektor inilah, para pekerja informal itu dapat bangkit dengan stimulus sebesar Rp. 2,4 juta per usaha UMKM. Ini pekerjaan tidak mudah bagi pemerintah.

Jangan berharap berhasil 100%, sebanyak 50% itu sudah bagus. Yang gagal dibina kembali, didorong untuk bangkit  kembali, sampai mereka mampu dan mandiri. Kontrol harus dilakukan berlapis. Keterlibatan kelompok usaha apakah Koperasi, paguyuban usaha, asosiasi  didorong berperan sebagai fasilitator, dan mereka ini harus  di kontrol juga.

Pemerintah tidak cukup hanya memberikan stimulus modal usaha, tetapi juga akses untuk berusaha. Penyiapan lapak-apak, tempat usaha, dengan menerapkan  protokol kesehatan. Tidak ada salahnya  untuk menyediakan  pasar kaget setiap sabtu atau minggu, sambil secara bertahap di tata ulang  jika perekonomian semakin membaik.

Pandemi Covid-19, mengajarkan manusia itu untuk bersabar. Menjaga kesehatan, meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh dengan banyak berolahraga. Implikasi ekonomi, mendorong masyarakat untuk berhemat, mengatur perencanaan keuangan keluarga. Sebab recovery ekonomi tidak mudah, apalagi bersifat global. Beban utang yang begitu besar, pembangunan infrastruktur yang belum selesai, jika tidak dapat dikelola dengan baik, maka kita akan masuk ke jurang resesi ekonomi. Jika itu yang terjadi kita bisa tenggelam sebagai bangsa dan kehilangan martabat sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun